Chereads / MY HUSBAND IS SUCKS / Chapter 3 - Bab 3 Rencana Licik

Chapter 3 - Bab 3 Rencana Licik

Saraa melajukan mobilnya menuju sebuah club malam di mana dia sering ke sana saat berada di Jakarta. Sejak tahu jika pria yang dia cinta telah tiada karena ulah orang tuanya sendiri, Saraa langsung meninggalkna rumah tanpa permisi. Bahkan, dia tak segan membanting sebuah botol di depan orang tuanya yang justru menatapnya tak perduli.

"Ben, kenapa kau harus mati di tangan orang tuaku? Kenapa jadi begini, sih!?" gumam Saraa kesal sambil memukul kemudi berulang kali.

Terdengar bunyi handphone yang terus berdering dan diabaikan olehnya. Terlebih dia tahu siapa yang melakukan panggilan itu kalau bukan dari Nora yang menyebalkan dan terlibat dalam rencana pembunuhan pria yang dia cintai dan incar sejak lama.

"Orang tua jahat. Bisa-bisanya bunuh pria yang dicintai anaknya. Sial aku miliki kedua orang tua seperti mereka. Padahal dia pria terkaya di negeri ini dan aku tak akan kekurangan jika menjadi istrinya. Ini benar-benar sial!" oceh Saraa dan mengabaikan panggilan yang terus berulang-ulang.

Dia terus mengemudi membelah jalan yang masih terpantau ramai lancar, meskipun sudah larut malam. Setengah jam kemudian, sampailah Saraa di sebuah club bernama FunFun Club yang merupakan milik dari sahabat Kakaknya. Langkahnya cepat menuju pintu masuk dan melewati dua orang penjaga yang sudah mengenalnya.

"Apa Horan datang ke sini?" tanya Saraa pada salah satu dari mereka.

"Iya, Non. Tuan Horan ada di dalam sejak dua jam yang lalu," jawab pria tinggi besar tersebut.

Tanpa basa-basi, Saraa langsung masuk dan menuju di mana biasanya Horan duduk. Mata Saraa menatap tajam suasana club yang nampak ramai dengan para pengunjung tengah menikmati alunan musik di antara kepulan asap.

"Saraa!" panggil seorang wanita dengan pakaian amat sexy dan menunjukkan belahan dada yang membuat para hidung belang menelan salivanya berulang kali.

"Hai, Nov. Apa kaulihat Horan?" tanya Saraa langsung setibanya Nova di depan dia.

"Adalah. Dia lagi di kamar cobain barang baru!" jawab Nova enteng sambil tersenyum.

"Sial. Aku lagi kesal tapi dia malah asik buang benih!" gerutu Saraa dengan mata menatap sinis arah lorong menuju kamar yang biasa digunakan para pengunjung untuk menuntaskan kesenangan dunia.

"Ayo duduk dulu! Paling sebentar lagi keluar!" ujar Nova mendinginkan hati Saraa yang nampak kesal.

Tak ada pilihan, Saraa mengikuti ajakan Nova menuju tempat yang tadi digunakan oleh Horan sebelum masuk kamar. Terlihat jajaran botol beer kosong ada di meja. Bahkan, tergeletak dua bungkus alat kontrasepsi serta rokok di sampingnya. Melihat pemandangan itu, Saraa tersenyum kecut dan tak menduga jika Horan masih gemar melakukan freesex pada sembarangan wanita.

"Dasar pria jorok!" decih Saraa muak melihat barang-barang milik Horan di meja. Nova yang tahu Saraa datang dengan suasana hati tak baik memberikan sebotol beer dan duduk di sebelahnya, lalu memperhatikan wajah Saraa dari jarak dekat.

"Jangan marah lagi, Ra. Nanti cantikmu bisa luntur dan cepat tua kalau marah-marah terus!" kata Nova mencoba menghibur hati Saraa. Dia melirik tajam pada Nova yang teramat santai menatapnya, lalu tersenyum kecut, dan meneguk beer di tangannya.

"Aku benci dengan keluargaku, Nov!" kata Saraa menatap ke depan dan bukannya pada Nova yang ada di sampingnya.

"Eh, kok begitu, Ra? Sebenarnya ada apa? Coba ceritakan dari awal," jawab Nova yang bingung akan ucapan Saraa barusan. Saraa menoleh pada Nova yang sejak tadi menatapnya. Dia menatap jeli kedua mata Nova yang meminta penjelasan akan ucapan dia barusan.

"Aish, aku tak mungkin cerita pada Nova kalau Ben dibunuh orang tuaku. Kalau dia bicara pada orang lain bisa gawat," cicit hati Saraa yang masih bisa mengontrol emosinya.

"Aku sedang kalut, Nov. Bukankah kautahu kalau aku cinta pada Ben, tapi dia justru menikah dengan wanita lain. Puncaknya, aku pun tak tahu kalau Ben sudah meninggal!" kata Saraa akhirnya dengan mata menatap tajam pada Nova.

Nova bergeming. Tentu dia sudah tahu tentang kabar pernikahan Ben serta kematiannya yang begitu tragis. Dia menarik nafas dan mengangkat tangan kiri, lalu mendaratkannya di bahu Saraa.

"Aku mendengar kabar itu juga. Aku pun kaget dan tak percaya kalau Ben mati dengan cara seperti itu. Dia meninggal dengan cara tragis dan meninggalkan seorang istri yang kini terpaksa menyandang status janda. Masih muda lagi!" terang Nova yang tahu sedikit tahu tentang istri Ben tersebut. Saraa menatap Nova dengan alis terangkat sebelah. Dia tak menyangka jika sahabatnya bisa tahu tentang hal itu daripada dirinya.

"Kamu kenapa tak bilang padaku kalau Ben akan menikah, terlebih lagi kasih kabar kalau dia sudah meninggal, huh?" oceh Saraa tak habis pikir jika dia yang telat mengetahuinya.

"Kupikir kau sudah menyerah ingin dapatkan Ben karena membiarkan dia menikahi gadis biasa. Yaaa … Meskipun nasib sial justru didapat gadis itu. Aku malah bersyukur kau tak menikah dengan Ben. Bisa jadi janda kamu, Ra!" tutur Nova pada Saraa yang melotot.

"Janda," gumam Saraa pelan.

"Iyalah. Gadis itu sudah jadi janda muda sekarang. Janda kayanya si Ben. Menang banyak juga dia dapat warisan bejibun. Janda muda yang kaya raya dia!" oceh Nova tersenyum dan meraih botol beer.

Saraa terdiam. Dia mencerna semua ucapan Nova. Tiba-tiba senyum sinis terukir di ujung bibirnya dan menatap pada Nova yang tengah bersandar.

"Kenapa lihatku seperti itu? Macam kupunya hutang saja!" kata Nova asal dan membuat Saraa tersenyum sejak kedatangannya sambil membawa wajah suram sejak beberapa saat lalu dan berganti cerah kini.

"Sepertinya aku punya rencana jitu, Nov. Mau ikutan gak?" cicit Saraa tersenyum licik seperti biasanya.

Nova bangun dari duduk malasnya dan meneguk kembali minuman hingga habis. Dia duduk tegak dan menatap raut wajah Saraa yang tak marah lagi dan justru terlihat bahagia.

"Rencana apa?" tanya Nova.

"Porotin jandanya Ben!"

Di dalam kamar, Horan sedang bergerak kasar dengan gerakan maju mundur di atas tubuh seorang wanita yang terus mendesah. Tubuh keduanya terlihat bermandikan peluh, meskipun pendingin ruangan dalam keadaan menyala. Ruangan itu terasa panas diiringi desahan yang saling bersahutan merasakan nikmat dunia yang tengah mereka daki.

"Yeah … Kau nikmat, Sayang," puji Horan tanpa mengurangi kecepatan serta gerakan pinggulnya.

Tak ada jawaban dari wanita di bawahnya, kecuali desahan yang semakin kuat dan membuat tubuhnya mengikuti gerakan Horan. Mendapati wanitanya sudah tak berdaya akan serangan tanpa henti Horan yang tak ada lelahnya, dia mempercepat gerakannya dan berujar.

"Nikmat, huh?" tanya Horan dengan mata tertuju pada wanita itu karena sudah berkeringat banyak dan terus-terusan mendesah serta tak mampu menjawab.

"Ini nikmat!"

Mendengar suara wanita yang baru pertama dia kuasai, senyum Horan terukir jelas. Dia sangat suka mengendalikan banyak wanita di ranjang dan mendominasi tentunya. Tak berapa lama tubuh wanita itu kembali menegang dan Horan mempercepat gerakan demi menuntaskan kegiatan yang membuatnya puas dan menang, hingga lenguhan panjang terdengar dan membuatnya ambruk di atas tubuh wanita itu.

"Kau luar biasa, Cantik!" puji Horan pada wanita itu yang aedang terengah karena baru saja menyelesaikan permainan.

Senyum puas pun terlihat di wajah wanita itu. Horan bengun dari tubuh wanita itu dan berguling ke samping. Dia terlentang dengan selimut yang ditarik oleh si wanita. Sedangkan Horan masih mengatur nafasnya sambil menatap langit-langit kamar. Saat dia menoleh ke samping, rupanya wanita itu sedang menatap dirinya dengan wajah nampak merona.

"Apa yang kaupikirkan? Apa kau sedang memikirkan wanita lain di saat ada aku di sampingmu, Tuan?" tanya wanita itu memastikan dan ingin tahu apa yang ada di otak Horan.

"Hahaha … Kau salah duga! Aku sedang memikirkan hal lain dan kau pasti tak akan minat mendengarkan!" jawab Horan diiringi kekehan dan memiringkan tubuh menghadapnya.

"Jika boleh tahu, hal apa yang sedang kaupikirkan?" tanya wanita itu yang justru kian penasaran.

"Kenapa kau datang ke tempat ini dan menjual dirimu?"