Perjalanan dengan mobil dihabiskan dalam keheningan total. Ivan fokus mengemudi, sementara itu, aku terus melihat ke luar jendela.
Setelah berkendara melalui daerah berhutan selama lebih dari satu jam, akhirnya, kami mencapai kota terdekat. Tiba-tiba, Ivan membelokkan mobilnya ke sebuah kafe kecil.
"Aku minta maaf, Rosanne, tapi aku harus menurunkanmu di sini," kata Ivan tanpa terduga.
Mulutku menganga. "Apa? Kupikir kau akan mengantarku sampai ke kerajaan vampir."
"Aku berharap aku bisa mengantarkan kamu sampai sana, tetapi aku benar-benar tidak bisa melakukan itu," Ivan meminta maaf.
Aku bingung. "Mengapa?"
"Itu karena ada pertikaian yang panjang antara vampir dan manusia serigala. Jadi secara teknis, kami adalah musuh. Jika Raja Bellamy mengetahui bahwa kamu pulang dengan seorang manusia serigala, kita berdua akan berada dalam masalah besar," jelasnya.
"Tapi kamu bisa datang ke kerajaan vampir untuk menculikku semalam dan kamu tidak mendapat masalah. Jadi mengapa kamu tidak bisa mengantarku ke sana sekarang?"
"Itu lain ceritanya. Aku punya cara sendiri untuk menyelinap ke istana tanpa terdeteksi tadi malam."
"Bagaimana kamu bisa melakukan itu?"
"Kau tahu, Rosanne, pesulap tidak pernah mengungkapkan trik mereka," ujar Ivan sambil tersenyum.
Aku memutar bola mataku.
"Jika kamu tidak ingin mengantarku ke kerajaan vampir, lalu bagaimana aku bisa pulang?" aku mengeluh.
"Tunggu saja di kafe itu sampai matahari terbenam!" Ivan menggerakkan kepalanya ke arah kafe di depan kami. "Aku yakin Raja Bellamy akan mengirim vampir-vampir terbaiknya untuk mencarimu segera setelah matahari tenggelam. Saat mereka melihatmu, mereka akan membawamu kembali ke kerajaan vampir. "
Aku tersentak. "Kamu mengharapkan aku menunggu di kafe ini sepanjang hari?"
"Maaf, Rosanne, tapi itu satu-satunya cara. Vampir tidak akan muncul sampai matahari terbenam. Selain itu, lebih aman bagimu untuk menunggu mereka di tempat umum."
"Bagaimana jika mereka tidak menemukanku di sini?"
"Aku yakin mereka akan menemukanmu. Pastikan saja kamu tidak memakai liontin pemberian ibumu supaya para vampir bisa mencium aroma tubuhmu," Ivan menjelaskan kepadaku.
"Tunggu! Bagaimana kamu tahu bahwa liontinku dapat menyembunyikan aromaku dari para vampir?" aku bertanya dengan curiga.
"Tidak masalah bagaimana aku tahu," kata Ivan, menghindari pertanyaanku.
"Kau tahu bahwa vampir tidak akan keluar sampai matahari terbenam, jadi kupikir lebih baik jika kau membawaku ke kerajaan vampir sekarang daripada memintaku menunggu mereka sendirian di sini," usulku.
"Maafkan aku, Rosanne. Sudah kubilang aku tidak bisa," Ivan lagi-lagi meminta maaf.
"Baiklah. Kamu bisa menurunkan aku di sini. Terima kasih atas tumpangannya."
Membuka sabuk pengamanku, aku membuka pintu. Aku hendak keluar dari mobil, tetapi tiba-tiba Ivan meraih lenganku, menahanku.
"Tunggu, Rosanne!"
"Apa?" balasku.
"Jika kamu ingin bertemu kami lagi, kamu bisa pergi ke kafe ini. Kami akan datang ke sini setiap hari dan menunggu kamu sampai matahari terbenam," Ivan mengatakan kepadaku.
"Terima kasih, Ivan. Tetapi kamu harus tahu satu hal. Ini adalah pertama dan terakhir kalinya kita bertemu karena setelah ini, aku tidak ingin melihat kamu lagi," kataku dengan dingin.
Ivan menyeringai. "Mari kita tunggu dan lihat saja, Tuan Putri! Aku bertaruh dalam beberapa jam dari sekarang kamu pasti akan mencari kami lagi."
"Jangan terlalu percaya diri!" aku mengejek.
Aku melompat keluar dari mobil dan membanting pintu sampai tertutup. Meninggalkan mobil Ivan, aku melenggang menuju kafe. Tepat ketika aku sudah berada di dalam kafe, tiba-tiba aku teringat sesuatu yang penting.
Berbalik, aku berlari keluar dari kafe dan pergi ke tempat parkir. Untungnya, mobil Ivan masih ada di sana.
"Ivan?" Aku mengetuk jendela mobilnya.
Ivan menurunkan jendelanya.
"Hei, lihatlah dirimu! Kamu mengatakan bahwa kamu tidak ingin melihat aku lagi, tetapi kamu kembali kepadaku setelah kamu baru pergi kurang dari lima menit," dia meledekku.
"Sejujurnya, aku tidak ingin melihatmu lagi. Tapi aku punya masalah," kataku.
"Apa itu?" tanya Ivan.
"Kau menyuruhku menunggu di kafe itu, tapi aku tidak punya uang untuk memesan makanan atau minuman," keluhku.
"Tunggu!" Ivan mengeluarkan dompet dari saku jaketnya.
Ketika dia membuka dompetnya, aku melihat sekilas foto seorang wanita di dalamnya.
"Apakah itu foto istrimu?" Aku menunjuk ke foto di dompetnya.
"Ya," jawab Ivan sambil mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya.
"Bolehkah aku melihatnya?" tanyaku penuh harap.
"Mungkin lain kali," jawab Ivan sembari memasukkan kembali dompetnya ke dalam sakunya.
"Kenapa aku tidak boleh melihat foto istrimu?" protesku.
"Karena aku bilang begitu," katanya.
Aku mendengus kesal.
"Ini untukmu." Ivan menyerahkan uang itu padaku.
Aku terkesiap ketika melihat jumlah uang yang dia berikan padaku. "Ini terlalu banyak."
"Tidak apa-apa. Kamu dapat menyimpan uang itu seandainya kamu membutuhkan sesuatu di lain waktu."
"Terima kasih."