Chereads / Love or Lust / Chapter 5 - Penuh Keringat

Chapter 5 - Penuh Keringat

Alarm dari ponsel Liam berdering sangat nyaring. Menggema mengisi seluruh ruang kamar tidurnya tepat di jam lima pagi hari. Dengan setengah kesadaran, Liam meraih benda tipis itu dari atas nakas lalu mematikan bunyinya, tanpa membuka kedua matanya, ia menarik selimutnya.

Tadi malam sebelum tidur, ia memang sengaja membuat alarm tersebut agar ia bisa bangun lebih pagi dari sebelumnya. Sebab ada satu hal yang ingin Liam lakukan sebelum dia berangkat bekerja.

Setelah beberapa detik berlalu, ia akhirnya membuka mata dan langsung beranjak dari ranjangnya menuju ke kamar mandi. Membersihkan tubuhnya lalu segera bersiap mengenakan setelan pakaian kerjanya. Sebelum keluar dari kamar, lelaki berahang tegas itu kembali mematutkan diri di depan pintu lemari cerminnya, membenarkan gaya rambutnya.

Kedua orang tuanya belum terlihat, ruang makan dan juga ruang televisi masih kosong. Liam hanya berpapasan dengan asisten rumah tangganya saat ia hendak membuka pintu depan.

"Eh, Den, pagi. Mau ke mana, Den?" tanya bibi Inem.

"Pagi juga, Bi. Saya pergi dulu, ada urusan." Liam kembali melangkah menuju ke mobilnya yang terparkir tepat di depan garasi. Ia lupa memasukkannya ke dalam garasi tadi malam, bad mood karena terjebak macek di dalam parkiran mall saat menjemput Ellie.

Dengan kecepatan sedang, Liam melintasi jalanan ibu kota yang sudah sedikit ramai. Begitulah kota Jakarta. Beberapa masyarakat akan lebih pagi untuk membuka mata, bersiap pergi menuju tempat kerja masing-masing. Berbeda dengan Liam yang baru kali ini bangun sepagi ini. Biasanya dia akan bangun di jam enam pagi dan berangkat jam tujuh pagi. Sedangkan kali ini waktunya berpindah lebih cepat satu jam dari sebelumnya.

***

Udara sejuk ciri khas pagi hari kembali menyapa indera penciuman Soraya, setelah tadi malam dia kembali tertidur pulas, sepulangnya Liam dari apartemenmya. Dia memutuskan untuk jogging pagi ini akibat beberapa karbohidrat yang dia makan tadi malam.

Sebenarnya Soraya tidak takut dengan gemuk, hanya saja dia ingin menjaga tubuhnya untuk tetap sehat dan bugar. Karena baginya, tubuh yang sehat akan menghasilkan energi yang sehat pula. Apalagi energi untuk bercinta.

Ya, Soraya memang menyukai hal dewasa tersebut. Hanya saja baru beberapa bulan ini, kegilaannya akan hal itu kembali muncul karena dia memiliki lawan mainnya sekarang. Padahal sebelumnya, Soraya selalu berhasil mengatasi kegilaannya itu. Memadamkan api gairahnya.

Siapa lagi lawan mainnya jika bukan Liam? Ya, dialah orangnya, bukan Reyhan yang berstatus pacarnya. Entah apa yang membuat Soraya mau melakukan itu, beberapa bulan yang lalu.

Sambil berlari kecil, melintasi sebuah taman yang berada dekat dengan gedung apartemennya, Soraya kembali mengingat kejadian itu. Sebuah awal mula yang membuat Soraya merasa menjadi kecanduan seperti sekarang, bagaikan sebuah obat penenang baginya.

"Kamu yakin?" tanya Liam saat itu.

Lelaki itu sudah berada tepat di atas tubuh mungil Soraya, mengungkungnya dengan lembut. Setelah sebelumnya menghujani Soraya dengan kecupan di sekujur tubuhnya.

Tidak ada kata ataupun kalimat yang Soraya lontarkan, selain anggukan kepala yang terlihat mantap. Keduanya sudah tidak mengenakan penutup apa pun, tubuh mereka polos tanpa sehelai benang pun. Bahkan di kening masing-masing sudah mengalir bulir-bulir keringat kecil, hasil gerakan yang mereka lakukan sebelumnya.

Liam yang merasa mendapatkan lampu hijau, segera melakukan persiapan. Lelaki bodoh mana yang tidak akan melakukannya jika sudah dipersilakan seperti itu?

Tanpa paksaan, akhirnya mereka melakukannya. Diiringi dengan air hujan yang mengalir deras di luar jendela apartemen. Menyamarkan suara lenguhan keduanya saat malam itu. Malam panas yang membuat mereka berdua merasa puas.

Bagai membangunkan monster dari dalam diri. Kira-kira kalimat itulah yang tepat untuk ditujukan pada Soraya saat ini.

Setelah berlari melintasi beberapa kilometer, wanita berhidung mancung itu segera kembali memasuki gedung apartemennya. Menekan lift dan menuju lantai di mana kamarnya berada.

Ting!

Bunyi lift tanda telah sampai pada lantai yang dituju. Pintu segera terbuka. Betapa terkejutnya Soraya begitu melihat sesosok pria yang sedang bersandar di depan pintu kamarnya, dengan kedua mata yang menoleh menatapnya membeku di dalam lift. Hingga pintu lift kembali tertutup.

"Astaga!" pekiknya begitu sadar dan menekan lagi tombol pembuka pintu lift.

Liam memperlihatkan senyuman manisnya, begitu Soraya sukses keluar lift lalu melangkah mendekatinya. "Ada apa? Kok pagi-pagi udah di sini?" tanya Soraya sembari membuka pintu kamar apartemennya.

Liam tidak menjawab, ia membiarkan Soraya membuka pintu apartemen itu. Kemudian tiba-tiba Liam langsung menyerang, memeluk dari belakang dan mengecupi ceruk leher Soraya yang penuh dengan keringat. Ia tidak memedulikannya.