Pranggggg
Semua orang yang ada diruang tamu menolehkan kepalanya mendengar suara pecahan kaca dekat pintu utama. Karena suaranya yang bisa dikatakan cukup keras, membuat Aldrian dan Daniel yang sempat terlelap juga sampai mengerjapkan matanya. Paman Bill yang sedang berbincangpun mengakhiri konversasinya, ia pamit kepada Helena untuk melihat apa yang sedang terjadi, kemudian ia melangkahkan kakinya menuju pintu utama.
Saat semakin dekat ia melihat presensi dua orang yang tengah berdebat, lebih tepatnya sih sang istri tengah memarahi suaminya yang baru saja melakukan keteledoran. Melihat barang yang baru saja hancur Paman Bill mengerti kenapa sang istri sampai marah, karena vas bunga berbahan kristal kesayangan nenek yang hancur berkeping-keping itu harganya luar biasa mahal bahkan mampu memiskinkan seseorang.
"Briaaan...." rengek Hana kepada suaminya, ia menghentakkan kakinya seperti anak kecil. Ia tak habis pikir kenapa Brian sangat ceroboh, vas sebesar itu kok bisa-bisanya disenggol sampai pecah, belum lagi diletakkannya di sudut ruangan, seharusnya kemungkinannya sangat kecil atau justru tidak mungkin bisa tersenggol sebab letaknya benar-benar di ujung. Brian yang tak mengerti juga kenapa kakinya seajaib itu hanya bisa menundukkan kepalanya, bukan masalah uang yang harus ia ganti, tapi melihat Hana yang merengek seperti itu ia jadi tidak tega juga. Belum lagi memikirkan nenek yang akan memarahinya.
"Tenang sayang, aku ganti kok" akhirnya Brian membuka suaranya.
"Kamu kan tau harga barang-barang nenek tuh bukan main mahalnya. Bisa jadi vas bunganya setara 10 gajiku"
"Hey dengar sayang, tidak apa aku bisa cari uang lebih banyak lagi, itu tidak masalah. Tapi kalau melihatmu seperti ini, itu baru jadi masalahku. Maaf aku juga tidak tahu kenapa tubuhku selalu membuat masalah" Hana yang mendengar penjelasan Brian jadi merasa bersalah juga, Brian memang sangat ceroboh, tapi dia pasti juga tidak ingin seperti itu.
"Terus bagaimana dengan itu?"
"Tidak masalah nona, pelayan akan membersihkannya, saya juga akan bicara pada nenek."
"Paman.... maaf Brian memang ceroboh." Paman Bill terkekeh dan mengangguk setelahnya ia mengantarkan Brian dan Hana ke ruang tamu, dan pelayan mulai membersihkan kekacauan yang baru saja Brian buat. Senyuman Hana merekah melihat sahabat sekaligus kakak iparnya di hadapannya. Semenjak Jihan pindah ke Norwei dan Helena yang mulai sibuk dengan ketiga anaknya, ia belum pernah bertemu lagi dengan mereka. Jadi saat mengetahui ia akan tinggal bersama dengan keduanya terbesit perasaan senang dihatinya.
"Jihan!!!! Kak Helena!!! I miss youu..."
"Hana!!" Ucap mereka bersamaan, dan ketiganya saling berpelukan. Sedangkan para pria menghendikkan bahunya tak peduli. Mereka sudah paham dengan sifat alami wanita.
"Bang Ian habis menghancurkan barang apalagi?" Daniel yang mulai mendapatkan kesadaran dari tidur ayamnya bertanya kepada Brian dan yang ditanya seperti itu malah tersenyum malu lantaran ia merasa sifatnya ini sepertinya memang sudah mendarah daging, hingga adik kandungnya hafal dengan tingkah cerobohnya.
"Vas nenek"
"Hah??? Siap-siap deh bang jadi miskin"
"Sembarang, mulutmu minta dijahit?"
"Nah aku setuju" Aldrian menimpali. Bukannya merasa takut, Daniel justru mengolok-olok kedua kakaknya dengan berpura-pura takut. Lagipula dalam kamus Daniel tidak ada yang dia takutkan selain Tuhan dan nenek:( Bahkan di sekolahnya ia mendapatkan julukan bule jawara, julukan itu semerta-merta didapatkannya bukan tanpa alasan, ia memiliki perawakan bule berdarah Jerman yang didapatkan dari kakeknya namun sayang kelakuannya seperti preman pasar. Sering kali ia bertengkar dengan teman satu sekolahnya maupun dari sekolah lain. Katanya kalau sebulan tidak tawuran rasanya tidak afdol. Seperti ada yang kurang, seperti sayur tanpa garam, juliet tanpa romeo, dan perempuan tanpa gibah.
"Tidak usah takut sayang, di dalam sudah banyak uncle dan aunty." Terdengar suara berat dari arah pintu utama.
"Kan kamu sudah pernah kesini Ken, masa takut ayo masuk." Tanya seseorang lainnya. Ken tetap menggelengkan kepalanya, menyembunyikan tubuh mungilnya dibalik kaki daddynya. Tanganya mencengkram kuat celana bahan sang daddy. Jihan yang mendengar konversasi itu segera menghampirinya. Senyuman manis tercetak dibibirnya, ternyata keributan itu berasal dari Ken keponakan kesukaannya.
"Ken Farley!! Ya ampun kesayanganku kok sudah besar?"
Dua pria dewasa dihadapannya sedikit tersentak karena panggilan Jihan. Satu murni terkejut karena Jihan yang datang secara tiba-tiba dan yang satunya terkejut karena yang memanggil adalah Jihan. Ia juga sampai dibuat tertegun lantaran telah sekian lama tak bertemu, untuk pertama kalinya akhirnya ia bisa melihat wajah itu! Wajah yang mengisi sebagian memori indah diotaknya, wajah yang masih tetap cantik diusianya bahkan menurutnya jadi semakin cantik. Dan Sial!! Kenapa sekarang semakin anggun? Jihan tampak seperti wanita dewasa yang matang dan menggairahkan. Brengsek Jimmy!! Hilangkan pikiran kotor itu, Jihan sekarang kakak iparmu!!
Jimmy bisa saja menatap lama wajah Jihan jika saja senggolan di sikunya tidak segera menyadarkannya. Ed tengah menatapnya tak suka, membuat Jimmy gelagapan dan mengalihkan wajahnya. Jihan menghampiri keduanya, ia lalu berjongkok dihadapan Ken yang bersembunyi.
"Ken kenapa takut? Tidak rindu denganku?"
"Jihan mommy??" Tanyanya merasa mengenali suara yang sudah lama tak didengarnya. Jihan tersenyum manis merasa gemas dengan Ken yang menunjukkan wajahnya malu-malu dari balik kaki daddynya. Apalagi ia senang bukan main karena Ken masih memanggilnya mommy.
"Iya sayang" Setelah berkata demikian Ken mulai menunjukan dirinya, ia kini dihadapan Jihan dengan cengiran khas anak-anak yang menggemaskan namun matanya juga berkaca-kaca. Wajar saja jika Ken seperti itu, karena semenjak kepergian mommynya, Jihanlah yang merawat Ken sebelum akhirnya terpaksa harus meninggalkan Ken ke Norwei karena ia juga tidak mungkin membiarkan Al suaminya pergi sendiri. Ken segera memeluk Jihan, tangisnya pecah lantaran rasa rindu yang menggebu. Ia merindukan Jihan, satu-satunya sosok yang bisa ia panggil mommy. Tak beda dengan Ken, Jihanpun tak kuasa menahan air matanya terharu. Pertemuan ini sangat tak terduga bahkan Ed sendiri mati-matian menahan diri agar tak terbawa suasana, apajadinya kalau ia menangis dihadapan banyak orang.
Setelah berhenti menangis, Jihan menggendong Ken membawanya kedalam pelukannya, Ken masih belum berhenti menangis.
"Maafkn anaku Jihan. Dia jadi sensitive sekali"
"Kenapa minta maaf? Tidak perlu minta maaf Bang, aku saja tak tahan menangis kok. Hehehe Bang Ed apa kabar? Padahal hanya 3 tahun aku pergi tapi Ken dan Gavin sudah sebesar ini."
Ed terkekeh "Memang seharusnya begitu Ji, kalau memiliki daddy seorang koki, anak akan jadi bahan percobaan menu baru"
"Ah benar juga, pantas saja. Hay Jim sudah lama ya. Jadi mana kekasihmu? Tidak dibawa bersamamu?"
"E-eh ti-tidak ada kekasih. Aku masih betah sendiri"
"Aduh, kau ini jangan terlalu sibuk bekerja, carilah kekasih. Biar ada yang mengurusmu. Lihat kau terlihat kurusan"
'Bagaimana bisa mencari, kalau hatiku masih menempatkamu di singgasananya?' Tentu saja tidak benar-benar dikatakan oleh Jimmy, ia masih cukup waras untuk tidak membuat keributan.
"Iya, kalau dia mau denganku sih aku mau-mau saja" jawabnya
"Oh jadi sudah ada calonnya? Mau!! pasti dia mau denganmu, wanita bodoh mana yang menolakmu?"
"Benarkah?"
"Tentu saja!" Lantas keduanya tertawa mentertawakan perbincangan yang berbeda makna ini. Namun tidak dengan Ed, ia tahu maksud semua perkataan Jimmy, dan ia menjadi semakin was was dibuatnya. Kemudian Jihan mengajak keduanya masuk keruang tamu yang sekarang semakin ramai.
Aldrian melihat Jihan datang dengan mata sembab sehabis menangis. Lantas ia segera membangunkan tubuhnya menghampiri Jihan dengan raut wajah cemas yang kentara. sedingin apapun Aldrian, ia tidak bisa melihat Jihan seperti itu. Karena baginya airmata Jihan itu suatu hal yang langka, jarang dikeluarkan Jihan walau seberat apapun masalahnya, jadi wajar jika Aldrian panik kalau Jihan sampai menangis, itu berarti benar-benar ada sesuatu yang buruk. Dan Aldrian tidak akan membiarkan siapapun menyakiti Jihan.
"Kamu kenapa?" Tanyanya dengan sarat kecemasan yang tinggi. Jihan tersenyum, pasti Al berpikir yang tidak-tidak.
"Tidak ada apa-apa, hanya terharu bertemu dengan anaku lagi" Aldrian mengernyit, anak mana yang dimaksud? Namun tak lama menyadari Jihan tengah menggendong Ken. Ia menghembuskan nafas lega. Mengusak kepala Jihan.
"Kukira kenapa? Astaga bikin kaget saja." Pandangan Aldrian kini tertuju pada Jimmy dan Ed kedua adik sepupunya. Lalu setelahnya menyapa keduanya dan mengajak mereka bergabung dengan yang lain. Ia merangkul Jihan menggiringnya duduk disampingnya. Melihat itu Ed menatap tajam kepada Jimmy, seolah pria itu berkata kepada Jimmy 'lihat dia sudah bersuami! Dan suaminya kakak sepupumu'