Shiro memandangi kerumunan Senshi yang sedang mengobrol dan bercanda gurau bersama dengan teman-teman mereka. "Aku rasa mereka sama sepertiku. Dunia ini adalah dunia yang selalu kita impi-impikan. Tidak peduli jika nyawa akan menjadi taruhannya, selama kita bisa bebas berpetualang, itu sudah lebih dari cukup. Jangan kau samakan mereka yang ada disini dengan para Senshi yang selalu bersembunyi di balik benteng ibukota. Karena mereka yang ada disini adalah para pemimpi yang terkucilkan dan tidak memiliki tujuan hidup yang jelas. Menyedihkan, tapi tidak adil jika harus menyisihkan orang-orang seperti mereka."
"Mhmm... Aku sama sekali tidak mengerti." kata Putri Cindy, mengerutkan dahinya.
"Saya juga sama, tuan Putri." sahut Yin.
"Jika tidak paham, tidak apa. Lagipula bukan hal yang penting. Yang lebih penting saat ini adalah persiapkan diri kalian untuk menjadi mangsa Goblin." Shiro menggoda mereka dan tersenyum tipis.
"Itu perkataan yang jahat! Shiro-san, perkataan adalah doa!" seru Putri Cindy, menceramahi Shiro.
"Baik, Aku mengerti, tuan putri kecil." kata Shiro dengan santai.
Setelah para pengintai selesai melakukan pemetaan wilayah goa, MrKim yang menjadi komandan perang dari pasukan gabungan para Senshi memerintahkan mereka untuk membentuk party kecil dengan anggota 7 orang.
"Semuanya!! Dengarkan!!" teriak salah seorang yang berdiri di samping MrKim.
Suasana yang tadinya terdengar ramai kini mulai tenang. Baik para Senshi maupun para NPC mulai berkumpul untuk mendengarkan pengumuman.
"Kita akan segera memulai penyerangan! Buatlah party kecil beranggotakan 7 orang dengan setidaknya 2 warga lokal yang tergabung dalam party. Setelah kalian selesai menentukan kelompok kalian, berbarislah di depan pintu masuk goa. Siapapun yang memiliki level di atas 70 berbarislah di barisan paling depan. Level 70 ke bawah berbarislah di barisan tengah dan bagi kalian yang masih mempunyai level 30 dan ke bawah, berbarislah di barisan paling belakang! Sekian!" kata MrKim, menyampaikan pengumuman.
"Sudah kuduga!" keluh Shiro, sedikit kesal. Memang merepotkan baginya, akan tetapi bergabung dengan sebuah party merupakan salah satu syarat untuk mengikuti raid.
Shiro kemudian menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat para Senshi lainnya yang berbondong-bondong membuat party. Hampir seluruh dari mereka membentuk party dengan anggota aliansi maupun kenalan mereka. Sedangkan seluruh anggota aliansi NoobKiller sama sekali tidak ada yang ikut misi ini kecuali dirinya seorang. Selain itu, diapun sama sekali tidak mengenali wajah-wajah dari para Senshi yang ada di kerumunan tersebut, membuatnya merasa bingung harus berbuat apa.
Shiro hanya terdiam di tempat, memandangi kerumunan orang yang berlalu-lalang di hadapannya.
"Shiro-san?" kata Yin lirih, penasaran kenapa Shiro tidak bergegas membuat party.
"Eh, kenapa tidak ada yang mengajak kita bergabung?" kata Putri Cindy, penasaran melihat para Senshi melewati mereka begitu saja.
"Mereka menghiraukan keberadaan kita." sahut Rin, terkekeh pelan.
"Orang bodoh mana yang mau mengajak 4 orang dengan level dibawah 30 bergabung di partinya? Mereka akan berada di barisan paling belakang dan tidak akan mendapatkan apapun!" kata Shiro, sedikit kesal.
"Aku yakin orang bodoh itu cuma kau seorang." Sahut Slayer.
Mereka menoleh ke samping dan melihat Slayer yang sedang berjalan mendekat bersama dengan Sofia.
"Alice! Tumben sekali kau menyapaku. Apa kau merindukanku?" kata Shiro menggodanya.
"Si-Siapa juga yang sudi merindukan orang sepertimu! Aku hanya kebetulan melihatmu saja." jawab Slayer, sedikit gugup.
"Kebetulan? Padahal kau selalu mencarinya sejak masih di ibukota." kata Sofia lirih, melihat ke sekitar.
Alice menginjak kaki Sofia dengan sangat keras sehingga membuat wanita kekar itu kesakitan.
"Sakit sekali! Apa yang kau lakukan?!" sentak Sofia, kesal.
Shiro yang merasa terkejut pun berkata, "Eh, apa itu benar?!"
"Tidak. Berhentilah mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin." kata Slayer dengan raut wajah datar yang sadis.
"Eh hehe.. Benar juga." Shiro hanya bisa tertawa kecil mendengar jawaban Slayer sambil membayangkan betapa seramnya Slayer saat sedang marah,
"Apa kau sudah punya party?" tanya Slayer.
"Seperti yang kau lihat." kata Shiro, menengadahkan tangannya.
"Menyedihkan sekali kau ini. Bahkan di dalam dunia fantasi kau masih tidak mempunyai teman." kata Slayer, mengejek Shiro dengan raut wajah datar yang khas darinya.
"Ah, terimakasih! Jadi kau menyapaku hanya untuk menghinaku?!!" kata Shiro, sedikit jengkel.
Slayer tersenyum dan kemudian berkata, "Kalau kau mau, kau bisa bergabung dengan partyku."
"Be-Benarkah?" kata Shiro, merasa senang.
"Hore! Kita dapat party!" seru Putri Cindy, merasa senang.
"Iya. Kau juga bisa ikut bersama kami, pejuang kecil. Aku rasa pria mesum ini bisa berguna untuk dijadikan tumbal." kata Slayer, menatap sadis mata Shiro.
"Egh... Benar juga. Seperti yang aku harapkan darimu." kata Shiro, lesu.
"Kalau begitu aku pergi dulu. Kalian nikmatilah waktu kalian berdua." kata sofia, mengajak Cindy dan yang lainnya meninggalkan mereka berdua. Sambil terus berjalan, Sofia menoleh ke belakang, tersenyum dan mengacungkan jempolnya ke arah Shiro.
"Apa yang dipikirkan Sofia-san? Meninggalkanku sendiri dengan Alice!" kata Shiro dalam hati, kesal dengan Sofia yang meninggalkannya.
Wajah Slayer sedikit memerah karena merasa gugup harus berbincang berdua dengan Shiro.
"Hufft... Siapa saja yang ada di kelompok kita?" tanya Shiro, mencoba untuk menghilangkan suasana canggung mereka.
Karena tidak sanggup menjawab pertanyaan Shiro dengan bertatap muka secara langsung, Slayer menjawab pertanyaannya dengan menoleh ke samping. "Se-Selain kita berdua, ada Nichole, Dara dan Niken."
"Tidak ada Guardian?" tanya Shiro, kecewa.
"Bukankah sudah kubilang, aku akan menggunakanmu sebagai tumbal." kata Slayer, menggoda Shiro dengan menatapnya dengan raut wajah sadis.
"Serius??" kata Shiro ketakutan.
Melihat Shiro yang benar-benar ketakutan, Slayer terkekeh dan kemudian berkata, "Kau ini pria tapi penakut. Tentu saja tidak. Aku tidak sejahat itu."
Sejenak Shiro tertegun melihat Slayer yang sedang tetawa. Sejak pertama kali bertemu dengannya, ini adalah pertama kalinya ia melihat Slayer tertawa lepas. "Saat sedang tertawa, kau kelihatan cantik sekali." kata Shiro tersenyum manis.
Mendengar sanjungan Shiro, Slayer pun mendadak berhenti tertawa. Dia merasa sangat senang sehingga membuatnya semakin tersipu. Akan tetapi dia mencoba menahan kebahagiaannya dengan merubah ekspresinya dengan raut wajah datar dan berkata, "Berarti aku jelek saat tidak sedang tertawa?"
"Eh.. Bukan begitu maksudku!" kata Shiro, kaget dengan pemahaman Slayer.
"Lalu?" kata Slayer, mendekatkat wajahnya, memaksa Shiro untuk menjawab pertanyaannya.
"Eh... Aku lupa jika pria selalu salah." kata Shiro, mengehela nafas.
Slayer tersenyum dan kemudian berkata, "Kalau begitu pergilah cari 2 NPC untuk bergabung dengan party kita. Kita tidak bisa menyuruh Cindy dan yang lainnya sebagai tim pengumpul darah."
"Ma-Maaf jika aku mengganggu kalian! Tapi.. Bolehkah kami bergabung dengan tim kalian??" Tiba-tiba 2 orang NPC menundukkan tubuhnya, memohon untuk bergabung dengan party mereka.
Shiro yang merasa tidak asing dengan suara tersebut pun bergegas menoleh ke belakang. Tepat di belakangnya, Ana dan seorang prajurit kerajaan sedang menundukkan tubuhnya, menggendong 2 tong kecil di punggung mereka.
"Ana?? Apa yang kau lakukan disini?!" kata Shiro, terkejut melihat sosok Ana yang membungkuk di hadapannya.
Kedua NPC tersebut pun mulai menegakkan tubuh mereka.
"Hehe.. Aku bergabung dengan tim pengumpul darah." kata Ana dengan senyuman manis. Ia merasa sangat bahagia karena akhirnya dapat melihat wajah yang telah lama ia rindukan.
"Maaf, tapi kami tidak menerima anggota perempuan." sahut Slayer dengan raut wajah tanpa ekspresi, memandangi dada Ana yang sangat besar dan bulat.
Mendengar perkataan pedas dari Slayer, suasana hati Ana yang lagi bahagia pun tiba-tiba rusak. "Eh?! Be-Benarkah??" kata Ana, terlihat sangat kecewa.
"Hey! Bukankah itu terbalik??" Shiro yang tahu jika Slayer membenci pria pun terkejut mendengar seorang Alice menolak seorang perempuan yang ingin bergabung dengan kelompoknya.
Shiro mencoba menyakinkan Slayer untuk membiarkan mereka bergabung dan berkata, "Tenanglah. Mereka ini kenalanku, warga dari desa Bae. Ini Ana dan prajurit ini adalah..."
"Aku Feri, tuan." sahut prajurit kerajaan yang berdiri di samping Ana.
"Dia adalah Very." kata Shiro, melanjutkan perkataannya tadi.
"Feri, tuan." kata Feri, mengkoreksi Shiro.
Shiro mendekatkan wajahnya ke telinga Slayer dan berbisik, "Lagi pula kenapa kau tidak mengijinkannya bergabung? Dia bahkan lebih kuat dari prajurit itu. Lihatlah statusnya."
"Di... Dia pasti akan merepotkan, jadi tidak bisa." kata Slayer, merasa gugup karena wajah Shiro terlalu dekat dengannya.
"Aku mohon, biarkan kami bergabung." kata Ana, membungkukkan badannya dan memohon.
"Tidak bisa. Apapun alasannya kalian tetap tidak boleh bergabung dengan kita." kata Slayer, menegaskan kata-katanya.
"Cih! Kalau begitu aku akan mencari kelompok lain yang mau menerima mereka." sahut Shiro, kesal dengan keegoisan Slayer.
"Kenapa kau bersikeras membawa mereka?!" tanya Slayer, kesal.
"Gadis ini adalah cucu dari kepala desa Bae. Mereka telah menyelamatkanku. Aku punya hutang kepada mereka. Kita akan memasuki sarang musuh dan aku ingin melindungi mereka!"
Slayer semakin terlihat kesal, dan mengerutkan bibirnya. Ia kemudian menghela nafas dan berkata, "Baiklah. Kalian boleh bergabung. Tapi jangan merepotkan kami!" Karena Slayer tidak mau jika Shiro keluar dari kelompoknya, ia pun dengan sangat terpaksa mengijinkan Ana untuk bergabung.
"Benarkah?? Terimakasih!" seru Ana, merasa sangat senang.