Chereads / Aku dan Suamiku / Chapter 10 - Part 8 Dia Membuatku Kehabisan Kata

Chapter 10 - Part 8 Dia Membuatku Kehabisan Kata

Mataku rasanya susah sekali terbuka. Namun, sinar mentari memaksaku untuk membukanya. Menyilaukan dan membuatku pusing.

 

Benar sekali, gorden lebar di kamar ini telah terbuka, menampakkan pemandangan kolam renang beserta taman di sekitarnya. Pemandangan tropis yang indah. Sebentar, mentari? Pagi?

 

Ya Tuhan!

 

Jam berapa ini?!

 

Shit! 08.56?!!

 

8 missed call dari Sha, 6 missed call dari Luna.

 

Ya Tuhan. Aku ketinggalan kuliah dosen killer hari ini. Semoga tidak ada tes dadakan. Tidak ada presentasi dan tidak ada tugas. Wah, bisa-bisanya aku bangun sesiang ini. Padahal aku jarang sekali bangun kesiangan. Ck. Pasti gara-gara semalam.

 

"Sudah bangun?"

 

"Astaghfirullah!"

 

Suara maskulin itu entah datang dari mana. Dan sejak kapan dia berdiri di sana. Mengagetkanku saja.

 

"Tutupi dulu dadamu. Lalu mandilah. Setelah itu kita sarapan." katanya lalu berlalu dari kamar yang kami tempati.

 

Dengan gerakan lambat, aku melihat ke arah yang ditunjuknya. Dan, Shi-baiklah, aku dilarang mengumpat. Rasanya aku ingin menenggelamkan diri saat ini juga. Bagaimana bisa, dadaku terpampang nyata dan dilihat olehnya. Aku malu sekali.

 

Ikatan di bahtrobe-ku sedah lepas. Dan kain tanpa pengait itu, terbuka, menampakkan kedua belah payudaraku dengan sangat jelas. Tanpa tertutup selimut.

 

"Aaaaaargh!"

 

"Sial! Sial! Sial!"

 

----------

 

Aku keluar kamar mandi setelah lebih dari tiga puluh menit mengurung diriku di kamar mandi. Oh, lupakan dosen killer. Aku telah melupakannya. Pikiranku teralih pada kejadian super memalukan sebelum aku mandi tadi. Kejadian yang membuatku ingin tenggelam ditelan bumi hidup-hidup. Kejadian yang paling memalukan sepanjang 21 tahun aku hidup. Kalau begini, bagaimana bisa aku menampakkan wajahku di hadapannya?

 

"Apa memang mandimu selalu lama?"

 

"Astaghfirullah!" Ya tuhan. Ya Tuhan. kenapa dia selau mengagetkanku. Duduk di sofa, tanpa aku melihatnya? luar biasa.

 

"Apa aku mengagetkanmu?"

 

"I-Iya."

 

"Lain kali, kalau mandimu masih tetap lama, aku yang akan memandikanmu."

 

Speecless.

 

Aku tidak tahu harus menanggapinya seperti apa. Baru sehari kami bertemu, tapi kurasa interaksi kami tidak normal. Terlalu cepat menurutku. Apakah memang wajar jika hubungan kami seintim ini? Sejak semalam, dia selalu membuat jantungku bekerja ekstra. Selalu membuatku terkejut, tegang, dan takut.

 

Aku hanya diam, menyisir rambutku di depan meja rias. tidak tahu harus berbuat apa lagi. Menunggunya keluar, mungkin? Oh, bukannya dia tadi mengajakku sarapan? Tapi, masa aku hanya memakai Bahtrobe? Pakaianku semalam, tentu saja sudah lecek, bau keringat, dan kotor.

 

"Pakai pakaianmu. Lalu kita sarapan."

 

Aku membalik badanku, dan melihat pakaian yang disebutkannya. Sial sekali. Paper bag itu berada di sofa yang sama dengannya. Dan, aku harus mendekat untuk mengam-bilnya bukan?

 

Dengan langkah berat dan gugup, aku mendekatinya. Mengambil pakaian yang harusnya aku pakai. lalu, aku teringat sesuatu. "Umm... Itu... Ummm... ak... saya... apakah ada-"

 

"Pakaian dalam?"

 

"Iya." Dia tahu maksudku.

 

"Ada di dalam situ. ambillah."

 

Kulanjutkan langkahku, berdiri di depannya dan mengambil paper bag itu. membuka dan melihat isinya. "Aku yakin, ukurannya pasti pas." katanya menatap wajah dan paper bag di tanganku bergantian.

 

Seperti tahu raut wajahku yang meragukan kata-katanya, dia kembali berucap. "Well, aku sudah memegang dan melihatnya langsung. Kau tidak percaya?" dan, kurasa wajahku memanas seketika. Lagi, aku ingin tenggelam saat ini.

 

Belum sempat rasa maluku hilang, dan panas di wajahku reda, tangan besarnya menarik tanganku sampai aku terjatuh di pangkuannya. "Apa aku harus merasakannya dulu, agar kau percaya?" Entah seperti apa warna wajahku sekarang.

 

Dibukanya ikatan bathrobe, hingga menampakkan sebelah dadaku. Lalu, tangan itu menyentuh ujung dadaku dangan jarinya. Memainkan dan memandanginya lekat. "Haruskah Aku merasakannya?" Mataku rapat memejam dan kurasa kepalaku sudah menggeleng dengan pasti.

 

Namun, aku merasakannya. Merasakan bibirnya di sebelah dadaku. Merasakan ujung lidahnya menyapu ujung dadaku. Bibir dan lidahnya terus bergerak di sana, tangan-nya juga ikut meremasi sebelah dadaku dan mencengkram erat pinggangku. Rasanya aku ingin berteriak, tapi tak bisa. Yang kulakukan hanya kuat kuat menggigit bibirku agar erangan dan rintihan tak keluar dari mulutku.

 

----------

-tbc