Pasukan kerajaan berbondong - bondong menyisiri penjuru desa guna mencari keberadaan Ursulla. Pencarian tersebut dipimpin oleh Panglima Hito. Satu persatu tempat telah mereka telusuri namun sama sekali tak menemukan jejak Ursulla. Sampai Panglima dan beberapa prajurit lain menemukan sebuah bangunan roboh, pohon - pohon sekitar tumbang serta beberapa orang tergeletak tak berdaya.
"Apa semalam ada badai?" tanya Panglima Hito melihat keadaan tempat tersebut yang rusak.
"To... tolong kami tuan!" Pinta salah satu orang yang terluka menahan sakit.
"Apa yang terjadi?"
"Wa.... Wanita iblis." Pandangannya diliputi teror. Tubuh pria itu gemetar, "I...ini semua gara-gara wanita itu. Dia sungguh mengerikan."
Panglima Hito mengerutkan kening, menelaah apa yang pria ini katakan. Keadaan pria itu sungguh mengenaskan. Kaki dan tangannya patah. Lalu pandangan Panglima Hito bergulir pada pria lain yang juga mengalami nasib yang sama. Dan satu di antaranya tewas dengan luka di tempurung kepala.
Merasa ada yang tak beres, Panglima Hito mulai memberondongi para pria tersebut dengan berbagai pertanyaan.
"Tak mungkin, kalian pasti mengarang cerita. Kalian mabuk, mulut kalian berbau arak." Sanggah salah satu prajurit tak percaya akan cerita mereka.
"Kami memang mabuk. Ta... Tapi kami ingat jelas kejadian semalam sungguh mengerikan."
Panglima Hito mengernyit, mencoba mencerna penjelasan para pria itu. Meski mustahil, namun Panglima sadar akan satu hal bahwa wanita yang dikatakan para pria tersebut sama halnya dengan ciri-ciri Ursulla. Gadis manis berambut panjang berpakaian sutra merah muda menggunakan gelang aneh di tangannya ( jam tangan ). Sambil memiringkan kepala, Panglima tengah berpikir akan sesuatu.
*****
"Aku Ara Wato, saat ini kau berada dalam gua."
Ursulla mengerjap. Untuk sepersekian detik ia mencoba memahami sesuatu.
"Gua? Ini tahun 2020 kan?"
Pria bernama Ara Wato itu menarik sudut bibir, ia lalu duduk di atas batu dengan santai, "Ini era dinasti Cheon, Ursulla."
Mata Ursulla melebar, "APA?" Dirinya menggeleng tak percaya, "Tak mungkin, kau tak seperti orang dari Cheon dan kenapa kau tahu nama ku?"
"Aku sama seperti mu dari masa depan. Dan--" belum sempat menyelesaikan perkataannya, Ursulla langsung menyela lantaran sadar akan sesuatu.
"Dan kau adalah orang yang diceritakan dayang Sora. Ia melihat pria aneh berjas. Ternyata dia memang tak berhalusinasi." Tebak Ursulla.
"Tepat sekali." Pria itu bertopang dagu, "Dan aku yang membawa mu ke sini, karena semalam kau pingsan. Sekarang kau telah menjadi buronan."
Ursulla terdiam, mencoba mengingat kejadian semalam. Pikirannya pun melayang kesemua kejadian yang dialaminya sebelum dirinya terperosok masuk ke zaman peradaban ini. Ia juga tak habis pikir apa yang telah terjadi.
Apa gara-gara teriakan itu yang membawanya masuk ke abad dinasty Cheon? Apa kerusakan semalam juga terjadi karena suaranya?
Ara Wato hanya tersenyum melihat raut bingung Ursulla. Ia kemudian terlonjak kaget saat Ursulla tiba-tiba mencengkeram kerah kemejanya,
"Aku pasti jadi buronan, lalu bagaimana caranya agar kembali ke tempat asal ku? Apa aku harus berteriak sekeras mungkin?"
Ursulla bersiap berteriak, namun bibirnya langsung ditutup oleh tangan pemuda itu.
"Wuoo jangan kau lakukan!"
"Apa maksud mu? aku ingin segera kembali ke tempat asal ku."
"Memangnya teriakan mu bisa membawa mu kembali? Dan jika kau kembali apa yang akan kau lakukan? Bukankah ibu dan saudara tiri mu sangat membenci mu?"
Mendengar pertanyaan tersebut, Ursulla menatap kaget Ara Wato.
"A.... apa maksud mu? Kenapa kau tahu tentang ibu dan saudara tiri ku?"
"Kau tahu, ini bukan kali pertama kita bertemu."
"Bertemu?" Ursulla berfikir keras. "Dimana? Kapan?"
"Ingatkah kau saat perayaan festival Hanyang tahun 2020?" Ara Wato menerawang, mengingat kembali kejadian di tahun itu, "Saat itu kau sedang berlari teburu - buru sampai menabrak seseorang. Dan orang yang kau tabrak itu adalah aku. Dari situlah aku menyadari kau bukan orang biasa."
"Aku kemudian mengikuti mu. Lalu apa kau pikir teriakan mu waktu itu yang membawa mu kesini?" Ara Wato menggeleng, "Hmm... kau salah Ursulla."
"Akulah yang tak sengaja membawa mu kesini. Karena aku.... Ara Wato sang pengendali waktu."
Untuk sepersekian detik Ursulla terdiam mendengar penjelasan pria itu. Dia pun menggeleng tak percaya.
Pengendali waktu? Sungguh tak masuk akal.
Alis Ara Wato terangkat. Dari ekspresi Ursulla, ia bisa menebak bahwa gadis itu masih tak percaya ucapannya.
"Tahukah kau, dunia ini terdapat orang-orang spesial." Ara Wato mulai bercerita, "Namun tak sedikit dari mereka menyadari kemampuannya. Kekuatan mu memang ada pada suara mu, tapi tidak untuk menjelajah waktu."
"Sebab teriakan mu waktu itu membuat jarum jam yang biasa ku pegang berputar tak menentu hingga membuat pikiranku menembus ke sini." Jelas Ara Wato.
"Lalu kenapa hanya aku yang terbawa?"
Ara Wato menggidikkan bahu, "Entahlah, tapi yang jelas ada sebab pasti ada akibat. Begitu juga sebaliknya."
"Kalau begitu bawa aku kembali ke tempat asal ku. Istana jauh lebih mengerikan dibanding ibu dan saudara tiri ku."
"Aku pasti akan mengembalikan mu ke tempat asal mu. Tapi tidak sekarang." Jeda sejenak ia mengimbuhkan, "Kau harus kembali ke istana!"
"Tidak akan!"
"Jika kau ingin kembali, maka kau harus ke istana dulu. Ada sesuatu yang harus kau lakukan." Ara Wato maju. Menatap serius Ursulla, "Bawakan buku catatan serta ponsel ku yang tertinggal di sana!"
Ursulla langsung terkejut,
"Jadi semua itu milik mu?" Ursulla menggeleng, "Aku tak mau mengorbankan nyawa hanya demi buku dan handphone mati itu."
"Buku dan ponsel itu berisi catatan yang sangat penting. Jadi lakukanlah untuk ku. Aku akan melindungi mu."
"Kau kan pengendali waktu, mengapa tak kau ambil sendiri?"
"Jika aku bisa, sudah dari dulu ku lakukan."
Ursulla berpikir keras, apa ia harus melakukan kesepakatan itu? Tapi bagaimanapun juga satu - satunya cara agar ia dapat kembali ke dunianya hanya lewat pria ini.
"Lagipula Raja Reijin tidak mati."
Ursulla seketika memgangkat kepala, "Bagaimana kau tahu?"
"Percayalah padaku, karena aku sudah berkali - kali menjelajah waktu." Jelas Ara Wato tegas.
Meski berat hati, akhirnya Ursulla menyanggupi permintaan Ara Wato.
****
"Kakak bangun!"
Seorang anak berusia sekitar 6 tahun menunduk di depannya. Anak itu tersenyum melihat dirinya membuka mata,
"Kak Reijin, apa kakak akan ikut bersama ku?"
Raja Reijin mengangguk. Ia bangkit lantas meraih jemari mungilnya.
"Temani aku kakak." Anak itu berbinar senang ketika Raja Reijin menggandeng tangannya. Namun perlahan, ia melepas genggaman Raja Reijin membuat sang Raja mengernyit bingung.
"Kakak boleh menemani ku. Tapi tidak sekarang."
Anak tersebut mundur. Raja Reijin berusaha menggapai tangan anak itu lagi. Namun perlahan-lahan anak itu melebur hilang.
Sebuah mimpi yang bertahun-tahun mengganggu tidurnya datang lagi. Namun kali ini dengan mimpi yang berbeda. Sosok anak tersebut menghampirinya, membangunkan dirinya dari kondisi kritis.
Raja Reijin tersadar. Matanya terbuka dan terbatuk - batuk. Melihat Raja Reijin sudah sadar, seluruh istana bahagia. Termasuk ibu suri, ia bersyukur anaknya bisa melewati masa kritis. Sang ibu lantas memeluk Raja Reijin dengan linangan air mata bahagia.
"Putera ku, kau jangan membuat ibu khawatir!"
"Aku tak apa-apa ibu. Lagipula dengan kenjadian ini setidaknya aku bisa tidur pulas." Ucapnya lirih sembari melepas pelukan ibunya.
Meski masih kesulitan, Raja Reijin mencoba bangun dari ranjang.
"Nak kau harus istirahat dulu!"
"Aku sudah cukup istirahat ibu."
"Aku harus segera mencari siapa yang memanah ku?" Raja Reijin menoleh kepada kasim dan dayang yang juga menunggunya , "Kalian panggil Panglima Hito ke sini!"
"Maaf Yang Mulia, Panglima Hito sedang tidak ada di istana. Panglima sedang menjalankan tugas dari Yang Mulia ibu suri." Terang salah satu kasim.
"Tugas apa ibu?" Manik tajamnya melirik ke arah ibu suri.
"Panglima aku tugaskan mencari buronan yang kabur. Ahh..... itu tak penting, lebih baik kau harus istirahat dulu." Ujar ibu suri mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Buronan? siapa maksud ibu?"
Dengan berat hati ibu suri berkata, "Perempuan pembawa petaka itu, Ursulla."
Raja Reijin menggeleng tak habis pikir dengan tindakan ibunya. Ibunya pasti berasumsi bahwa kecelakaan ini akibat kedatangan Ursulla yang dicap sebagai pembawa bencana.
Menghela nafas berat, ia bangkit dari ranjang. Tanpa memperdulikan orang - orang di sekitar, Raja Reijin segera beranjak keluar istana meski tubuhnya masih lemas. Ia sama sekali tak mempedulikan teriakan Ibu Suri yang mencoba menghalangi. Ia melangkah pergi dengan beberapa prajurit setianya untuk mencari Ursulla. Entah kenapa hatinya merasa ingin membawa Ursulla kembali ke istana.
***
#Jangan lupa vote dan koment nya ya!!! Terima kasih buat yang berkenan membaca