Rein tersenyum. "Kamu mulai belajar jadi suami siaga, ya, Sayang? Aku terharu." Dia mendongak, memperhatikan wajah Lean meski minim penerangan.
"Oh, ya? Romantis nggak?" Lean menunduk menatap Rein.
Dua orang itu saling berpandangan. Meski halaman samping hanya disinari lampu taman, mereka mampu melihat sorot mata masing-masing. Rein tersenyum, melihat mata teduh milik Lean. Dia dulu pernah meragukan mata yang terlihat hangat itu. Mungkin saja Lean hanya ingin mendekatinya. Tapi semakin ke sini, pandangan Lean sama sekali tidak berubah. Rein salah, tidak seharusnya dia meragukan sorot mata itu. Kata orang, mata adalah bagian yang tidak bisa berbohong.
"Kenapa?" tanya Lean melihat Rein menarik bibirnya ke dalam itu.
Rein menggeleng pelan. Pandangannya kemudian tertuju ke hidung mancung Lean. Jari telunjuknya terangkat lalu menelusuri tulang hidung itu. Hingga gerakan Rein terhenti di ujung hidung Lean.