Pagi ini semua orang di kantor terlihat sibuk. Anggi yang notabenenya pemalas pun saat ini sedang merapikan meja kubikelnya. Inggrid berjalan lesu, sesekali ia tersenyum ketika ada rekan kerja yang menyapanya.
"Ini masih terlalu pagi dan ada apa dengan wajah sedihmu itu?" sindir Anggi saat melihatnya datang.
Inggrid tak lekas menjawab, ia meletakkan tas di atas meja kemudian membaringkan kepalanya di sana. "Semalam Ibuku collapse dan dibawa ke rumah sakit. Aku tidak tidur karena terlalu mengkhawatirkan keadaannya yang sempat tak sadarkan diri."
"Lalu bagaimana keadaannya sekarang?"
"Sudah siuman. Tapi keadaannya belum stabil. Ibu sering menasehati aku dan Kak Ghina untuk selalu menjaga kesehatan tapi sendirinya tidak memerhatikan kesehatan." ucap Inggrid sedih. Ia menoleh ke kubikel Hellen dan gadis itu masih belum datang. "Hellen telat lagi?"
Anggi mengangguk, "Dia akan terkena masalah. Kau tahu? Tuan Mika kembali mengamuk. Semua orang mendapat komentar pedas darinya, mulai dari staff office hingga wakil ketua redaktur."
"Memangnya kapan kau pernah melihat dia tidak mengomel? Setiap hari pun kepalanya selalu bertanduk." cibir Inggrid kemudian menatap ruangan Mika sebal.
"Tapi ini berbeda. Pagi ini tuan Mika terlihat seperti zombie, ada lingkar hitam parah di kedua matanya."
"Mungkin dia tidak bisa tidur karena memikirkan perkara kemarin."
Memangnya ada hal selain pekerjaan yang bisa membuat hidup orang suci itu kacau? Tentu saja tidak ada. Dia perfeksionis, pecinta segala tetek bengek kesempurnaan hidup.
"Inggrid,"
"Ya? Ada apa, Met?"
Wajah wanita di depannya terlihat sebal, "Kau dipanggil Tuan Mika ke ruangannya."
Kepala Inggrid yang semula bersandar malas di atas meja kini langsung tegak. "Huh? Kau serius?"
"Kau tidak tuli." ucap Meta seraya melenggang pergi menuju kubikelnya.
Inggrid berkedip beberapa kali. Apa dia telah membuat kesalahan? Tapi ini masih pagi dan dia tidak datang terlambat hari ini.
"Doni, raket nyamuk punyamu masih ada?" tanya Inggrid pada editor naskah horor di sudut ruangan.
"Ada, kenapa?"
"Kupinjam sebentar boleh?"
"Pakai saja."
Inggrid langsung berlari menuju kubikel Doni untuk mengambil raket nyamuk itu. "Thanks, akan ku kembalikan nanti."
Anggi mengerutkan keningnya tidak mengerti. "Untuk apa raket nyamuk itu?"
"Untuk menyetrum ular sialan!" sungut Inggrid kemudian melangkah dengan pasti menuju ruangan Mika.
"Ular? Memangnya Tuan Mika memelihara ular di dalam ruangannya?" pikir semua orang yang ada di sana penasaran.
....
Mika merebahkan tubuhnya di sofa. Ia benar-benar mengantuk sekali. Inggrid harus bertanggung jawab karena membuatnya tidak bisa tidur semalaman.
Ya, benar! Untuk yang kesekian kalianya Mika telah kalah. Seharusnya Inggridlah yang tidak bisa tidur karena memikirkannya semalam, bukan malah dirinya. Bahkan Mika sampai pergi ke apartemen Putra hanya untuk memastikan bahwa bukan pria itu yang menjemput Inggrid.
Mika bernapas lega saat sampai di tempat Putra karena asumsi gilanya tidak terjadi. Inggrid tidak ada di sana, Inggrid tidak tidur di rumah bajingan itu. Kemudian Mika kembali berasumsi kalau Inggrid pergi ke rumah Anggi atau Hellen, tapi setelah melihat Anggi tidak berangkat dengan Inggrid, maka asusmsinya salah. Dan Inggrid pun tidak berangkat bersama Hellen, maka itu juga salah. Lalu dia pergi kemana semalam? Dia juga tidak bersama Ando.
Tok ... tok ...
Suara ketukan di pintu menarik Mika dari kegilaan. Itu pasti Inggrid, tebaknya. Kemudian Mika langsung berpura-pura tidur saat pintu mulai terayun.
Seperti De'javu, Inggrid kembali melihat Mika sedang berbaring di sofa. "Anda memanggil saya?" Ia bertanya seraya mendekat tanpa menurunkan tingkat kewaspadaannya. Raket nyamuk sudah ia genggam dengan erat, kalau ular suci itu kembali mematuk, akan ia setrum sampai mati. "Mika, kau memanggilku?" ia kembali bertanya namun bos bertanduk merahnya itu masih tidak berkutik.
Saat langkahnya semakin dekat, Inggrid melihat tubuh bosnya sedikit menggigil. "Hey, kau sakit?"
Yak! Mika berseru girang dalam benaknya karena Inggrid sekarang sedang mencemaskannya.
Inggrid jadi teringat ucapan Anggi sebelumnya, 'Pagi ini Tuan Mika seperti zombie, ada lingkar hitam parah di kedua matanya.' Mungkin memang benar kalau Mika sakit. Dia pasti terlalu memikirkan perkara kemarin sampai tidak tidur. Inggrid bersimpati. "Hey, kau demam." ucapnya setelah memegang leher Mika.
'Ya, memangnya kau pikir aku sakit karena siapa? Aku pergi ke apartemen Putra saat hujan deras.'
"Kenapa kau berangkat ke kantor kalau sedang sakit?"
'Untuk meminta pertanggung jawabanmu, memangnya untuk apa lagi?' batin Mika bersungut marah karena ketidakpekaan Inggrid padanya.
"Merepotkan saja. Tunggu di sini, aku akan mengambil obat dan kompres."
Walaupun Inggrid sebal pada tetangga yang merangkap menjadi bosnya itu, tapi ia tidak melupakan sisi kemanusiaannya.
Dilain sisi, Mika senang bukan main. Akhirnya, setelah sekian lama, untuk pertama kalinya seorang Inggrid memiliki kepekaan. Walaupun hanya sedikit, tapi setidaknya ada kemajuan. Saat pintu ruangannya kembali diketuk, Mika segera menutup matanya seperti semula. Ia juga mati-matian menahan bibirnya agar tidak tersenyum seperti orang bodoh.
Mika merasakan sebuah handuk kecil yang sudah dicelupkan di air hangat menempel di keningnya. Tapi ada yang aneh, tangan Inggrid yang beberapa menit lalu terasa lembut kenapa berubah jadi kasar di kulitnya. Bukan hanya itu, jemari yang semula mungil entah kenapa berubah jadi panjang dan juga besar.
Mika membuka mata untuk memastikan bahwa yang sedang merawatnya itu adalah- "Shit, apa yang sedang kau lakukan?" umpatnya seketika saat mengetahui bahwa Doni yang saat ini merawat dirinya bukan Inggrid.
Mika segera bangkit dan lekas duduk tegak, ia sedang mengumpulkan kembali wibawanya yang sempat jatuh ke dasar bumi.
Tolong, Mika ingin mencabut kata-katanya kembali —yang sempat berpikir bahwa Inggrid sudah sedikit berubah dan peka— nyatanya tidak wanita itu tidak peka sama sekali.
"Maaf, Pak. Inggrid yang menyuruh saya untuk memompres anda." terang Doni, wajahnya tertunduk takut.
Mika mendengkus sebal, tangannya terkepal. "Lalu di mana dia?"
"Inggrid sedang banyak kerjaan jadi menyuruh saya yang kebetulan sedang luang."
"Pergi dari ruanganku." Mika berucap dingin, tatapannya menunjukkan betapa marah dan kesalnya dirinya saat ini.
Doni mengangguk mengerti, tanpa mendapat komando untuk yang kedua kali, ia segera mangkir dari kandang singa itu.
Brengsek! Mika mengumpat, tangannya memijit pangkal hidung yang saat ini berdenyut sakit. Kenapa sulit sekali membuat wanita itu memerhatikannya?
Mungkin ini salah satu alasan yang membuat Putra memutuskan Inggrid dulu dan mungkin ini juga yang membuat Inggrid susah mendapatkan kekasih. Logikanya, mana ada pria yang tahan dengan wanita tidak romantis dan tidak peka seperti Inggrid, kan?