"Gue nggak buang lo, Sayang." Lean menarik Rein ke dalam pelukan. "I miss you."
"Gampang, ya, bilang i miss you kalau udah kayak gini." Rein mendorong dada Lean hingga pelukan itu terlepas. "Apa yang ada di pikiran lo waktu mau putusin gue?"
Lean menatap Rein yang terlihat marah itu. Dia maju selangkah tapi Rein justru mundur lagi. Dia mengulurkan tangan, tapi Rein hanya melirik sekilas. "Kita ngobrol sambil duduk, ya. Biar nggak ada emosi."
Rein melirik Lean sekilas kemudian berjalan memutari mobil. Dia membuka pintu penumpang lalu duduk bersedekap. Tubuhnya mulai terasa panas karena gejolak emosinya.
"Gue seneng akhirnya lo mau ngomong sama gue." Lean duduk menyerong ke arah Rein. "Gue masih trauma sama masalah yang kemarin."
Mata Rein refleks terpejam. Dia sendiri juga merasakan hal yang sama. "Terus itu yang jadi alasan utama lo?" tanyanya tajam. "Kalau lo nggak lupa, gue juga diculik."
"Tapi kasusnya beda, Sayang."
