"Jika aku hamil, menurutmu ini anak siapa?" Binar bertanya pada Adnan yang masih mencengkeramnya.
"Aku tanya sekali lagi ... Ini anak siapa?!" pekik Adnan yang semakin kesal.
"Kau anggap aku apa? Wanita murahan? Yang bercinta dengan pria selain suaminya? Apa itu penilaianmu terhadapku?" Binar melayangkan banyak pertanyaan pada Adnan.
"Kau...," Adnan langsung menarik tangan Binar dengan sangat kuat.
Dihempaskannya Binar ke atas tempat tidur, dia merasa takut tetapi ada rasa kesal dalam hatinya. Mengapa Adnan melakukan semua ini, apakah dia sudah melakukan kesalahan.
"Cepat katakan!" pekik Adnan.
Kemarahan sudah menutupi hatinya, Binar sungguh ingin melawannya kali ini. Namun, cengkeraman Adnan sangat kuat sehingga dia tidak bisa melawan. Lagi pula tubuhnya terasa lemas karena ini adalah hari pertama dia menstruasi.
"Hentikan Adnan," ucap Binar dengan lirih, dia berusaha menahan air matanya agar tidak menyeruak keluar.
Adnan tidak mendengarkan apa yang diucapkan Binar. Dia dengan kuat mengoyak pakaian Binar, sehingga terlihat jelas bagian dada Binar.
"Apa sisi gelapmu ingin menyiksaku lagi?" Binar bertanya dengan sekuat tenaga yang dimilikinya. Rasa takutnya belum memudar tetapi Adnan kembali melakukan semua ini.
Apa yang dikatakan Binar sama sekali tidak didengar Adnan. Dia mencium paksa bibir Binar untuk menghentikan ucapan yang terlontar dari mulutnya.
Ciuman itu tidak hanya di bibir saja tetapi menjadi menelusuri leher lalu dada Binar. Bermain sejenak di sana dengan penuh nafsu.
"Hentikan ... Aku mohon, jangan seperti ini lagi!" Binar berkata dengan lirih.
"Kau telah berbohong padaku!" ucap Adnan setelah menghentikan permainannya.
"Mana mungkin aku hamil, jika saat ini adalah hari pertamaku menstruasi."
Binar mengatakan itu karena dia sudah tidak tahan dengan perlakuan Adnan. Mendengar itu Adnan tidak percaya dengan mudahnya, tangannya menyentuh area sensitif Binar paling bawah.
"Kau masih tidak percaya padaku, lihatlah sendiri!" ucap Binar "sudah puas!?" tanyanya kembali.
"Maafkan aku," ucapnya sembari pergi meninggalkan Binar.
Adnan tidak tega melihat apa yang sudah dilakukan oleh tangannya sendiri pada wanita yang sangat dicintainya itu. Rasa marah dan cemburu telah membuatnya menjadi pria yang menakutkan.
Binar menitikkan air matanya, menatap langit-langit kamar. Memikirkan sebenarnya mengapa Adnan sampai seperti itu padanya. Jika aku hamil bukankah sudah sepantasnya dia bahagia.
Namun, mengapa Adnan malah marah dan bertanya siapa ayah dari anak yang ada di dalam kandungannya. Itulah yang bergelut dalam pikirannya.
Dia beranjak dari tempat tidur, berjalan menuju ruangan di mana sudah tersimpan dengan rapi semua pakaiannya. Berniat untuk mengganti pakaiannya yang sudah dirobek oleh Adnan.
Kepalanya terasa sangat pusing, dia berusaha memegang dinding untuk menopang tubuhnya agar tidak jatuh. Brugggg! Binar akhirnya terjatuh dan tak sadarkan diri.
Seorang pelayan berusaha mengetuk pintu kamar Binar tetapi dia tidak mendengar suara nonanya. Dia berpikir mungkin sang nona tidak ada di dalam kamar.
"Apa kau melihat, Nona Binar?" tanya pelayan itu pada temannya yang kebetulan lewat.
"Tidak ... kau cari di taman mungkin nona ada di sana," jawab temannya.
"Baiklah, aku akan mencari nona di taman."
Pelayan itu pun berjalan mencari Binar ke taman, tibalah dia di taman. Namun, dia tidak menemukannya sama sekali.
"Siapa yang kau cari?" Marcello bertanya pada pelayan yang mondar-mandir mencari Binar.
"Tuan muda, apakah Anda melihat nona?" pelayan itu balik bertanya.
"Bukankah dia ada di kamarnya," jawab Marcello.
"Saya sudah mengetuk pintu kamarnya tetapi tidak ada yang menjawab," timpal pelayan itu
"Aku akan mencari di kamar dan kau teruslah mencarinya." Marcello berkata seraya memerintah.
Marcello berjalan cepat menuju kamar Binar, entah mengapa dia merasa jika Binar ada di dalam kamar. Tanpa mengetuk pintu dia masuk begitu saja, dia mencari keseluruhan ruangan kamar dan tidak menemukannya.
"Apa dia ada di ruang pakaian?" kata Marcello sembari berjalan mendekat ruang pakaian.
Dia mencoba mengetuk pintu ruang pakaian terlebih dahulu. Namun, tidak ada jawaban. Akhirnya dia membuka pintu kamar mandi.
"Bi!" pekiknya sembari berlari mendekat pada Binar yang sedang tak sadarkan diri.
"Bi ... bangun, ayo Bi bangunlah!" ucap Marcello sembari menepuk pipi Binar tetapi tidak terlalu keras.
Marcello langsung menggendong Binar lalu menidurkannya di atas tempat tidur. Dia melihat pakaian Binar yang sudah robek, dia berpikir ini pasti ulah ayahnya.
Dia tersenyum miring, itu artinya rencananya sudah mulai berjalan. Dan tidak lama lagi Binar akan menjadi miliknya.
Tidak begitu lama Binar tersadar, dia melihat Marcello ada di sampingnya bukan Adnan. Dia memalingkan wajahnya, seraya tidak ingin melihat wajah Marcello.
"Bi, lepaskan ayahku dan kita kembali bersama. Aku mohon Bi percayalah padaku," ucapnya dengan penuh rasa percaya diri.
"Keluar!" perintah Binar pada Marcello dengan nada lemah. Dia sudah tidak ingin mendengar apa yang dikatakan olehnya.
Marcello mendengar suara langkah mendekat pada kamar, dia yakin jika itu adalah Adnan. Karena dia juga mendengar suara Adnan yang sedang memerintahkan Candra untuk mencari di mana Binar berada.
"Tidak. Aku tidak akan keluar karena aku tahu kau masih mencintaiku!" ungkapnya dengan meninggikan suaranya agar Adnan bisa mendengar apa yang dikatakannya.
Apa yang di pikirkan Marcello tepat, Adnan berhenti tepat di depan pintu kamar. Dia mendengarkan dengan pasti suara Marcello.
Perlahan dia membuka pintu kamar tetapi tidak membukanya secara lebar. Namun, dia bisa mendengar lebih jelas lagi.
"Bi, tinggalkan ayahku dan kembali bersamaku ya? Ayah bukan orang yang tepat bagimu, dia akan terus menyakitiku hingga kau mati!" Marcello kembali berkata dengan kalimat yang membuat Adnan benar-benar terlihat jahat.
Adnan terus berdiri di balik pintu, dia ingin tahu apa yang dirasa oleh Binar terhadap Marcello. Hatinya semakin takut mendengar apa yang akan dikatakan oleh Binar.
"Iya. Aku mencintaimu, bahkan sangat mencintaimu hingga aku tidak bisa mencari penggantimu!" Binar berkata dengan lembut dan tersenyum.
Adnan melihat senyum Binar yang mengatakan jika dirinya sangat mencintai Marcello. Hatinya semakin perih mendengar itu, meski dia seorang yang kejam. Namun, dia tetaplah seorang manusia yang mengerti akan artinya kepedihan.
Tidak banyak kata dia pergi dengan membawa kesedihan dan luka. Dia berpikir mungkin takdir tidak memberikan kesempatan bagi seorang iblis merasakan cinta dan kasih sayang.
"Aku akan pergi menyendiri! Kau tetap di sini dan lindungi Binar!" perintah Adnan pada Candra yang berpapasan dengannya.
"Baik, Tuan!" Candra menjawab sembari membungkukkan bandannya.
Dia merasa bingung apa yang sudah terjadi pada tuannya, sehingga memutuskan untuk menyendiri. Yang artinya Adnan pergi ke suatu tempat yang sangat rahasia. Dan yang mengetahui tempat itu hanya orang-orang yang dipercaya oleh Adnan termasuk Candra.
"Sepertinya aku harus mencari tahu apa yang sudah terjadi!" gumamnya sembari berjalan menuju ruang baca.