Malam ini Rein kembali ke dokter kulit. Dia tidak betah merasakan sensasi panas yang membakar kulit wajahnya. Belum lagi, tangannya terasa gatal ingin memencet jerawat yang tumbuh itu. Beberapa kali dia hampir kelepasan, dengan memencet jerawat itu. Beruntung Ovi selalu mengingat Rein.
"Inget, Rein, tanya pantangannya apa aja. Dari tadi Tante Sarah ingetin itu terus."
Rein melirik Ovi lalu kembali menatap ponsel. "Nanti lo ikut masuk aja. Biar jadi bukti buat mama gue."
"Oke." Ovi terkekeh pelan. Dia tahu bagaimana khawatirnya seorang ibu. Jadi dia tidak marah saat Sarah berkali-kali mengingatkannya.
"Nomor nol delapan delapan."
Ovi menatap antiran di tangannya. Dia berdiri dan menarik tangan Rein. "Ayo, Rein."
Rein melepas genggaman Ovi. "Gue bukan sakit parah, Vi."
"Hahaha." Ovi membuka pintu sambil tertawa. Dia meminta Rein masuk dulu kemudian mengikuti bosnya itu.