Viance hanya diam menikmati percakapan pemuda gendut dengan penguji Reapper, saat sebuah cairan kental mengenai wajahnya. Bau yang menyengat seketika menusuk hidungnya. Viance mengalihkan pandanganya kearah baju yang dia kenakan, baju abu-abu yang bersih seketika berubah menjadi berwarna merah gelap. Belum genap rasa terkejutnya, tubuh besar di depannya tiba-tiba ambruk, darah kental mengalir keluar dengan deras dari tenggorokan yang terbuka lebar.
Viance merasa mual, bau menyengat darah langsung masuk ke hidungnya, kaki Viance gemetar. Sialnya, bukan hanya melihat tubuh tanpa kepala di depannya. Kepala bundar nan gemuk yang telah terbang beberapa meter langsung jatuh tepat di depan kaki Viance. Ekspresi wajah terkejut yang ada di kepala itu, mau tidak mau membuat Viance menangis, dalam hati merutuki nasibnya yang berada di barisan ini.
"Pem..Pembunuhan!" Teriak pemuda disebelah kiri Viance "Cepat lar—"
Craats!
Belum genap ucapanya, pemuda itu bernasib sama seperti pemuda gendut sebelumya. Seakan tersadar dari sebuah kenyataan yang mengerikan, seluruh remaja berhamburan tidak tentu arah, berusaha menyelamatkan dirinya masing-masing.
Viance berdiri diam di tempat, tubuh bagian depan dan kirinya penuh dengan darah. Viance seakan sebuah patung yang sengaja ditumpahi warna merah. Jika pada saat krisis, tidak bisa diragukan lagi. Viance adalah orang terakhir yang akan sadar akan situasi akibat kelambatan otaknya yang bekerja.
"Viance! Viance! Apa yang kau lakukan! Cepat pergi dari sini!"
Suara Edna menyadarkan Viance dari
lamunanya. seperti orang linglung, Viance hanya menatap Edna dengan kosong. Jika di lihat, ekspresi linglung Viance di tambah dengan darah yang menutupi sebagian wajahnya pasti akan membuat orang lari ketakutan. tapi saat ini, ketakutan terbesar sebagian orang adalah Penguji Reapper.
"Viance! Ayo!" Edna kembali teriak di depan wajah Viance. Viance yang linglung hanya menanggapi dengan anggukan. Sesaat sebelum melangkahkan kakinya untuk melarikan diri sebuah suara memasuki pikirannya.
'Viance, Apapun yang terjadi. Apapun itu, jangan mengeluarkan suara maupun bergerak'
Viance menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba, membuat Edna yang siap untuk berlari. Menatapnya dengan berbagai ekspresi.
"Apa yang kau lakukan Viance!? Cepat pergi dari sini!"
Edna kembali berteriak. Teriakan itu bercampur dengan teriakan beberapa orang yang menahan rasa sakit yang tertahan. Viance ingin menjawab perkataan Edna. Namun, sebuah suara kembali terdengar di kepalanya.
'Jangan bersuara...'
Viance kembali mengatupkan bibirnya, suaranya tertahan di tenggorokan. Viance hanya mampu mengisyaratkan apa yang di pikirkan kepada Edna. Tapi, seakan tidak mengetahui ini. Edna kembali teriak terhadap Viance.
"Astaga Viance! Jika kita mengulur waktu, kita akan terbunuh di sini!"
Edna mencoba menarik lengan Viance. tapi, seperti tertancap di tanah, kaki Viance tidak melangkah semilli pun dari tempatnya berasal. Edna yang frustasi mencengkram lengan Viance dengan kuat. Dan kembali berkata.
"Viance—
Craats!
Edna yang berada di sebelah kanan Viance, tanpa menyelesaikan kalimatnya. Terbunuh tepat di depan mata Viance. Darah dari Edna menyembur kearah wajah Viance dan disekitaran tubuh bagian kanannya. Viance menatap kejadian itu tanpa berkedip.
Senjata penguji Reapper, memenggal kepala Edna dari belakang, senjata itu sangat cepat. Bahkan Viance tidak mampu melihatnya. Senjata itu dengan memulus memenggal kepalan Edna, kemudian dengan kecepatan yang tidak berkuran menuju leher Viance yang sejajar dengan leher Edna. Namun, sebelum senjata itu menyentuh leher Viance, sepersekian detik. Senjata itu berhenti dengan jarak yang mengerikan terhadap leher Viance. Sebelum Viance menyesuaikan pengelihatan nya terhadap senjata itu. Penguji Reapper dengan cepat memutar senjatanya dan memotong lengan kanan Pada tubuh Edna.
Tubuh tanpa kepala Edna yang tadinya berdiri, seketika ambruk dengan kehilangan tangan kanannya. Ekspresi Viance kosong melihat adegan ini. Melirik kearah tangan kanannya yang masih di cengkram kuat oleh potongan tangan kanan Edna. Viance merasakan pandangan matanya perlahan-lahan menjadi gelap.
Penguji Reapper yang tadinya berada di depan Viance. setelah memotong tangan kanan Edna, tidak butuh waktu lama baginya untuk menghilang dan kembali muncul di tempat lain.
Craats! Craats! Craats!
Suara potongan-potongan dan darah yang menyiprat membuat kepala Viance pusing. Bau darah menyengat di sekitaran Viance mengalahkan harum yang menyegarkan dari musim semi.
Viance menutup matanya, Cairan bening perlahan keluar dari sela-sela mata yang tertutup. Viance tidak ingin melihat adegan dimana seluruh remaja di desanya, di bantai tepat di depan matanya. Namun saat Viance menutup mata, teriakan penuh ketakutan dan memilukan mengisi gendang telinga Viance.
Dia ingin mengangkat tangannya untuk menutupi telinganya. Namun, dihadapkan dengan keadaan yang sama. Ketika Viance ingin bergerak, sebuah suara kembali terdengar di pikiran nya.
'Jangan bergerak...'
Viance menangis dalam diam. Rumput yang lembut di bawah kakinya beberapa saat yang lalu, telah berubah menjadi cairan lengket yang hampir menenggelamkan pergelangan kakinya. Dalam hati Viance merutuki kebodohannya yang dengan sengaja melepas sandal yang dia pakai demi merasakan rumput. Jika dia tau bahwa hamparan rumput yang hijau akan berubah menjadi kolam darah. Tidak hanya sandal jepit, Viance bahkan akan memakai sepatu boot yang biasa dia gunakan jika hendak ke sawah.
Viance kembali mengingat julukan untuk seleksi Akbar. Mungkin julukan yang di berikan ibunya tentang Seleksi terkutuk ini, merupakan sebutan yang tepat.
Pikiran Viance dipenuhi pertanyaan. Jika ibunya bisa memberikan julukan yang tepat, bukankah berarti ibunya mengetahui tentang Seleksi ini? Lalu kenapa ibunya masih berniat mengirim Viance dalam Seleksi yang bisa di katakan mengirim Viance kepada kematiannya?
Suara di sekitar Viance tidak seramai sebelumnya. Tapi, suara anggota tubuh yang terpotong-potong masih terdengar jelas di telinganya.
'apakah ini alasan para remaja yang tidak mengikuti Seleksi tidak pernah kembali?'
Viance tersenyum dalam hatinya, mengingat kembali ucapan penguji kesatria yang mengatakan, 'tidak ada ujian, hanya ada seleksi' dan ucapan terakhir penguji kesatria sebelum dia pergi tentang, 'jangan menghabisi semua'
Viance sampai pada satu kesimpulan, seleksi ini hanyalah mainan terkutuk yang dilakuan oleh para penguji. Dengan gampangnya penguji Reapper membunuh para remaja seperti makan dan minum. Dan penguji kesatria dengan enaknya mengingatkan penguji Reapper seperti mengatakan sesuatu larangan kepada seorang anak kecil.
"Ibu, kenapa ibu mengatakan Seleksi Akbar adalah hal yang tidak baik?"
"Karena saat Seleksi Akbar diadakan, maka Iblis dari neraka akan turun dan memakan jiwa para remaja yang gagal"
Kilasan memori terlintas di pikiran Viance, Air Mata Viance kembali terjatuh. Jika yang dikatakan ibunya benar, maka jiwa para remaja yang gugur ini akan dimakan oleh iblis dan termasuk sahabat baiknya, Edna.
Keadaan di sekitar Viance sangat hening, hanya hembusan angin musim semi yang terdengar di telinga Viance seperti lagu duka pada acara pemakaman yang sangat mengerikan.
Bau darah yang di bawah oleh angin sangat pekat, Viance bisa merasakan isi dalam perutnya teraduk dan memaksakan diri untuk keluar.
Viance perlahan membuka matanya, keadaan di sekitar hening. Terdapat mayat yang tergeletak hampir di seluruh Padang Hitam. Viance menundukan kepalanya, dibawah kakinya terdapat tiga buah kepala yang terpisah dari tubuhnya. Seakan menatap Viance dengan kebencian melalui mata mereka yang terbuka lebar.
Viance dengan cepat mengalihkan pandangannya. Lengan kanannya masih di cengkram kuat oleh potongan tangan Edna. Menatap ngeri pada tangan itu, Viance mencoba menggerakkan tubuhnya sedikit. Cengkraman potongan tangan Edna perlahan mengendur dan jatuh tepat di atas tubuh Edna yang terpisah sebagian anggota badanya.
Tidak sanggup melihat sekeliling, Viance kembali menutup matanya. Hingga suara yang riang yang pernah didengarnya beberapa saat lalu memasuki Indra pendengarannya.
"Ah.. Aku bilang untuk menyisakan beberapa, Kenapa kau membantai seluruh remaja itu lagi?!"
'Lagi?!'
Viance mengerutkan keningnya mendengar suara yang dia kenal beberapa saat lalu, penguji kesatria kembali untuk 'bertanggung jawab' pada Seleksi Akbar.
Viance mau tidak mau tersenyum getir dan sebuah pemikiran terlintas di wajahnya.
'Akhirnya aku menemukan tujuan seleksi terkutuk ini'