Partner in crime, sebuah hubungan yang mereka jalani. Hanya sebatas sahabat tapi terkadang melebihi kekasih. Chakra adalah moodboster Lova, selalu jadi tempat bercerita saat dia senang, sandaran saat dia bersedih. Chakra selalu mengusahakan bahwa apapun keadaannya, dia harus bisa berada di samping Lova saat gadis itu membutuhkannya. Pria itu selalu menyediakan bahu untuk tempat bersandar, jari untuk menghapus airmatanya, dan tangan yang senantiasa menggenggamnya kemanapun mereka pergi.
Bagi Chakra, Lova memiliki tempat tersendiri di hatinya. Bukan sebatas sahabat namun juga bukan sebagai kekasih. Meskipun banyak orang yang bilang hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan itu tidak lepas dari yang namanya love and lust….
***********
Prolog...
"Hehm, halo," sapa seorang gadis seraya rebahan di atas kasur barunya.
"Kalian sudah pindahan?" tanya seseorang dari seberang telfon.
"Sudah." Sang gadis mengangguk meskipun orang yang diseberang tidak akan melihatnya. "Aku baru saja selesai beres beres," ujarnya kemudian.
"Hah, i miss you." Nada suara di ujung telfon terlihat sendu.
"Aku juga merindukanmu. Kapan kamu kembali ke indonesia?" tanya gadis itu sama sendunya.
"Entahlah, mungkin saat kita sudah lulus SMA," jawab suara pemuda di ujung telfon tak yakin.
"Cih." Gadis dengan rambut di cepol itu mendecih pelan. "Selalu seperti itu. Apa kamu tidak bosan LDR terus," cibirnya kemudian.
"Hahahahaha." Pemuda di ujung telfon justru tertawa. "Tapi aku tetap mencintaimu meskipun kita LDRan," celotehnya bercanda.
"Heh, menyebalkan sekali karena aku jua mencintaimu."
"Lova!" teriakan dari luar kamar membuat gadis yang tengah menelfon itu menoleh ke arah pintu kamarnya yang tertutup. "Mama memanggilku. Kita telfon lagi nanti. Bye! I love you." Gadis bernama Lova itu mengakhiri panggilan tefonnya.
*****
Seorang gadis remaja menelusuri taman yang berada di area danau yang terletak di pusat Jakarta. Suara percikan air yang berasal dari air mancur di dekat danau menambah kesan asri pada area perpustakaan ini. Keindahan tempat ini membuat gadis yang masih memakai salah satu seragam sekolah swasta di Jakarta itu berdecak kagum.
Sebuah pohon besar di tepi danau membuatnya tertarik untuk duduk sejenak di atas akar pohon yang menjulur keluar dari tanah. Bersantai sembari menikmati keindahan danau berwarna hijau itu. Suara burung-burung terdengar saling bersautan, gemericik suara air dari pancuran air di tepi danau menambah kesan nyaman.
Kenikmatan yang dia rasakan, sayang sekali harus terinterupsi oleh panggilan telfon dari salah satu temannya. Well, sore ini dia memang ada janji bertemu dengan dua sahabatnya di Cafe Djournal. Dengan berat hati dia beranjak dari tempat itu, melangkah menuju jalan setapak, sebelum kemudian menjawab dering panggilan tersebut.
"Halo," sapa gadis itu kepada si penelpon.
"...."
"Kalian telat? Ya udah nggak apa-apa, ini gue udah jalan ke cafe. Gue pesenin makanan sekalian deh, supaya ntar pas kalian datang. Makanan udah ready," celoteh gadis bernama Shalova setelah mendapat kabar dua sahabatnya datang terlambat.
Hari ini, mereka janjian di Cafe Djournal untuk membicarakan mengenai sekolah SMA yang akan mereka tuju setelah lulus nanti. Lebih tepatnya tinggal menghitung hari menuju ujian nasional bagi Sekolah Menengah Pertama.
"..."
"Gue baru dari danau Bintara sih. Cafe Djournal 'kan deket sama kawasan ini, tinggal jalan beberapa blok aja. Ini gue udah... auw!" teriak gadis itu saat tubuh mungilnya menabrak seorang pemuda yang juga sedang telfonan. Gadis itu terjatuh di jalan berpaping.
"Eh, lo nggak punya mata, ya? Nggak lihat kalau ada orang berdiri disini!" bentak pemuda itu marah-marah.
Gadis itu beranjak berdiri dengan perasaan gontok, untung saja ponselnya masih dalam genggaman tangannya. Dengan sangat berani gadis itu menatap balik pemuda yang membentaknya tadi. "Seharusnya pertanyaan itu buat lo sendiri, lo liat dengan jelas 'kan kalau gue punya 2 mata! Lagian lo fikir ini jalan punya nenek moyang lo apa? Berdiri ditengah jalan." Gadis itu balik mengomel.
"Jalan ini emang punya nenek moyang gue! Kenapa? Lo mau protes! Terserah gue mau berdiri dimana aja," celoteh pemuda itu menantang.
"Oh, jadi lo mau pamer? Kenapa nggak sekalian aja lo tulis dijidat lo 'ini jalan nenek moyang gue' yang gede. Trus lo catwalk disini. Biar lo bangga!" oceh gadis itu balik menantang.
"Apa lo bilang? Lo!"
"Kenapa? Lo nggak suka sama omongan gue?" teriak gadis itu menaikkan dagunya angkuh.
"Kok, lo yang nyolot sih, 'kan lo yang nabrak gue!"
"Tapi elo yang udah bikin gue jatuh!"
"Ah, udah deh, males berdebat sama cewek kayak lo, nggak ada gunanya. Mendingan sekarang lo pergi dari hadapan gue!" perintah pemuda itu seenak jidatnya.
Gadis itu sudah sangat geram menghadapi sikap menyebalkan pemuda di hadapannya. Maka dengan tenaga supernya, gadis itu menendang tulang kering pemuda itu hingga dia mengaduh kesakitan.
"Ups, sorry," ledek gadis itu kemudian melangkah perti.
"Argh," teriak pemuda itu mengusap-usap tulang keringnya. "Eh, tikus! Mau kemana Lo?" omelnya seraya mengejar penyebab kakinya terasa nyut-nyutan.
Gadis itu menghentikan langkahnya, lalu melotot tajam pada pemuda yang mengejarnya itu. "Kucing! Nama gue itu Lova, bukannya tikus," geramnya tidak terima dipanggil tikus.
"Dasar bego! Nama gue juga bukan kucing. Kalau lo nggak mau gue panggil tikus, ya jangan panggil gue kucing dong. Nama gue tuh, Chakra."
"Bodo amat! 'Kan lo yang mulai," ketus Lova sewot.
Melihat raut wajah gadis di depannya, tiba-tiba senyum geli muncul di wajah tampan pemuda itu. Entah pergi kemana rasa kesal yang semula muncul akibat ulah gadis itu. Sekarang dia malah menikmati ekspresi kesal gadis di hadapannya.
Dasar aneh!
"AISH, terserah deh," kesal Lova segera berlalu pergi dari hadapan Chakra.
*****
"Aduh... lo ngapain sih, ngikutin gue terus? Gue ini bukan artis, jadi gue nggak butuh stalker kayak lo! Mendingan lo cabut deh, jaga jarak sama gue," omel Seina ke arah makhluk yang sedari tadi mengekorinya sampai ke C**afe Djournal.
Lova semakin gondok dengan tingkah pemuda bernama Chakra itu. Dia fikir urusannya dengan pemuda menyebalkan itu sudah selesai sejak ia meninggalkan taman. Tidak tahunya, pemuda itu malah mengekorinya. Entah apa maksud dari pemuda itu.
Begitu Lova memasuki area cafe, gadis itu melihat ke sekitar guna mencari meja yang kosong. Untungnya ada satu meja kosong yang berada di dekat taman cafe.
Lova menatap tajam mata pemuda yang masih keukeh mengikutinya seraya mendesis marah. "Buat lo! Stop ngikutin gue atau gue akan teriakin lo penguntit," ancamnya pada Chakra.
Gadis itu lekas berjalan menuju meja kosong setelah sebelumnya melempar deathglare untuk Chakra
Lova fikir, pemuda itu akan segera pergi setelah mendengar ancamannya barusan. Tapi ternyata dengan tidak tau malunya, pemuda itu malah duduk santai di kursi depannya. Saat Lova ingin memakinya, seorang pelayan menghampiri meja tersebut. Dengan hati yang dongkol gadis itu menyebutkan pesanannya pada pelayan itu, kemudian setelah mencatat, pelayan itu pamit pergi. Chakra tetap menatap Lova lekat-lekat seolah-olah kalau tatapannya beralih sedetik saja, gadis itu akan menghilang. Bahkan sikap tak acuh Lova tak membuat pemuda itu menyerah. Lova berusaha tak mengacuhkannya dan malah bermain HP seolah-olah Chakra tidak ada.
Lova menghela nafasnya kasar, kemudian meletakkan hpnya dengan kasar lantas menatap pemuda gestrek di sampingnya. "Sebenernya mau lo apa sih?" tanya Lova yang mulai jengah dengan sikap pemuda asing itu yang dengan tidak tau malunya menatapnya tanpa berkedip.
"Akhirnya lo nyerah juga," kekeh Chakra tersenyum lebar, tanpa menyadari bahwa aura di sekitarnya mulai mencekam akibat kejengkelan Lova. "Gue cuma mau kenalan sama lo," ucapnya membuat Lova melotot padanya.
"Gue nggak mau kenalan sama cowok rese' kayak lo, dari tampang lo aja gue udah tau kalau lo itu nggak waras! Lo pasti ada niatan buruk sama gue 'kan, lo punya rencana buat nge-," ocehan Lova langsung berhenti saat Chakra memegang kedua pipinya.
"Bisa nggak, lo bersihin virus-virus negatif tentang gue di otak lo. Ganggu banget tau nggak," bisik Chakra dengan senyum miring yang membuat Seina bergidik ngeri.
"Nggak mau!" tolak Lova lantas menepis kedua tangan Chakra. "Biarin aja otak gue penuh virus, gue nggak peduli," sungutnya kesal.
"Ya, udah siniin hp lo!" perintah Chakra tanpa menunggu persetujuan dari Lova langsung mengambil Hp yang berada di atas meja.
"Eh, apa-apaan sih?" teriak Lova berusaha merebut Hpnya dari tangan Chakra.
"Gue ngerasa kalau setelah ini, kita bakal ketemu lagi. Jadi untuk mempermudahnya, gue simpen kontak lo di Hp gue. Oke!" jelas Chakra kalem.
"Gue doain supaya kita nggak pernah ketemu lagi!" geram Lova.
"Banyakin do'a deh, supaya kita nggak pernah ketemu. Soalnya kalau sampai kita ketemu lagi, gue nggak jamin kalau hidup lo akan setentram sebelum lo ketemu gue. Apalagi gue betah banget bikin lo kesel. Bikin hati gimana .. gitu. Bye cantik!" pemuda itu kemudian pamit pergi.
Lova menatap punggung yang menjauh pergi itu dalam diam. "Sial."