Chereads / Penembus batas! / Chapter 2 - Menuju Padang Hitam!

Chapter 2 - Menuju Padang Hitam!

Alun-alun desa sangat ramai pada saat ini. Hampir seluruh tempat dipenuhi remaja seusia Viance. Matahari masih terlalu rendah untuk menerangi seisi alun-alun. Tapi, Viance yakin dia masih bisa mengenali wajah dari teman-teman seumurannya.

Mendesah pelan, Viance merutuki wajah-wajah gembira di sekelilingnya.

Andaikan mereka tau bahwa Meraka telah 'dijual' oleh keluarga mereka sendiri, pasti tidak pernah akan ada ekspresi gembira di wajah-wajah itu.

Selintas pikiran bersarang di kepala Viance, Anak-anak yang malang, bahkan Viance yang merupakan teman sepermainan mereka pun, tidak punya niatan untuk memberitahukan hal ini.

'Aku tidak ingin menghilangkan rasa kegembiraan pada wajah polos anak-anak ini'

memikirkan ini Viance tersenyum seakan sebuah pemikiran bijak terlintas di benak nya.

Sayang sekali, Viance yang bijak melupakan bahwa dirinya adalah salah satu dari anak-anak malang ini.

Pria paruh baya berjalan diantara kerumunan menuju ke podium alun-alun. Viance mengenali pria ini, dia adalah kepala desa yang bertugas mengantar para remaja ke tempat Seleksi Akbar.

"Selamat Pagi para Rakyatku! Dan Semoga Kesejahteraan Selalu mengikuti Para Remaja desa kita!"

Seperti biasa, kepala desa akan melakukan pidato pembuka, sebelum mengantar para remaja untuk mengikuti Seleksi Akbar.

Mendengar kalimat pembuka kepala desa, semua orang bersemangat, yah... Kecuali satu orang, Viance yang ada di barisan terbelakang mendengus sebal kepada kalimat pembuka itu.

'kesejahteraan? Maksudmu kesejahteraan bagi keluarga yang 'menumbalkan' mereka?'

Viance tidak habis pikir, bukanya kepala desa selalu mengantar anak-anak malang ini, tapi kenapa dia selalu kembali dengan sendirian? Setidaknya dia harus kembali dengan beberapa anak yang gagal seleksi, kan? atau Apa selama ini tidak pernah ada Peserta yang gagal? Apakah benar kata penduduk desa, bahwa mereka yang mengikuti seleksi mengalami kehidupan yang lebih baik dan memilih tinggal di sana?. Memikirkan kembali Viance kembali mendengus, bukankah itu sama seperti kacang lupa kulitnya? Demi apapun Viance tidak akan menjadi seperti mereka.

Sibuk dengan pikirannya, Viance sadar bahwa pidato kepala desa telah selesai, riuh tepuk tangan bergema di seluruh alun-alun.

Setelah berpidato panjang lebar, Kepala desa segera memimpin jalan menuju Padang Hitam, diikuti para remaja yang mengikuti Seleksi Akbar, termasuk diri Viance.

Tepuk tangan tidak berhenti mengikuti iringan Para Remaja ini, Viance bisa melihat beberapa keluarga dari para remaja menatap sedih kepergian mereka, adapula yang menatap bangga kearah rombongan ini.

Viance menatap datar kearah pagar manusia yang melihat kepergian rombongan mereka. Tapi, ekspresi Viance berubah ketika dia melewati rumahnya, ibunya tengah berdiri di depan pintu gubuk rumahnya, sambil melambaikan tangan dan tersenyum.

Viance balas tersenyum kearah ibunya. Dalam hari dia terus mengulangi satu kalimat yang sama.

'Aku akan kembali, Ibu'

***************************

"Apa kau tau kenapa Padang Hitam di beri nama demikian?"

Viance mengingat kembali masa lalu yang dia habiskan bersama ibunya. Viance kecil dipenuhi cerita dongeng tentang Padang Hitam sebagai pengantar tidur.

Seiring berjalannya waktu, Viance sadar, hal yang di ceritakan ibunya bukanlah dongen semata.

Inilah sebabnya, Viance mengetahui hal-hal yang tidak diketahui oleh remja seumurnya. Contohnya, tentang tidak kembalinya para Peserta Seleksi, tentu saja Viance tidak akan tahu hal ini, jika ibunya tidak menceritakannya.

Apa yang bisa bocah Lima tahun ketahui? Viance bahkan tidak memahami apa itu Seleksi akbar pada saat itu, Sampai saat ini pun, Viance tidak mengetahui tujuan seleksi terkutuk ini diadakan. Dan bisa dikatakan bahwa, bermula dari cerita ibunya lah, rasa kebencian Viance tentang Seleksi Akbar timbul.

Berjalan hampir dua jam dengan kecepatan sedang, Viance merasa kakinya mulai lemas. Banyak anak-anak yang mengeluh. Bahkan posisi Viance yang tadinya terbelakang menjadi barisan kedua paling depan.

Viance memaklumi jarak ini, karena Padang Hitam merupakan tempat yang sakral dan hanya di buka setiap sepuluh tahun sekali, lebih tepatnya saat Seleksi Akbar diadakan.

Tapi hal yang tidak bisa di tolerir oleh Viance adalah para anak-anak manja dari kelas bangsawan itu. bagaimana tidak?, Perjalanan yang bisa di tempuh kurang dari dua jam, sekarang harus memakan waktu lebih dari dua jam! Bahkan kuping Viance hampir panas mendengar keluh kesah anak-anak itu!

"Viance!"

Sebuah suara yang nyaring memanggilnya, Viance mengenali suara ini, suara salah satu teman baiknya, Edna.

Benar dugaannya, Seorang remaja perempuan menghampiri Viance, Wajahnya yang bulat dengan mata coklat cerah tampak manis dalam pandangan Viance, rambut yang di potong pendek sebahu menambah kesan keceriaan dalam diri gadis ini. Edna mengenakan dress selutut dengan motif bunga-bunga, Viance bisa membayangkan betapa menariknya Edna jika dia berdiri sendirian di tengah Padang rumput.

"Hei Viance!" Edna melambaikan tangannya kedepan Viance, saat merasa fokus temannya ini hilang entah kemana.

Viance kembali tersadar dari lamunan bahagianya dan kembali menunjukan ekspresi datar yang telah dia pertahankan sejak keberangkatan rombongan ini.

Melihat ini, Edna mau tidak mau tertawa, lihatlah! Temannya ini begitu cepat mengganti ekspresi wajah mengalahkan pergantian cuaca!

Melihat Edna tertawa, Viance menambahkan ekspresi tidak suka pada wajahnya, apa-apaan ini, apa ada sesuatu di wajah ku!?

Ekspresi Viance langsung membuat Edna menghentikan tawanya, pandangan dingin Viance menembus kulit sampai ke tulang. Sialnya, sekarang merupakan musim semi, jadi dari mana hawa dingin ini jika bukan dari temannya?

"Viance! Kukira kau tidak akan mengikuti Seleksi akbar?" Edna dengan cepat mengalihkan perhatian Viance, saat dia rasa hawa dingin ini semakin menusuknya begitu dalam.

Benar saja, ekspresi Viance kembali berubah dengan cepat menjadi masam. Edna langsung menghela napas lega, betapa mudah mengalihkan perhatian temanya yang satu ini.

"Huh! Aku malas membahas ini!" Viance mendengus mengingat hal ini kembali, "ibu memaksaku ikut Seleksi ini, kau tau kan? Aku tidak bisa menolak keinginan ibuku" Viance kembali melanjutkan kalimatnya, tidak berhenti sampai disitu. Viance mulai menceritakan tentang semua kejadian sampai di bagian bahwa dia percaya ibunya memiliki kemampuan super.

Edna menghela napas, tidak habis pikir dengan temanya ini. Saat dirinya mengatakan tidak ingin membahas hal ini. Namun dirinya justru menceritakan hampir seluruh kronologi kejadiannya. Bukankah itu hal yang aneh?.

Menggelengkan kepalanya, Edna memutuskan untuk mendengarkan seluruh cerita teman baiknya tanpa mau memotong sedikitpun.

Edna yang baik... Dan Viance yang malang... Bahkan Viance tidak tahu bahwa dirinya mendapat simpati dari seorang 'teman baik'.

Viance mengakhiri ceritanya dengan mendengus, Edna hanya manggut-manggut tidak tahu harus berkomentar apa mengenai hal—yang sialnya, tidak ia pahami sama sekali.

Viance tidak peduli dengan Tanggapan Edna, jadi dia membiarkan wajah bingung Edna tetap berada di tempatnya.

Keheningan kembali diantara mereka, Viance yang tidak ingin bicara dan Edna yang kehilangan ide. Akhirnya memilih diam antara satu sama lain. Hingga suara kepala desa memecah keheningan yang tidak hanya dimiliki Viance dan Edna.

"Kita Sudah Sampai!"

Jalan yang tadinya hanya terdiri dari batu dan pasir hitam seketika berubah menjaji hamparan rumput yang luas. Sekeras apapun Viance berusaha, dia tidak akan bisaelihat ujung padang tersebut.

"Apa kau tau kenapa Padang Hitam di beri nama demikian?"

Viance kembali mengingat pertanyaan yang pernah dilontarkan oleh ibunya ketika dia kecil. Akhirnya dia paham alasan senyuman manis yang ibunya berikan ketika itu.