Akhirnya Ceril menerima ajakan Reyhan untuk hangout bersama sore ini. Rencananya mereka akan kembali terlebih dahulu ke rumah Erna, untuk meletakkan sepeda motor maticnya dan juga mobil Ceril, agar mereka bertiga dapat pergi hanya dengan menggunakan satu mobil, yaitu milik Reyhan.
Sebenarnya ada sedikit rasa kecewa di hati Reyhan pada Ceril, niatnya ia hanya akan berjalan berdua saja, tetapi entah mengapa tadi Ceril memaksa temannya itu untuk ikut. Dan semua itu terjadi begitu saja tanpa bisa Reyhan hentikan.
Kini mereka bertiga sudah dalam perjalanan menuju salah satu mall di pusat kota Jakarta, untuk sekedar bersantai bersama dan saling berbincang, mengenal satu sama lain.
"Kalian udah lama kenal Roni?" tanya Reyhan yang saat itu telah duduk pada sebuah kursi di salah satu sudut ruangan café.
"Aku udah lama kenal, sejak dia kerja di mini market itu," sahut Erna.
"Trus kalau kamu?" tanya Reyhan pada Ceril.
"Ceril baru aja kenalnya, kalau kelar dugem, aku sering bawa dia mampir ke sana dulu sebelum pulang ke rumahku," jawab Erna lagi.
"Oh, jadi sering dugem?" tanya Reyhan lagi dengan ekspresi yang sedikit terkejut.
"Enggak juga, cuman kalau lagi suntuk ya dugem." Lagi-lagi Erna yang menyahuti ucapan Reyhan. Sedangkan Ceril asik dengan ponsel di tangannya.
Sedari tadi Ceril memang sedang mencoba menghubungi Liam, karena semenjak mereka berpisah dari pertemuan tadi pagi, lelaki itu sama sekali tidak ada mengabari apa pun padanya. Ceril sedikit khawatir, karena biasanya Liam akan selalu menghubungi Ceril begitu ia sudah sampai di rumahnya dengan selamat.
Sudah hampir tujuh jam lebih berlalu. Sudah sebelas kali Ceril menghubungi lelaki itu dan puluhan pesan singkat yang dia kirimkan pada Liam untuk menanyakan di mana keberadaannya. Namun, tidak ada jawaban, padahal ponsel Liam masih dalam keadaan dapat dihubungi.
Ceril menggerakkan kaki kanannya, menghentak pelan pada lantai berkali-kali dengan ritme yang santai tetapi terus-menerus. Dia cemas hanya saja tidak tahu harus mencari Liam ke mana. Dan lagi, saat ini di depannya sedang ada dua orang manusia yang sedari tadi asyik berbincang.
"Kamu kenapa?" tanya Reyhan yang menangkap gelagat aneh Ceril.
Wanita itu memberikan sebuah senyuman kepadanya lalu berkata, "Aku permisi ke belakang sebentar ya? Na, temenin aku ke belakang," pinta Ceril tanpa bisa Erna menolaknya, sebab Ceril sudah memberikan kode laib dari tatapan bola mata itu.
Reyhan hanya bisa mempersilakan kedua wanita itu pergi berlalu dari hadapannya, memandangi kedua wanita itu hingga menghilang di balik tembok penyekat antar ruangan menuju lorong ke arah belakang café. Kemudian Reyhan tersenyum tipis, ia akan langsung menjalankan rencana yang telah ia siapkan sebelumnya.
"Kamu akan menjadi milikku," guman Reyhan dengan pasti.
***
Dengan langkah kaki yang terburu-buru, Ceril menarik tangan Erna membawanya masuk ke area toilet wanita.
"Kamu kenapa, sih, Cer?" tanya Erna.
"Kayaknya telepon Liam nggak aktif deh! Aku nggak bisa ngehubungin dia dari tadi. Nggak ada kabar, Na!"
Erna menghela napas panjang. "Jadi ini alasannya? Having fun dikit dong, Na! Di luar sana ada Reyhan, jangan mikirin Liam dulu. Ini tangkapan gede!"
"Ya, kamu aja yang tangkep kalo gitu! Aku lagi nggak mood!" Ceril bersikeras.
"Ya, nggak bisa gitu dong! Dia ngajakin kamu, aku di sini cuman nemenin biar kalo kalian ada apa-apa, aku bisa jadi alasan supaya kalian nggak cuman berdua! Siapa tahu sekarang Liam lagi ketawa-ketiwi sama temen ceweknya itu!" Erna memperkeruh suasana, membuat pikiran nakal Ceril menjadi semakin sempit.
"Cer, lupain dulu Liam, sebentar aja. Kamu harus bisa liat ini cowok, ntar bandingin dia sama Liam. Kali dia lebih baik. Nggak ada ruginya juga, 'kan?" tambah Erna lagi.
Ceril nampak berpikir keras, mempertimbangkan saran dari temannya itu. Sebenarnya memang tidak ada salahnya jika saat ini Ceril membuka diri, karena belum tentu kedekatan ini berujung sebuah hubungan. Lagi pula Reyhan sepertinya hanya hendak berteman saja, begitu pemikiran Ceril saat ini.
Akhirnya, Ceril mengembuskan napasnya perlahan, mencoba menenangkan kembali pemikiran dan hatinya yang terasa kacau, bahkan sesak. Ceril mantap memilih untuk melupakan Liam sejenak untik hari ini. Benar kata Erna, dia membutuhkan waktu untuk having fun. Keluar dari zona pemikiran kekhawatirannya sendiri.
"Ok, untuk hari ini kita having fun. Tapi ingat, jangan ngomong yang aneh-aneh sama tu cowok! Kita lihat, dia royal atau loyo." Ceril berkata.
Erna tersenyum puas mendengar ucapan sahabatnya itu. Setelah sekian lama Ceril terbelenggu dalam lingkaran kebohongan Liam, akhirnya hari ini dia mau membuka dirinya untuk mengenal lelaki lain. Mungkin Ceril memang sudah dibutakan oleh cinta dalam hatinya, hingga otaknya tidak lagi dapat berfungsi dengan semestinya.
Yah, setidaknya hari ini Erna bisa membuat Ceril menggunakan otaknya dengan baik dan benar, tidak melulu menggunakan perasaan. Dia bangga akan hal itu. Dan untuk persoalan Liam, dia akan mencari cara untuk mencari tahu hubungan Liam dengan wanita itu, wanita yang diakui Liam sebagai sahabatnya.
***
Tidak terasa langit sudah menghitam, kedua pasang lelaki dan wanita itu masih terlelap tidur dalam satu selimut. Saling mendekap seolah tidak ingin melepaskan. Soraya sudah mengurungkan niatnya untuk bercerita dan Liam pun sudah melupakan itu. Mereka berdua terbawa suasana.
Tiba-tiba Soraya melenguh sambil melepaskan dekapannya pada tubuh bidang Liam, merenggangkan bagian-bagian tubuhnya yang terasa kaku. Namun, Liam seakan tidak rela dilepaskan oleh wanita itu, cepat-cepat ia kembali menarik tubuh polos Soraya untuk masuk ke dalam dekapannya.
"Aw!" pekik Soraya kaget dan mendarat kembali dalam dekapan itu.
"Jangan jauh-jauh!" titah Liam dengan suara serak khas bangun tidur.
Sebenarnya Soraya menyukai dekapan itu. Terasa nyaman dan aman baginya. Seolah dekapan seorang pelindung yang membuatnya tenang. Bahkan dalam waktu yang bersamaan, Soraya juga dapat mengontrol nafsunya saat bersama lelaki itu. Hingga dalam hatinya ikut berbisik untuk mendapatkan lelaki itu, agar dia dapat mengobati penyakitnya.
Pikiran nakal Soraya muncul begitu saja, sambil memandangi Liam yang memejamkan mata, dia berniat untuk merebut lelaki itu dari kekasihnya, Ceril. Setelah itu, barulah dia melepaskan Reyhan.
"Siapa juga yang mau jauh-jauh dari kamu? Aku cuma mau lemesin otot. Rasanya keram." Soraya berbisik.
Sambil mendekap, Liam membuka matanya, memandangi wanita di dalam kungkungan tangannya. Lalu Liam menggunakan tangan kirinya untuk meraih dagu Soraya, mengangkat dagu itu agar mata mereka dapat saling memandang satu sama lain.
"Kenapa?" bisik Soraya lagi.
Liam menggelengkan kepalanya lalu langsung mengecup bibir ranum Soraya. Hanya mengecup, tetapi lama. Bibir mereka saling tertaut. Keduanya memejamkan mata, saling merasakan embusan napas yang teratur.
Tiba-tiba Soraya menarik kepalanya mundur, langsung membuka mata dan kembali menatap Liam yang sedetik sebelumnya masih terpejam. Kemudian Soraya berkata, "Liam, aku sayang kamu."