======================
8 Ocktober 2019. Jam 22:10.
======================
Suasana di dalam benteng ibukota masih terlihat sangat ramai, terutama di beberapa bar yang dipenuhi oleh para Senshi yang sedang menghabiskan malam mereka dengan bermabuk-mabukan dan menyewa pelacur.
"Meritz, aku rasa kita perlu membatalkan rencana kita untuk menyerang kembali Raid Zone tersebut. Aku dengar kabar jika para Cloud sudah kembali dan mereka bertiga kembali dalam keadaan kritis." kata Lyz, yang duduk di salah satu meja bersama dengan Meritz.
"Apa?! Mereka dalam keadaan kritis?? Tidak mungkin!! Sekuat apapun musuh yang mereka hadapi, tidak mungkin mereka bisa kalah, apalagi sampai kritis!" seru Meritz, terkejut.
"Tapi aku mendengar kabar tersebut beberapa waktu yang lalu langsung dari anggota NoobKiller sendiri."
"Sebenarnya musuh seperti apa yang telah mereka hadapi?" kata Meritz, merenung.
Di sisi lain Bar.
"Ah... Aku terlalu banyak minum... Aku sudah tidak sanggup lagi untuk tetap hidup seperti ini." kata seorang Berserker, merenungi nasibnya.
"Kenapa kau tidak ikut bersama kami saja. Minggu depan kami akan kembali pergi berburu monster." sahut seorang Wizard dari aliansi GOW yang duduk satu meja dengannya.
"Monster, kah...? Aku sangat iri dengan kalian yang masih sangat bersemangat untuk pergi berburu, walaupun kalian tahu jika nyawa kalian akan menjadi taruhannya. Kalian terdengar seperti seorang petualang sejati. Sedangkan aku... Aku hanyalah seorang pengecut yang hanya bisa bersembunyi dibalik benteng yang aman ini." kata si Berserker.
"Setidaknya kau masih mau bekerja sebagai pengawal NPC, tidak seperti mereka yang selalu mengurung diri didalam kamar penginapan." kata si Wizard, menyemangati temannya.
Dengan kepala bersandar di atas meja, si Berserker hanya termenung memandangi gelas bir yang ada di hadapannya.
.
.
Di desa Bae, tempat tinggal Ana dan Turi.
Setelah kepergian Shiro dari desa Bae beberapa minggu yang lalu, desa ini cukup sering diserang oleh kawanan monster. Aliansi Gentayangan yang bertugas menjaga desa tersebut bekerjasama dengan 5.000 prajurit untuk mengusir segala ancaman yang datang mengancam.
Walaupun ada cukup banyak korban yang jatuh dari pihak militer kerajaan Mataram, akan tetapi mereka masih bersemangat untuk menjaga desa tersebut dikarenakan para warga masih menolak tawaran sang kapten kerajaan untuk mengungsi ke ibukota.
Di depan salah satu rumah warga, tempat para anggota aliansi Gentayangan tinggal, TukangSantet dan para anggotanya sedang bersantai menikmati minuman hangat yang para warga suguhkan.
Tiba-tiba saja salah seorang prajurit kerajaan datang dengan raut wajah panik.
"Ada apa?" tanya PenggaliKubur.
"Tuan, ada sesuatu yang sedang mendekat, dan jumlah mereka ada puluhan ribu!" kata prajurit tersebut panik.
"Monster?!" tanya TukangSaantet.
"Saya belum tahu pasti, Tuan."
"Baiklah. Suruh seluruh warga untuk pergi mengungsi dan kumpulkan seluruh prajurit ke belakang gerbang desa!"
"Hey, leader! Mereka bukan Monster!! Cepat buka gerbangnya!" teriak salah seorang anggota aliansi Gentayangan yang sedang memantau dari atas menara yang terletak di samping gerbang.
"Bukan Monster?" tanya TukangSantet penasaran. Ia menoleh kearah PenggaliKubur dan kemudian berkata, "Baiklah, buka gerbangnya!"
Saat para prajurit membuka gerbang desa, mereka terlihat terkejut melihat kerumunan NPC yang terlihat sangat panik berlarian memasuki desa.
"Apa kau yang sedang menjaga desa ini?" kata salah seorang Senshi kelas Warrior yang datang bersama dengan gerombolan NPC tersebut.
"Benar. Apa yang telah terjadi?" tanya TukangSantet.
"Ratusan ribu Goblin menyerang desa yang kami jaga, dan mereka semua adalah warga desa Kirig dan desa Dawe."
"Tidak mungkin! Desa Kirig saja memiliki lebih dari 50 ribu penduduk, ditambah desa Dawe... Dan jumlah mereka hanya tinggal ini?" sahut Turi, terkejut.
"Kau seorang Wizard kan?! Jika kalian tidak mau pasukan Goblin menghancurkan desa ini, maka cepatlah buka portal menuju ke ibukota!" kata Senshi lain, seorang Ninja yang barusaja datang bersama dengan rombongan warga desa Kirig dan Dawe.
"Ba-Baiklah..." kata seorang Wizard dari aliansi Gentayangan.
"Maafkan saya menyela pembicaraan kalian, Tuan. Akan tetapi kami tidak akan pernah meninggalkan desa ini walau apapun yang terjadi." sahut Turi.
"Hoi, tua bangka! Kau tidak tahu apa yang sedang mengejar kami! Jika kau sudah bosan hidup, kau bisa tinggal disini seorang diri!" sentak Ninja tersebut, merasa kesal atas ucapan Turi.
"Ta-Tapi... Jika kita membiarkan desa ini dihancurkan oleh pasukan Goblin, maka hal itu juga akan berdampak buruk bagi seluruh Senshi." kata Turi.
"Huh? Apa maksudmu?!"
"Kalau soal itu... Saya tidak bisa mengatakannya..." jawab Turi, sedikit ragu.
"Aku dan beberapa temanku akan tinggal disini untuk membantu kalian. Mungkin kami akan mati jika kami tetap disini. Oleh sebab itu, setidaknya beritahu kami apa yang sedang kami lindungi di desa ini." sahut Warrior tadi yang berdiri di depan TukangSantet.
"Persetan dengan desa ini! Jika kalian ingin tetap disini itu hak kalian. Tapi aku mohon bukakanlah portal menuju ke ibukota! Aku akan membayar kalian berapapun kalian mau!" seru Ninja tadi.
Wizard muda dari aliansi Gentayangan yang diminta untuk membukakan portal hanya bisa terdiam sembari melihat kearah TukangSantet.
TukangSantet yang sudah mengetahui betapa pentingnya desa Bae pun merasa bimbang untuk tetap menjaga desa tersebut. Karena ratusan ribu pasukan Goblin bukanlah musuh yang bisa mereka kalahkan.
"Bagaimana menurutmu?" tanya TukangSantet ke PenggaliKubur.
"Hey hey... Kau adalah pimpinan kami. Jangan tanyakan hal itu kepadaku. Tenang saja, kami akan selalu mengikuti keputusan yang akan kau ambil. Tapi menurutku kita memang perlu untuk memindahkan para warga kembali ke ibukota. Karena kita tidak bisa bertarung sambil melindungi orang sebanyak ini."
"Apa kita tidak bisa meminta bantuan dari Senshi yang ada di ibukota?" tanya si Warrior.
"Apa kau pikir ada yang mau menjadi sukarelawan untuk misi bunuh diri??" jawab PenggaliKubur.
"Cih! Cepatlah!" seru si Ninja, terlihat tidak sabar.
Sejenak TukangSantet terdiam, memikirkan apa yang harus mereka lakukan di situasi genting ini.
"Tolong, Tuan. Jangan biarkan desa ini hancur. Kami akan membantu melawan pasukan Goblin." kata Turi, memohon kepada TukangSantet.
Melihat semangat Turi, TukangSantet pun merasa tidak tega jika harus membiarkan para prajurit beserta warga desa melawan pasukan Goblin seorang diri. Dia akhirnya memutuskan untuk tetap tinggal dan menjaga desa Bae.
"Buka portalnya dan kirim para pengungsi ke ibukota!" seru TukangSantet kepada para anggota aliansinya. Ia kemudian menepuk pundak PenggaliKubur dan berkata, "Ikutlah bersama mereka. Ajak para anggota kita yang lainnya dan mintalah bantuan kepada para aliansi besar untuk membantu kita disini."
"Serahkan saja kepadaku!" seru PenggaliKubur dengan penuh semangat.
Dengan begitu PenggaliKubur memimpin pengawalan warga desa Kirig dan Dawe menuju ke ibukota.
Sedangkan Ana terlihat termenung di teras depan rumahnya. Ia mendongakkan wajahnya memandangi bintang di langit sambil berharap Shiro dalam keadaan baik-baik saja.