Chapter 10 - 10

Arsha terus melihat keseliing, matanya menjelajahi puncak yang dipenuhi dengan lilin dan banyaknya bunga mawar yang menjadi hiasanย  membuat tempat itu sangat romantis.

Namun bukan itu titik fokus Arsha sekarang, ia kini tengah gelisah sebab pria yang mengajaknya kesini menghilang bak ditelan bumi. Arsha sama sekali tak melihat laki-laki tersebut, ia sama sekali tak menemukan Arka padahal tempat yang dapat disebut cafe itu lumayan sepi.

Sekali lagi ia melihat keseliling, namun retinanya tak duga menemukan Arka membuat ia sedikit cemas akan keberadaan laki-laki itu.

Dengan langkah gontai ia menarik kakinya menuju salah satu kursi, yang berada didekat ia berdiri tadi. Rasanya ia ingin menangis, bagaimana bisa Arka mengajaknya kesini sedangkan lelaki itu menghilangm embuat Arsha seperti anak yang kehilangan induknya.

Arsha tersentak saat pundaknya ditepuk dari arah belakang, ia menoleh dan mendapatkan Arka sedang tersenyum lembut kearahnya.

"Maaf, saya tadi habis menerima panggilan dari kantor. Kamu kenapa nggak langsung mesen," penjelasan serta pertanyaan dari Arka membuat Arsha lega serta kesal secara bersamaan.

Bagaimana Arka dengan mudahnya menyuruh Arsha memesan sedangkan ia dilanda khawatir akan keberadaan pria berjas itu.

Bukan, bukan karna Arsha menyukai Arka, yang membuat gadis itu khawatir. Tapi karna Arsha takut tidak dapat pulanglah yang membuat gadis itu cemas.

"Saya tidak tau mau memesan apa pak."

"Ck, yah pesan saja yang kamu inginkan Arsha, saya pasti akan bayar makanan kamu."

"Pelayan," ujarnya memanggil pelayan membuat Arsha mengikuti arah pandang Arka.

Pelayan itu datang membawa buku menu serta catatan nya. "Ini tuan bukunya." Ucapnya dengan menunduk kepalanya.

"Kamu mau makan apa Arsha," Arka mengalihkan pandangannya dari buku menu kewajah ayu milik Arsha.

"Terserah bapak saja."

Arka menyebutkan pesanannya, setelah pelayan itu berlalu kini Arka memusatkan perhatiannya ke arah Arsha, tepatnya ia menatap wajah cantik gadis didepannya.

"Saya ingin kamanggil saya Tampa embel-embel 'pak' bisa?"

"Tapi..itu tidak sopan pak, mengingat anda adalah orang yang menggaji saya," jawab Arsha dengan kalem.

"Tapi saya menginginkan kamu memangil saya hanya dengan nama saja," ucap Arka menekankan kata 'hanya' untuk memperjelas keinginannya, membuat Arsha menunduk.

"Kenapa menunduk, saya jadi tidak dapat melihat wajah cantik kamu," ucapan Arka sukses membuat jantung Arsha serasa ingin loncat dari rongga dadanya.

"Kamu blushing Arsha, dan saya suka." Lanjut Arka Tampa memperdulikannya kan bahwa gadis itu sudah sangat malu dibuatnya.

Arsha mengalihkan pandangannya guna menyembunyikan wajahnya yang sudah sangat merah padam hingga ketelinga. Bagaiman bisa Arka berkata Tampa memikirkan efeknya bagi Arsha.

"Arsha," panggil Arka.

Arsha mengalihkan pandangannya kearah Arka,"iya pak."

"Ck, saya sudah bilang panggil nama saja," ucapnya penuh penekanan.

"Ma..maaf."

"Jangan meminta maaf untuk sesuatu yang tidak seharusnya."

Setelah Arka mengucapkan kata-kata itu, mereka terdiam hingga pelayan meletakkan pesanan mereka diatas meja.

Arsha yang melihat banyaknya makan yang Arka pesan menjadi bingung, apa yang menjadi bagian untuk ia makan.

Arka yang melihat keterdiaman Arsha, menyodorkan satu piring pasta kearah Arsha. Membuat gadis itu mengucapkan terimakasih, lalu dengan lahap ia menyantap makan malam yang sebenarnya sudah lewat.

"Em..pak?" Panggil Arsha pelan.

Arka mengangkat sebelah alisnya, menunggu kelanjutan dari ucapan Arsha. "Kenapa bapak bawa saya ketempat ini?"

"Karna saya ingin," jawaban dari Arka membuat Arsha bingung.

Melihat wajah bingung Arsha, membuat Arka menarik hidung mungil milik Arsha. "Saya mau nanya sama kamu," Arka kembali buka suara.

"Mau nanya apa pak?"

"Kayaknya tadi saya udah bilang untuk nggak manggil saya pak."

Arsha tersenyum kikuk mendengar nada sindiran dari pria dihadapannya ini. "Em..saya nggak terbiasa pak," balas Arsha pelan.

"Makanya harus dibiasain dari sekarang,"

Arsha hanya tersenyum kikuk mendengar ucapan Arka. Setelahnya tak ada lagi yang membuka suara, Arsha yang terlalu asyik memandangi pemandangan yang nampak indah dari atas bukit.

Arka menatap lekat wajah gadis yang ada dihadapannya,"Adek kamu kelas berapa."

"Ha, eh kelas dua belas pak..maksud saya Ar..Arka,"

Arka yang mendengar Arsha menyebut namanya Tampa embel-embel pak, mengulas senyum tipis.

"Saya suka kamu manggil saya tanpa 'pak' didepannya."

"Jadi Adek kamu rencananya mau lanjut kuliah dimana?"

"Saya masih belum tau pak."

"Ck, kenapa kamu pake 'pak' lagi sih."

"Saya aneh kalau hanya mengucapkan nama saja."

"Ck, terserah." Jawab Arka dengan nada merajuk, membuat Arsha yang mendengarnya agak geli.

"Gimana kalau Adek kamu kuliah disini aja, terus tinggal dirumah kita aja biar sekalian nemenin kamu." Usul Arka.

"Kita," beo Arsha bingung.

"Maksud saya rumah saya," ujar Arka memperbaiki kalimatnya. "Tapi kalau kita juga nggak papa sih."

"Saya nggak tau pak." Jawaban Arsha membuat Arka menaikkan sebelah alisnya.

"Kenapa?"

"Sebenarnya uang tabungan saya belum cukup untuk biaya Adek saya kuliah," jawab Arsha pelan.

"Kalau gitu, biar saya aja yang ngurus Adek kamu." Cetus Arka.

"Eh..maksud bapak."

"Ya, saya yang akan ngurus Adek kamu, kamu nggak usah mikirin soal biaya biar itu urusan saya."

"Pak, bapak nggak usah sampai sebegininya sama saya, saya masih bisa ngurus Adek saya pak. Saya nggak mau ngerepotin bapak."

"Ngerepotin apa sih, saya nggak keberatan kok."

Arsha menghela nafas pelan,"tapi.."

"Kenapa kamu kayaknya keberatan saya bantu."

"Bukan gitu pak, tapi saya nggak tau Adek saya mau atau enggak."

"Yaudah kamu tanyak nanti."

Arka memilih tak menjawab, karna ia lebih menikmati wajah Arsha yang bersinar dibawah rembulan.

"Arsha, kalau saya bilang saya suka kamu, kamu percaya nggak."

*******