Liam terus melakukan aksinya, menikmati kulit mulus nan lembut yang selalu Soraya rawat setiap hari itu. Ditambah lagi dengan aroma manis tubuh Soraya yang terkadang membuat Liam rindu pada wanita itu.
Sesekali tubuh Soraya menggeliat akibat sesapan yang Liam lakukan. Sapuan itu sungguh membuat Soraya merasakan bagai terbang melayang. Berkali-kali, suara lenguhan lolos begitu saja dari mulut mungil wanita itu. Tanpa malu dan tanpa ditahan, Soraya melepaskan apa yang dia rasakan. Bahkan jemarinya yang menyelip dan mencengkeram rambut Liam itu seolah menjadi tanda, betapa nikmatnya yang dia rasakan.
Perlahan Liam menurunkan tali sejari dari pakaian tidurnya yang tipis itu. Atau lebih tepatnya, menerawang. Ya, pakaian itu benar-benar menerawang. Lekuk tubuh Soraya dapat terlihat jelas, tapi Liam tidak lagi memerhatikan itu, sebab sebentar lagi ia pasti akan melepaskan pakaian tipis itu dari tubuh pemiliknya.
Tingtong!
Tiba-tiba bel pintu apartemen kembali berbunyi, Soraya yang tadinya sedang terpejam, mendadak terkejut dan membelalakan kedua matanya sambil mendorong pelan tubuh Liam yang kini sudah sempurna berada di atasnya.
"Siapa itu?" pekik Soraya menatap Liam.
Liam yang masih menahan tubuhnya dengan salah satu tangannya, mengerdikkan kedua bahunya. "Mana aku tahu! Ini 'kan apartemen kamu!"
"Awas!" Kali ini Soraya mendorong keras tubuh Liam hingga wanita itu dapat lolos dari kukungan tubuh kekar pria yang kini terduduk sempurna di atas ranjang.
Cepat-cepat Soraya melangkah keluar kamar menuju pintu depan, diikuti dengan Liam. Lalu Soraya mengintip melalui lubang pintu dan mendapati seorang pegawai delivery order dari sebuah restoran fast food.
"Kamu order makanan?" tanya Soraya yang menoleh menatap Liam.
"Oh, iya! Sini biar aku yang buka." Liam baru mengingatnya, jika memang dua yang memesan layanan tersebut.
"Aku aja, 'kan aku yang punya apartemen."
Tiba-tiba Liam mendorong pintu dengan telapak tangannya, menghentikan gerakan Soraya yang ingin membuka pintu. Wanita itu terkejut dibuatnya.
"Aku aja! Pakaian kamu itu nerawang!" hardik Liam, seketika Soraya merengut.
Liam segera mengambil alih kenop pintu dan membukanya, lalu menerima bungkusan pesanannya itu. Setelah pintu kembali di tutup, dengan cepat Soraya menyambar bungkusan tersebut lalu melangkah masuk menuju dapur.
Tidak ada meja makan di apartemen ini, melainkan hanya kitchen set mewah yang sudah dilengkapi dengan empat buah kursi. Di sana juga terdapat sebuah mesin kopi espresso yang selalu Soraya gunakan setiap paginya. Di sudut meja bar itulah, dia membawa bungkusan makanan tersebut lalu membukanya.
Liam memesan sepaket pizza lengkap dengan bread garlic, spaghetti dan juga beberapa nugget. Soraya langsung mengambil sepotong pizza dan memakannya.
"Aku menginginkannya sekarang, boleh nggak?" bisik Liam di telinga Soraya saat kedua tangan kekar itu melingkari perut langsingnya dari belakang.
"Kecuali malam ini kamu menginap. Akan aku layani kamu sampai puas!" balas Soraya berdesis, membuat Liam semakin memanas.
Soraya kembali memakan pizza-nya dengan santai, sedangkan Liam langsung menyematkan kepalanya di atas pundak wanita itu, sambil berpikir sejenak. Sebenarnya bisa saja Liam menginap untuk menuntaskan gairahnya saat ini pada wanita itu, hanya saja sang bunda pasti akan menghubunginya sebentar lagi untuk meminta jemput.
Masa iya Liam harus bolak-balik terlebih dahulu? Bisa-bisa gairahnya menghilang begitu saja karena terlalu lama ditahan.