Lucas Grissham
Lucas melempar gulungan kertas yang baru dibacanya ke atas ranjang king size miliknya, ia mendengus lantaran merasa konyol terhadap isi surat itu, ternyata bukan hanya bentuk fisiknya saja yang aneh namun isinya juga. Ia memijat pangkal hidungnya tak percaya harus tinggal dirumah neneknya dengan ketujuh sepupunya, belum lagi anak dan istri mereka, akan seramai apa nanti disana? Lucas yang memang seorang introvert merasa terganggu dengan keputusan itu, dia bisa dikatakan tidak begitu akrab dengan kakak sepupunya terlebih dia paling muda diantara seluruh keluarga besarnya.
Namun ia juga dirundung perasaan bimbang bukan main, di satu sisi ia merasa senang karena bisa pergi dari rumah ini, rumah milik ayahnya. Lucas benci tinggal disini, selain ia benci tinggal dengan wanita yang dianggapnya sumber kesengsaraan, kedua orang tuanya juga selalu bersikap pongah kepada siapapun, merasa mereka paling baik kehidupannya. Padahal nyatanya yang dirasakan Lucas jauh dari kata bahagia. Kedua orang tuanya selalu merendahkan orang lain dan ia muak menjadi bagian keluarga ini. Tapi untuk tinggal dirumah nenek bukanlah suatu keputusan yang benar juga, ia jadi merasa seperti keluar dari lubang buaya lalu berpindah ke kandang singa. Sama-sama mematikan kendati cara matinya berbeda.
Ia membanting tubuhnya diatas kasur, pikirannya bercabang memikirkan mana yang lebih baik antara tinggal dirumah nenek atau disini. Saat sedang berpikir, Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka lalu seorang wanita yang masih tampak muda dan cantik bahkan diumurnya yang sekarang, masuk kedalam kamarnya. Wanita yang diketahui sebagai ibu tiri Lucas tengah mendekapkan tangannya diatas dada memandang tajam putra tirinya.
"Kau pasti sudah membaca surat itu bukan?"
"Apa kau tidak punya sopan santun atau tidak tahu adab masuk ke kamar seseorang? Oh Atau kau terlalu bodoh untuk bisa melakukannya?" Hardik Lucas kepada ibu tirinya yang menyebalkan. Dari matanya terlihat jelas pancaran kebencian, berbeda dengan Daniel yang masih berusaha menggagalkan rencana ayahnya yang akan menikah lagi, Lucas masih terlalu muda untuk melakukannya dulu kala. Ia bahkan tidak mengerti saat wanita yang dikenalnya sebagai sekretaris ayahnya selalu datang kerumahnya setiap hari hingga akhirnya menetap dirumahnya dan tak pernah mengangkat kakinya lagi dari rumah ini.
"Mulutmu kasar sekali nak, tidak ingat aku ini ibumu?."
"Siapa yang kau panggil ibu? Ibuku sudah tidak ada. Kau bukan ibuku dan aku tidak akan sudi menjadi anakmu!!" Lucas menjawab dengan kesal dan diwaktu yang sama Dona menghampiri anak tirinya yang berdiri dihadapannya. Senyuman asimetris tercetak di wajahnya, ia senang menggoda Lucas, saat marah anak tirinya nampak sexy dan menggemaskan dalam waktu bersamaan. Dona tak menyangka anak tirinya tumbuh sangat baik seperti ini. Dengan tinggi badan yang mencapai 180 cm dan otot-otot kekar yang membungkus tubuhnya, sangat menggoda dan menggairahkan. Tangannya bergerak mengusap dada bidang Lucas. Pria itu menegang, dan Dona sangat menyukai reaksi yang diperlihatkannya..
"Oho... lihat!! Lucas tumbuh dengan sangat baik bukan?" Ucapnya dengan nada menggoda, tangannya masih sibuk mengusap dada Lucas, pria itu hanya diam saja ingin tahu sampai sejauh mana wanita itu bertindak.
"Apa aku masih tampak muda untukmu sehingga kau tak mau menjadi anakku? Atau kau lebih suka menjadi "My partner"?" Kata Dona yang sudah hilang akal menggoda anak tirinya sendiri, ia merasa pesona Lucas terlalu menarik untuk di abaikan.
Rahang tegas milik Lucas mengeras, ia sekuat tenaga menahan emosinya agar tak lepas kendali, karena jika tidak, ia bisa memastikan wanita dihadapannya mati ditangannya. Lalu ia menyeringai, menahan tangan Dona yang tak hentinya mengusap dadanya.
"Kau benar-benar menjijikan... aku tak menyangka ayahku sebodoh ini memilih pasangan hidupnya" tak banyak bicara lagi ia segera menarik tangan Dona menyeretnya keluar kamar dan mendorongnya hingga wanita itu jatuh tersungkur. Dona menggeram marah.
"Brengsek Lucas! Kau tidak akan bisa lepas dariku!!!!"
"Just in your fucking mind!!!" Umpat Lucas kemudian membanting pintu kamarnya dengan kesal.
🍀🍀🍀
Lucas menuruni anak tangga menuju ruang bawah tanah tempat penyimpanan anggur koleksi keluarganya, ia dan ayahnya sangat menyukai minuman berakohol itu, sehingga mereka sengaja membuatkan tempat khusus dengan suhu ruangan yang diatur sedemikian rupa agar kualitas anggurnya tetap terjaga. Selain sebagai tempat penyimpanan anggur, tempat itu juga menjadi tempat favorite Lucas untuk berdiam diri, karena ruangan dengan pencahayaannya remang membuat orang-orang enggan berdiam diri disini lama-lama kecuali gadis itu yang saat ini sedang memejamkan matanya sembari menyenderkan tubuhnya pada sofa panjang disudut ruangan. Lucas tersenyum tipis melihatnya ia menghampiri gadis itu namun sial karena penglihatannya hanya terfokus pada gadis itu ia jadi tersandung dan membuat gadis itu terkesiap.
"Tuan muda???? Kau baik-baik saja?" Lucas mendengus, ia selalu merasa kesal setiap kali gadis itu memanggilnya seperti itu.
Tak lama Lucas ikut duduk disampingnya, lalu membaringkan kepalanya diatas paha gadis itu. Dan untuk kedua kalinya gadis itu terkesiap.
"Tu-tuan Muda"
"Ck.. berhenti memanggilku tuan muda Zara, kau tahu aku membencinya."
Ekspresi terkejut Zara berubah menjadi datar, ia memandangi wajah Lucas yang memejamkan matanya tertidur diatas pahanya.
"Aku harus melakukannya Lucas, aku cukup waras untuk tidak membuat diriku di tendang dari tempat ini" katanya demikian, nyatanya ia tidak sadar apa yang dilakukannya saat ini jauh lebih fatal, membiarkan tuan mudanya tidur diatas pahanya.
"Tunggu sebentar lagi ya, aku akan membawamu pergi dari sini."
Zara tersenyum kecut, memangnya bisa? Ia tak mau terlalu banyak berharap, pikiran tentang hal itu sudah ia tekan jauh dibawah sana agar tak banyak berharap, memangnya ini fairy tale? Sadarlah Zara kau bukan cinderella, masih punya tempat tinggal saja sudah bersyukur, meskipun harus sampai menjadi seorang pembantu di rumah ini, namun itu jauh masih lebih untung dibandingkan menjadi gelandangan. Zara menghela nafas, mengusap kedua alis lucas yang mengerut.
"Ada masalah apa?" Tanya Zara yang mulai mengusap pucak kepala Lucas.
"Nenek menyuruh semua cucunya untuk tinggal disana." Sejenak Zara menghentikan gerakannya, hanya beberapa menit hingga ia kembali menggerakan tangannya lagi.
"Bagus!" Lucas membuka matanya, sejujurnya ia tak heran lagi dengan reaksi Zara, tapi sungguh, reaksinya sangat menyebalkan!! Lucas yakin Zara bisa jauh lebih berekspresi lagi dan gadis itu seharusnya tahu bagaimana bersikap? Seharusnya ia merasa sedih, karena Lucas pasti meninggalkannya sendiri dirumah ini. Tapi apa yang baru saja ia dengar? Bukankah gadis itu tampak senang? Lucas menatap Zara tajam.
"Apa?" Yang perempuan bertanya tak paham.
Lucas menghela nafas "Lupakan!!!" Lalu kembali memejamkan matanya merajuk, membuat Zara terkekeh.
"Aku sedih kau meninggalkanku Lucas. Serius.... Tapi bukankah itu yang kau inginkan? Pergi dari tempat ini?"
"Tapi kau tak nampak seperti orang sedih pada umumnya."
"Karena jika seperti itu, kau tidak akan pergi... aku tidak ingin menghalangi niatmu Lucas. Aku disini hanya seorang pelayan, kau tidak seharusnya bertahan disini hanya karena memikirkan bagaimana nasib pelayanmu. Kau bebas melakukan apapun dan yang kuingat kau sangat ingin pergi dari sini."
"Hentikan omong kosongmu Zara!! Kau kekasihku! Aku berhak memikirkanmu, Kenapa kau selalu merendahkan dirimu sendiri."
Lucas bangkit dari tempatnya, ia pikir berbicara dengan Zara bisa membuatnya lebih tenang, tapi gadis keras kepala itu malah semakin membuatnya penat.
"Baiklah.... jika itu memang maumu, aku akan pergi dari tempat ini." Katanya penuh emosi, dengan langkah lebar ia meninggalkan Zara seorang diri disana memanggil namanya berulang kali.