"Because as far as walking steps go, still the most comfortable place to return is Home (Family) โฅ๏ธ" -
"Go home, because the house will always be open for you ๐น"
ยฐโขAuthor๐ธโขยฐ
๐ฃ๐ฃ๐ฃ๐ฃ๐ฃ๐ฃ๐ฃ๐ฃ๐ฃ๐ฃ๐ฃ๐ฃ๐ฃ
Achiera dan Kaili tiba di rumah Achiera, mereka melihat sesosok perempuan tua yang sedang duduk menatap keluar jendel, ya itu adalah nenek Achiera.
Dengan sedikit berlari kecil, Achiera mendekat ke arah neneknya dan merangkul lehernya dengan hangat dari belakang. Tak kuasa dia menahan perasaan rindu yang sudah sangat mendalam, diciumnya lembut rambut kepala Neneknya itu, dan tidak terasa air hangat yang bening keluar dari kedua kelopak matanya.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Achiera memulai perkataannya.
"Achiera, kau kah itu? kau kembali sayang?" tanya neneknya dan melihat ke belakang, air mata wanita tua itu mengalir begitu derasnya, dibalas pelukan cucu yang sangat di cintainya itu.
"Kaili bilang kau kecelakaan dan koma, itu sebabnya kau tidak bisa datang di upacara pemakaman adikmu Steven. Aku ... aku sungguh sangat tidak berguna kalau sempat terjadi apa-apa pada kalian," ucap nenek Achiera.
"Aku akan baik-baik saja, kalau kau baik-baik saja nek," jawab Achiera lembut. "Lihatlah tidak ada apa-apa yang terjadi padaku, aku baik dan sehat. Jadi jangan katakan kau itu gagal. Kau sungguh sudah berusaha sekuatmu, sementara tentang Steven itu sudah kehendak Tuhan Nek," lanjutnya menenangkan neneknya.
Achiera mencoba menghibur neneknya yang merasa rapuh, sementara dia sendiri merasakan kehancuran yang mendalam. Demi 'Steven' adiknya itu, dia berusaha meninggalkan harga diri dan norma-norma agama yang dipegangnya erat. Demi Steven juga dia rela menghancurkan masa depannya, impian juga cita-cita dan cintanya kelak.
Setelah semua yang dia lakukan, tetap saja tidak bisa menghentikan takdir untuk merebut Steven-nya, menahan Steven-nya untuk tetap tinggal, ya setidaknya hanya untuk sebagai balasan dari perjuangannya.
Dunianya hancur dan pertahanannya juga ikut tergoyahkan, karena semua alasannya telah pergi. Alasannya untuk mengharuskan dia menjadi kuat dan bertahan sudah tidak ada lagi.
"Nek...," ucapnya setelah berhasil menenangkan dirinya sendiri dan menghembuskan napas kesesakannya.
"Achiera ke sini tidak hanya sendiri, ada Kaili teman kecil Achiera ikut dengan Achiera. Dia ingin melihat nenek katanya," ucap Achiera sambil tersenyum kecil.
"Hai nek...," sapa Kaili mendekat tanpa di panggil Achiera.
"Nenek apa kabarnya? aku Kaili. Apa nenek masih ingat?" ucap Kaili memperkenalkan dirinya.
"Tentu ingat, teman Achiera sejak kecil yang selalu datang ke rumah, kan? dan selalu berbagi singkong bakar bersama Achiera," ucap Nenek sambil tertawa.
"Benar sekali, ingatan nenek sangat tajam," balas Kaili ikut tertawa.
"Kalau nenek masih muda, tadinya Kaili mau minta nenek masak singkong bakar lagi, tapi nenek sudah tua, ya jadi gak bisa makan singkong favorite-ku buatan nenek deh," lanjut Kaili sedikit merengek.
"Haha..., jangan khawatir, nenek masih kuat untuk bakar singkong buatmu. Nanti nenek akan bantu, tapi kamu pegangin nenek ya," ucap nenek tak kalah tertawa.
Achiera sungguh bahagia melihat tawa yang lepas dari neneknya itu, tawa yang seakan-akan sudah lama tertahankan tidak keluar.
Di saat ketiga orang ini menikmati tawa mereka yang meledak-ledak, Ferisha datang dari sekolahnya dan segera menegur Achiera.
"Kakk ... Kakak baik-baik saja?"-Ferisha langsung memeluk Achiera-"aku sangat khawatir sewaktu mendapat kabar dari kak Ferisha kalau kakak kecelakaan dan koma," lanjutnya sambil tersedu-sedu.
"Ferisha, tidak akan ada yang terjadi sama kakak, kakak akan selalu baik-baik saja, dan tolong bantu kakak menjaga nenek, ya!" ucap Achiera menenangkan adiknya itu.
๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ
Setiap langkah kaki yang di tapaki Achiera bagaikan bara api yang sewaktu-waktu dapat membakar seluruh tubuhnya, ketika dia semakin mendekat berjalan ke pemakaman Steven adiknya. Rasa sedih yang berusaha di tutupinya dengan berpura-pura tegar perlahan mulai hancur. Dan alhasil air mata kesesakan itu keluar dengan deras tidak terbendung, membanjiri pipinya dan sedikit-sedikit membasahi bajunya begitu kakinya melangkahkan pijakan pertama di pusara Steven.
Kehancuran hati karena ditinggal oleh adik lelaki satu-satunya terkuak di sana, wajahnya yang selalu menunjukkan kekuatan dan keras kepalanya, seketika hancur begitu melihat nama adiknya di atas pusara itu.
Diambilnya dupa lalu dibakarnya.
'Steven, kau telah pergi tapi ceritaku karena memilih jalan ini belum berakhir, kau yang merupakan kekuatanku sekarang sudah pergi menyerah begitu saja. Kini gelap sekali di sini, tidak ada sepercik cahaya pun di sekelilingku. Karena cahayaku hanya berasal dari dirimu yang merupakan hidup dan matiku. Kepergianmu yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan, tidak akan bisa membuatmu kembali dengan kesedihan dan air mata yang tertambat untukmu. Namun, aku percaya tentang kelahiran kembali setelah kematian, yaitu tentang kehidupan kedua. Kelak kita akan bertemu lagi di surga setelah kematian. Sebuah kelahiran kembali seperti yang dijanjikan Tuhan sesuai Kehendak-Nya. Begitupun dengan kematian, kematian juga bukanlah kehendak kita.
Namun, yang namanya kehidupan adalah pilihan kita sendiri-' batin Achiera lalu menyeka air matanya yang sudah banjir itu, "mau memilih bertahan atau menyerah!! dan aku berjanji tidak akan pernah menyerah dan akan menjadi lebih kuat lagi dari sebelumnya," lanjutnya sambil berdiri.
"Ayo kita pergi," ucap Achiera kepada Ferisha dan juga Kaili, tak lupa dia menaruh bucket bunga yang sudah dibawahnya di atas pusara adiknya itu sebelum pergi.
๐น๐น๐น๐น๐น๐น๐น๐น๐น๐น๐น๐น
Setelah keluar dari area pemakaman, Achiera melihat sebuah mobil yang tidak asing baginya, dan ternyata benar itu adalah Hans. Achiera gugup dan tangannya keringat dingin ketika mata mereka saling bertemu, Hans terlihat tertawa sambil bersandar di mobilnya. Achiera ingin mengambil jalan lain tapi sialnya pintu keluar telah di tutup oleh Hans.
Kaili yang juga melihat Hans segera berbicara kepada Achiera. "Achiera, lihat itu bukannya tuan muda Hans Matthew?" tanya Kaili.
"Kaili kita berjalan saja, tak perlu pedulikan dia," jawab Achiera cemberut.
"Kenapa kak, apa kakak kenal dengan pria tampan yang berdiri di gerbang pemakaman itu?" tanya Ferisha ingin tau.
"Kau tahu apa soal pria tampan itu seperti apa!" cibir Achiera.
"Yah...,"-Ferisha menggigit bibir bawahnya-"aku ini sudah dewasa, sudah 17 tahun. Tentu saja aku bisa membandingkan seperti apa itu pria tampan," jawab Ferisha sambil menahan perasaan groginya.ย
Achiera tidak berminat membalas pernyataan adik perempuannya itu, dan meneruskan langkah kakinya. Namun, Achiera segera tersentak dan menghentikan jalannya ketika tiba-tiba melihat Hans telah berdiri didepannya dengan payung yang sudah terbuka dipegang untuk melindunginya dari paparan sinar matahari.
"Matahari siang tidak bagus untuk kulit cantikmu," ucap Hans sambil menyipitkan matanya. "Kaili dan ini pasti Ferisha benar kan?" ucapnya sambil menunjuk kearah Ferisha.
"Maaf payungnya hanya mampu untuk menumpang 2 orang saja, di sana mobilku parkir, kalian duluanlah, lebih bagus supaya tidak terlalu merasa terik," lanjut Hans sambil menarik tangan Achiera ke sampingnya membuka jalan buat Kaili dan Ferisha jalan.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Achiera sambil berjalan.
Dengan santai Hans menjawab, "ya tentunya aku ingin menemuimu dan mengajakmu kembali. Lagian aku ingin sekali bertemu dengan nenekmu yang telah membesarkanmu itu."
"Kau....! Dari mana kau tau tentang nenekku juga tentang Ferisha?" tanya Achiera mengintimidasi.
"Ah tentang itu yaa .... hmmm," jawab Hans gugup.
"Sejauh mana kau mencari tau tentangku ?" tanya Achiera lagi.
"Achiera, aku mencari tau tentangmu itu tentunya hanya untuk supaya mencegah kesalahpahaman yang akan terjadi kedepannya, seperti sebelumnya. Maafkan aku," jawab Hans memelas.
"Baiklah, ayo jalan. Kaili dan Ferisha sudah mendahului kita sampai di tempat parkirnya mobil mu," ucap Achiera tanpa ingin berdebat.
๐น๐น๐น๐น๐น๐น๐น๐น๐น๐น๐น๐น๐น
"Kita telah sampai dirumah," teriak Ferisha dengan sedikit bersorak begitu tiba di depan rumahnya.
"Ini rumahmu, Achiera?" tanya Hans.
"Iyaa .... aku tau ini sangat kecil buat mu dan sangat tidak layak untuk disinggahi oleh seorang tuan muda sepertimu. Maka dari itu, pergilah ke hotelmu. Terima kasih sudah mengantar kami," ucap Achiera sambil menunduk.
"Achiera tunggu, aku ingin bertemu nenekmu, bolehkah?" pinta Hans.
"Tidak boleh, untuk apa kau bertemu nenekku. Nanti nenekku bakalan terkejut, aku mohon pergilah sekarang!" sekarang Achiera yang meminta.
"Aku baru tau ternyata tuan muda ini suka sekali mengejar seseorang bahkan sudi untuk menginjakkan kaki di rumah gubuk ini," sindir Kaili.
"Kakak, kalau kak Hans ingin masuk apa salahnya?" tanya Ferisha pada Achiera sambil menarik pelan baju Achiera.
"Kakak Hans, masuk lah. Nenekku pun pasti senang bertemu dengamu," tawar Ferisha.
Tanpa menunggu jawaban Achiera dan pendapat Kaili, Hans langsung pergi dengan sedikit berlari.
"Kalian sudah pulang?" tanya Nenek ketika mendengar pintu dibuka.
Mata nenek langsung menangkap seorang laki-laki bertubuh tinggi tegap yang berdiri di ambang pintu.
"Ini siapa... ?" tanya nenek..
"Saya temannya Achiera dari ibu kota, nek. Nama saya Hans," sapa Hans sopan dan langsung mencium tangan Nenek dengan lembut.
"Benarkah Achiera memiliki teman setampan dirimu?" tanya Nenek menggoda.
"Nek, dia itu atasanku dan datang ke sini untuk urusan pekerjaan, dan kami ketepatan sekali bertemu di jalan. Jadi Achiera bawalah ke sini," jelas Achiera untuk menghilangkan kecurigaan Nenek.
"Oh kalau begitu, silahkan duduk," tawar nenek dengan ramah.