Aku tertawa terbahak-bahak.
"Apa yang kamu tertawakan?" Alpha Adolph Wolfgang bertanya dengan bingung.
"Kau sangat lucu," jawabku, "Aku ini sudah menjadi vampir. Yah, tepatnya, setengah vampir. Jadi mengapa mereka perlu melakukan ritual untuk mengubahku menjadi vampir lagi?"
"Kamu hanya setengah vampir sekarang. Ritual itu diperlukan untuk mengubahmu menjadi vampir yang sempurna," jelasnya.
Pikiran menjadi vampir seutuhnya dan kehilangan sisi kemanusiaanku membuat aku takut. Tetapi aku tidak boleh menunjukkan ketakutanku di depan para penculikku ini.
"Jika mereka ingin mengubahku menjadi vampir yang sempurna, memangnya kenapa? Aku pikir itu bukan masalah besar," aku berbohong.
"Kamu tidak mengerti, Rosanne. Masalahnya adalah semua yang mereka katakan tentang ritual itu tidak lain hanyalah sebuah kebohongan," ujar Alpha Adolph.
Aku mengerutkan alisku. "Apa yang kau bicarakan?"
"Tunggu sebentar!" Alpha Adolph berdiri, lalu beliau mengambil sebutir telur dari kulkas. Setelah itu, beliau kembali ke tempat duduknya dan menunjukkan telur itu kepadaku.
"Kamu lihat telur ini! Telur terdiri dari dua bagian: kuning telur dan putih telur. Jika itu hanya putih telurnya, bisakah itu disebut telur?"
Sebelum aku bisa menjawab, beliau berkata lebih dulu, "Ya, itu masih telur. Tapi mereka tidak menyebutnya telur lagi. Mereka menyebutnya putih telur, kan?"
Aku mengangguk.
"Sebaliknya," lanjutnya, "jika itu hanya ada kuning telurnya saja, mereka tidak menyebutnya telur, tetapi kuningnya, kan?"
Sekali lagi, aku mengangguk.
"Tapi bersama-sama, putih dan kuning telur, itu disebut sebutir telur," beliau mengakhiri penjelasannya.
"Apa hubungan telur itu denganku?" tanyaku bingung.
"Bayangkan telur ini adalah dirimu, Rosanne! Putih telur adalah sisi manusiamu dan kuning telur adalah sisi vampirmu. Jika hanya ada sisi manusiamu, dapatkah itu disebut sebagai dirimu? Tidak, bukan begitu, kan? Karena sebenarnya kamu juga punya sisi vampir. Sebaliknya, jika hanya ada sisi vampirmu, itu tidak dapat disebut sebagai dirimu juga karena kamu masih memiliki sisi manusia. Tetapi jika kedua belah pihak bersatu, itu akan membentuk dirimu yang sebenarnya: setengah vampir dan setengah manusia," Alpha Adolph menerangkan.
"Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan," kataku dengan jujur.
"Oke, izinkan aku menjelaskan kepadamu! Pertama-tama, aku ingin tahu, apakah kamu percaya bahwa mereka benar-benar dapat mengubahmu menjadi vampir yang seutuhnya?" beliau bertanya.
"Jika kakekku mengatakan dia bisa mengubahku menjadi vampir yang seutuhnya, aku akan percaya padanya," jawabku.
"Tapi ini bukan tentang kepercayaan; ini tentang kemampuan."
"Maksudmu apa?"
"Maksudku, aku ragu apakah mereka bisa mengubah setengah vampir dan setengah manusia sepertimu menjadi vampir yang seutuhnya. Kamu dilahirkan dengan dua gen yang berbeda: gen manusia dan gen vampir. Intinya adalah, setengah dari dirimu adalah manusia, dan setengahnya lagi adalah vampir. Mereka berkata bahwa mereka ingin menyingkirkan gen manusiamu. Itu berarti kamu harus hidup hanya dengan gen vampirmu saja. Dengan kata lain, kamu harus hidup dengan setengah dari jiwamu. Tetapi masalahnya adalah, adakah yang bisa hidup dengan hanya setengah dari jiwa mereka?"
"Jadi maksudmu mengubah setengah vampir dan setengah manusia sepertiku menjadi vampir yang seutuhnya itu tidak mungkin dilakukan?"
"Tepat sekali!" serunya. "Jika mereka benar-benar bisa mengubahmu menjadi vampir yang seutuhnya, mereka seharusnya juga bisa mengubahmu menjadi manusia seutuhnya juga, kan? Alih-alih membiarkan mereka mengubahmu menjadi vampir, aku pikir, mengapa kamu tidak meminta mereka untuk mengubahmu menjadi manusia saja? Lagipula, kamu telah menghabiskan seluruh hidupmu tinggal di dunia manusia. Mengapa kamu harus menjalani hidup baru sebagai vampir? Yah tapi itu pun jika mereka bisa melakukannya."
Apa yang Alpha Adolph Wolfgang katakan masuk akal juga. Tapi aku seharusnya tidak mudah memercayainya. Dia pasti hanya mencoba mencuci otakku supaya aku berpikir bahwa kakekku adalah orang yang jahat.
"Tidak, aku tidak mempercayaimu. Kamu pasti berbohong," tuduhku.
"Kenapa aku harus membohongimu? Apa untungnya aku berbohong kepadamu?" tanya sang Alpha.
"Dan apa untungnya bagi mereka untuk membohongiku?" aku bertanya balik.
"Itu pertanyaan yang harus kamu cari sendiri jawabannya," jawab beliau, "Apa yang akan mereka dapatkan dengan mengatakan kebohongan itu padamu?"
"Kaulah yang berbohong. Bagaimana aku bisa mempercayai seseorang yang telah menculikku?" aku mencibir.
Alpha Adolph menyeringai. "Berbicara tentang penculikan, pria tua yang mengaku sebagai kakekmu telah menculikmu juga, kan? Jadi mengapa kamu masih percaya pada mereka?"
Aku benci mengakuinya, tetapi dia benar. Baik vampir maupun manusia serigala telah menculikku. Para vampir menculik aku karena raja mereka mengklaim aku sebagai cucunya. Sementara itu, manusia serigala menculikku hanya karena mereka ingin berbicara denganku. Sekarang aku benar-benar tidak tahu siapa yang harus dipercaya.
"Jika benar-benar mustahil untuk mengubahku menjadi vampir, tetapi mereka bersikeras melakukan ritual itu padaku, apa yang akan terjadi padaku?" aku mengajukan pertanyaan lainnya.
"Kamu bisa terbunuh," jawab Alpha Adolph Wolfgang.
"Apakah kakekku benar-benar akan membunuhku?" pikirku ngeri.
Aku mengusir pikiran negatif itu dari kepalaku. "Tidak,tidak,tidak. Jika kakek benar-benar ingin membunuhku, dia pasti sudah melakukannya. Mengapa kakekku harus menunggu sampai ulang tahunku yang ketujuh belas dulu?"
"Jangan percaya pada kata-kata mereka, Rosanne!" Aku memperingatkan diriku sendiri. "Kakekmu sangat mencintaimu. Mengapa dia harus repot-repot mencari kamu selama 17 tahun jika dia hanya berencana untuk membunuhmu pada akhirnya?"
"Apakah kamu sudah selesai bicaranya? Jika kamu tidak berniat menahan aku di sini sebagai sandera seperti yang kamu katakan kepadaku, maka aku bisa pergi sekarang, bukan?" aku bertanya.
"Habiskan makananmu! Dan kemudian kamu bebas untuk pergi," ujar beliau.