"Ih!" Rein melempar ponsel ke ranjang, setelah itu berbaring dengan kasar. Dia menatap langit-langit kamar dengan air mata menetes. Telepon daei Lean membuat hatinya kian sakit. Awalnya dia mengira Lean akan menyelesaikan masalah, tapi lelaki itu malah menjadi pengecut.
"Gue sebel sama lo, Lean!"
Rein mengusap air mata dengan punggung tangan. Dia menoleh ke kiri, melihat ponselnya dengan posisi terbalik itu. Rasanya dia ingin menghubungi Lean dan mengeluarkan unek-uneknya. Namun, dia takut hatinya sendiri yang akan sakit.
Drt.... Ponsel itu tibat-tiba bergetar.
Seketika Rein mengambil benda itu, berharap panggilan dari Lean. Namun, saat melihat caller id, harapan itu pupus begitu saja. Rein lalu mengangkat panggilan Dava tanpa semangat. "Apa, Dav?"
"Divi habis dari tempat lo, ya?"
Rein memijit pelipis. "Hmm.... Dia udah pulang."
"Dia udah sampai," jawab Dava. "Dia nggak ngomong apa-apa, kan, ke lo?"
