Chapter 63 - Bab 62

Hal pertama yang terlintas di benakku ketika aku bangun siang ini adalah bertemu Pangeran Maximilian. Aku melemparkan selimut dan melompat dari tempat tidur. Setelah itu, aku berjalan ke kamar mandi untuk mandi.

Ketika aku melangkah keluar dari kamar mandi, aku mendapati Sigmund tengah menggeliat sambil menguap di sofa. Dia tampaknya baru saja bangun dari tidurnya.

Dia menatapku dengan bingung ketika dia mendapati aku sudah berpakaian rapi.

"Kamu mau pergi kemana?" tanyanya.

"Aku akan menemui Pangeran Maximilian," jawabku.

"Tidak, kamu tidak bisa bertemu dengannya," kata Sigmund.

"Aku akan pergi untuk bertemu dengan Maximilian dan kamu tidak bisa menghentikanku," ujarku dengan marah.

Sigmund menghela nafas panjang. "Bukan itu maksudku. Kamu tidak dapat bertemu dengan Maximilian karena dia sedang tidak ada di kerajaan Clanbella sekarang."

Aku mengerutkan keningku. "Jika Maximilian tidak ada di sini, lalu dimana dia sekarang?"

"Dia dan Raja Ignatius sudah kembali ke kerajaan mereka kemarin," jawab Sigmund.

Jawabannya mengejutkanku. "Apa?! Dia sudah kembali ke kerajaannya, tetapi dia tidak memberi tahu aku, tunangannya, lebih dulu?"

"Jangan salahkan dia! Bagaimana dia bisa memberitahumu jika kamu tidak berada di istana kemarin?" Sigmund mengejekku.

Aku memutar bola mataku dengan jengah.

"Apapun yang terjadi, hari ini, aku harus bertemu dengan Maximilian dan meminta bantuannya untuk membujuk kakekku agar membatalkan pernikahan kami. Aku tidak punya banyak waktu," batinku.

Aku mendekati Sigmund dan duduk di sampingnya di sofa.

"Sigmund, bisakah kamu mengantarku ke kerajaan Maximilian sekarang?"

"Tidak, aku tidak bisa," dia menolak.

"Tolonglah! Aku benar-benar perlu bertemu dengan Maximilian," aku memohon.

"Maximilian berkata bahwa dia akan segera kembali. Jadi kamu hanya harus menunggu sampai dia kembali ke sini," kata Sigmund dengan dingin.

"Tapi aku ingin bertemu dengannya sekarang," aku bersikeras.

"Mengapa kamu sangat ingin bertemu dengannya?" Sigmund bertanya dengan penasaran.

"Itu bukan urusanmu," geramku.

"Jika kamu tidak memberitahuku mengapa kamu ingin bertemu Maximilian, aku tidak akan membawamu ke tempatnya," dia mengancam.

Aku hendak membalas ucapan Sigmund, tetapi tiba-tiba ketukan di pintu menyelaku.

"Siapa itu?" tanyaku dengan nada kesal.

"Ini aku, Maximilian," jawabnya dari sisi lain pintu.

"Akhirnya!" aku berseru dengan gembira.

Bangkit dari sofa, aku melenggang ke arah pintu dan membukanya.

"Maximilian, aku senang kau akhirnya kembali," ucapku dengan berseri-seri.

"Maaf aku pergi tanpa memberitahumu terlebih dulu, Rosanne. Sesuatu terjadi di kerajaanku. Karena itu, aku dan ayahku harus pulang untuk mengurusnya," Maximilian meminta maaf.

"Lupakan saja! Aku perlu berbicara denganmu," kataku.

Maximilian hendak menjawab, namun mendadak berhenti ketika dia melihat Sigmund ada di kamarku.

Pangeran vampir itu menghampiri Sigmund dan bertanya dengan marah, "Apa yang kamu lakukan di sini?"

Sigmund berdiri dan menjawab dengan tenang, "Aku bisa menanyakan hal yang sama padamu."

"Aku di sini untuk bertemu dengan tunanganku. Tapi apa yang kamu lakukan di kamarnya?" Maximilian bertanya dengan sengit.

"Raja Bellamy memberiku perintah yang tegas untuk mengawasi Putri Mirabelle. Itu sebabnya aku di sini," Sigmund menjelaskan.

"Tapi kamu tidak harus berada di dalam kamarnya. Kamu bisa berjaga di luar bersama dengan pengawal yang lain," protes Maximilian.

"Bagaimana aku bisa mengawasinya jika aku di luar?" balas Sigmund.

"Yah mulai lagi deh!" aku bergumam ketika Sigmund dan Maximilian mulai bertengkar lagi.

Aku berjalan menuju tempat tidur dan duduk di ujungnya, memperhatikan kedua lelaki itu meributkan sesuatu yang konyol.

Ketika aku sudah muak dengan pertengkaran mereka yang tak ada habisnya, aku berteriak, "Apakah kalian berdua selesai bertengkar?"

Pangeran Maximilian dan Sigmund segera berhenti bertengkar dan mereka berdua menatapku.

"Iya," jawab Sigmund.

Pada saat yang sama, Maximilian menjawab, "Belum."

Aku memelototi Maximilian.

"Maksudku, iya," Maximilian dengan cepat mengoreksi.

"Bagus!" seruku sambil berdiri.

"Sigmund, bisakah kamu tinggalkan aku dan Maximilian sebentar? Aku ingin berbicara dengannya secara pribadi," pintaku.

Maximilian menyeringai dengan puas, sementara itu, Sigmund tampak kesal.

"Tidak, aku tidak akan meninggalkanmu," Sigmund menolak, "Raja Bellamy memerintahkanku untuk tidak membiarkanmu menghilang dari pengawasanku bahkan hanya untuk sedetik pun."

"Aku tidak akan pergi kemana-mana. Aku hanya ingin berbicara dengan Maximilian di sini sebentar dan kamu bisa menunggu di luar," kataku.

"Jawabannya masih tidak," katanya dengan tegas.

"Please! Please! Please! "Aku memohon.

"Baiklah." Sigmund akhirnya melenggang keluar dari kamarku.

"Ada apa, Rosanne?" Maximilian bertanya segera setelah Sigmund menutup pintu.

"Maxim, bisakah aku meminta bantuanmu?"

"Tentu saja. Apa yang bisa aku lakukan untukmu?" dia bertanya dengan penasaran.

"Aku ingin kau membujuk kakekku untuk membatalkan pernikahan kita," kataku padanya.

Mulut Maximilian menganga. "Apa?!"

"Aku sudah mencoba untuk berbicara dengannya, tetapi kakek tidak mau mendengarkan aku. Tetapi jika kamu yang memintanya nya, dia pasti akan mendengarkanmu," aku menjelaskan.

"Kenapa kamu tiba-tiba ingin membatalkan pernikahan kita? Apakah kamu tidak mencintaiku?" Maximilian bertanya dengan sedih.

"Itulah masalahnya. Aku tidak mencintaimu," jawabku dengan dingin.

"Tapi aku mencintaimu, Rosanne. Kamu adalah belahan jiwaku," dia berbicara dengan tulus.

"Maka itu hanyalah cinta yang bertepuk sebelah tangan," ucapku.

"Tapi kamu sudah setuju untuk menikah denganku," protes Maximilian.

"Dengar! Aku setuju untuk menikah denganmu hanya karena kakekku yang mendesak aku. Tapi satu hal yang pasti, aku tidak mencintaimu seperti kamu mencintaiku, Maximilian," kataku dengan tegas.

"Mungkin kamu tidak mencintaiku sekarang. Tetapi suatu hari nanti, kamu pasti akan mencintai aku," seru Maximilian dengan percaya diri.

"Tidak, aku tidak akan pernah mencintai kamu," aku membantah.

"Iya, kamu akan mencintaiku," desaknya.

"Aku tidak akan mencintaimu. Tidak akan pernah," aku bersikeras.

"Iya—"

"Bicaralah dengan kakekku untuk membatalkan pernikahan kita atau jangan pernah berpikir untuk bertemu denganku lagi!" aku mengancam, memotong kalimatnya.

"Baiklah," desahnya. "Aku akan berbicara dengan raja. Namun, aku tidak akan memintanya untuk membatalkan pernikahan kita, tetapi untuk menundanya sampai kamu siap."

"Terserah kamu. Yang paling penting adalah aku tidak mau kita menikah di hari ulang tahunku," kataku.

"Tunggu aku di sini! Aku akan segera kembali," ujar Maximilian.

Aku mengangguk.

Maximilian akhirnya keluar dari kamarku. Beberapa saat kemudian, Sigmund memasuki kamarku lagi.

"Apa yang sudah kamu dan Maximilian bicarakan? Dia tampak kesal ketika meninggalkan kamarmu." Sigmund bertanya dengan penasaran.

"Pikirkan urusanmu sendiri," ujarku dengan kesal.

Dia memutar bola matanya ke arahku dan kemudian duduk di sofa lagi.

"Aku harap ini akan berhasil, atau aku akan ada dalam masalah yang besar," pikirkudengan penuh harap.