Kevan mengetuk pintu sebuah apartemen mewah di kawasan Jakarta Pusat. Dia mendatangi salah satu berbi. Berbi adalah panggilan sayang Kevan pada wanita teman tidurnya. Perempuan yang berada dalam lingkaran Kevan harus sadar diri jika mereka bukan satu-satunya wanita dalam hidup Kevan. Satu minggu ada tujuh hari. Berarti ada tujuh wanita yang menjadi pacar alias pelampiasan nafsu Kevan.
Para berbi maklum dengan sikap Kevan karena dari awal pria itu sudah mengatakan pada jika ia seorang pemain dan menebar benih dari satu wanita ke wanita lainnya. Keistimewaan jadi berbinya Kevan, mereka akan hidup bergelimang harta. Pria itu tak pernah pelit dan sangat royal memberikan uang bahkan Kevan tak sungkan memberikan hadiah mahal seperti apartemen, mobil, perhiasan dan tas bermerk.
Berbi Kevan sendiri berasal dari berbagai latar belakang. Ada pekerja kantoran, janda muda, model bahkan selebgram. Mereka mau bersama Kevan karena pria itu sangat tajir. Bonusnya, wajah pria itu sangat tampan dan membuat para berbi betah berlama-lama dengannya.
"Hai Kevan," sapa wanita dengan pakaian minim membukakan pintu.
"Hai Disa. You're so beautiful," gombal Kevan masuk ke dalam.
Kevan takjub di dalam Disa sudah menyiapkan makan malam yang romantis untuknya. Steak daging dengan sebotol sampanye. Lilin aroma terapi yang memanjakan indera penciuman Kevan, bahkan bunga mawar bertebaran dimana-mana.
"Apa ini berbi?" Kevan menyunggingkan senyum.
"Surprise," ucap Disa riang. Berlari menuju pelukan Kevan. Pria itu menyambutnya dan memeluknya dengan erat. Bahkan Kevan menggendong Disa dan memberikan sebuah kecupan ringan.
"Apakah kamu senang Van?"
"Tentu saja aku senang berbi. Kamu paling bisa memberikan aku kejutan." Tangan nakal Kevan mulai menjelajahi tubuh Disa.
"Sabar Van." Disa mencekal tangan Kevan.
"Kenapa?"
"Kita dinner dulu sayang." Disa menarik tangan Kevan lalu menuntun pria itu duduk. Disa bahkan memasangkan serbet di leher Kevan. Disa lalu duduk di depan Kevan.
"Makasih ya Van udah mau datang kesini. Aku sempat patah hati lo Van. Kamu udah nikah." Disa memperlihatkan wajah sedih.
"Jangan bersedih berbi. Aku terpaksa menikahi perempuan itu demi mama." Kevan mengambil garpu dan pisau mulai memotong stik dan memakannya. Sangat enak, Kevan bahkan tak berhenti mengunyah.
"Enak ya sayang?" Tanya Disa sumringah. Tak sia-sia usahanya mempersiapkan makanan untuk Kevan. Disa ingin menjerat Kevan dalam kehidupanya karena bagi Disa pria itu adalah ATM -nya. Kevan sangat royal dan suka memberi hadiah mewah.
"Sangat enak berbi. I like it." Kevan memajukan bibirnya sebagai kode untuk diberikan kecupan.
"Sabar sayang. Masih ada sesi selanjutnya," ucap Disa nakal seraya menuangkan sampanye untuk Kevan.
"Mari bersulang." Kevan tersenyum menatap Disa.
Disa merasa di atas angin. Dari semua berbi Kevan, pria itu malah melewati malam pertama bersamanya. Istri Kevan tak ada harganya dalam hidup pria itu. Disa malah kasihan pada istri Kevan. Istri yang tak dianggap. Duh miris banget dinikahi tapi diabaikan.
"Cheerrr," sahut Disa lalu meneguk sampanye sampai habis.
Mata Kevan berkilat-kilat melihat penampilan Disa yang sangat mengoda iman. Mengenakan lingerie tipis yang tembus pandang dan memperlihatkan lekuk tubuh wanita itu. Pria mana yang tidak tergoda dan bergairah melihat Disa memakan pakaian 'haram' seperti ini. Tidak rugi memberikan uang pada Disa. Wanita itu tahu bagaimana memanjakannya dan memuaskannya. Wanita itu bisa mengimbangi sifat maniaknya. Disa dengan keajaibannya dan keliarannya.
"Van apa yang membuat kamu meninggalkan wanita itu dan memilih melewati malam pertama denganku?" Tanya Disa ketika mereka berada di kamar.
Disa mengalungkan tangannya di leher Kevan dan menghirup aroma tubuh pria itu. Aroma Kevan benar-benar memabukkan dan membangkit fantasi liarnya dibawah sana.
Kevan tak sungkan meremas dua lingkaran milik Disa. Wanita itu melenguh merasa dipuja dan begitu diinginkan.
"Aku enggak sudi menikah dengan dia," ucap Kevan dengan nada tak suka. Ada rasa muak dan benci dari sorot matanya. Pria itu yakin jika Raline menikah dengannya karena harta. Wanita mana yang tidak silau dengan harta yang dimiliki keluarganya. Kevan CEO sukses perusahaan iklan, berwajah tampan dan bertubuh kotak-kotak alias roti sobek. Melihat senyumnya saja para wanita akan menjerit.
"Kenapa?" Disa penasaran dan ingin tahu lebih banyak. Meski tahu Kevan dengan kebrengsekannya namun tetap saja rasa ingin tahunya kehidupan pribadi pria itu. Disa mengeluskan roti sobek Kevan seraya memancing pria itu untuk bicara.
"Bukankah dia cantik? Mana mungkin mama kamu mencarikan kamu wanita yang biasa saja?" Disa sebenarnya bukan ingin memuji tapi merendahkan istri Kevan. Penghinaan terbesar bagi istri ditinggalkan oleh suaminya di malam pertama. Berarti istri Kevan tak cukup menarik sehingga pria itu pergi.
"Dia jelek dan tak menarik. Dia menikah denganku karena ingin menguasai hartaku. Mana mungkin aku meniduri ular betina itu."
"Aku tersanjung Van. Kamu memilih aku daripada dia." Disa berdiri dan duduk di pangkuan Kevan. Pria itu memeluknya seraya mengendus aroma tubuh Disa. Aroma wanita itu benar-benar memabukkan.
Kevan tak dapat menahan hasrat lebih lama lagi. Ia menggendong Disa dan membawanya ke kamarnya. Dengan seingaian nakal pria itu menerkam Disa. Ia bak serigala yang mendapatkan makanannya. Ia mengaum dengan keras dan menghujami Disa hingga wanita itu memekik dalam gairah. Suara desahan mereka saling bersahutan dari bawah selimut. Bak orang kesetanan mereka bermain cinta.
"Aku capek Van," lirih Disa bermandikan keringat. Wanita itu kelelahan melawan hasrat Kevan yang seolah tak pernah padam. Pria itu telah menghajarnya sebanyak tiga ronde. Disa tak sanggup lagi mengimbangi permainan pria itu. Tubuh Disa remuk dan pegal-pegal. Kevan benar-benar maniak. Pantas saja pria itu sanggup bercinta setiap hari dengan wanita yang berbeda. Dia memiliki stamina yang kuat. Perempuan yang melayani pria Kevan harus bisa mengimbangi pria itu bercinta.
"Tumben kamu nyerah?" Kevan malah menyindir. Berseringai licik menatap Disa yang nampak kelelahan.
"Bukan nyerah Van. Kamu enggak seperti biasanya. Kamu bukannya ingin bercinta denganku tapi kamu ingin membunuhku."
"Kenapa kamu bilang gitu?" Kevan menyandarkan tubuhnya di sandaran kasur.
"Kamu marah dan kesal Van. Aku merasa kamu melampiaskan kemarahan kamu dengan bermain cinta. Kenapa kamu tidak menolak saja jika pernikahan ini tidak pernah kamu inginkan?"
Kevan menyugar rambut dan mengusap wajahnya dengan kasar. Pria itu termenung dalam lamunan. Disa benar. Kenapa dia tidak menolak pernikahan ini? Kevan bukannya lupa bagaimana mama memaksanya untuk menikah dengan Raline meski ia tak suka. Kevan hanya takut jika pernikahan ini permintaan terakhir Intan. Jika Intan benar-benar pergi dan Kevan tak menyanggupi permintaannya maka akan jadi penyesalan terbesar dalam hidupnya. Mengecewakan mami yang sangat disayangi. Kevan tak mau jika itu terjadi hingga mama membawa kekecewaannya hingga akhir hayat.
"Aku melakukannya demi mami. Walaupun aku bukan pria yang baik. Suka memadu cinta dimana-mana tapi aku sangat menyayangi mami."
Disa bangkit dari ranjang. Memungut gaun tidurnya, dipakai begitu saja tanpa memakai dalaman.
"Kamu sebenarnya orang baik Van buktinya kamu sayang banget sama mami kamu, bahkan mau nikah sama cewek yang enggak kamu sukai demi mami."
"Aku yakin perempuan itu mau nikah sama aku karena mengincar harta kekayaan keluarga aku. Mana ada jaman sekarang orang mau dinikahin, tapi baru ketemu seminggu mau nikah. Orang jaman dulu meski nikah di jodohkan pasti ada masa penjajakan dulu, ini dia tiba-tiba mau aja. Pasti perempuan itu ada maksud terselubung," ucap Kevan mengambil celana boxer lalu memakainya.
"Aku akan buat dia enggak betah, tertekan dan minta cerai sama aku. Jangan harap aku akan pulang ke rumah. Aku terpaksa bawa dia pulang ke rumah. Mami minta aku bawa dia tinggal di rumah hasil kerja keras aku."
"Kenapa kalian enggak tinggal di rumah orang tua kamu aja sih?" Disa semakin penasaran.
"Malah kacau aku tinggal di rumah mami. Bakal ketahuan gimana aku akan memperlakukan wanita itu. Mending di rumahku sendiri. Aku bebas buat maki dan marahin dia."
"Kamu benar juga Van." Disa mengiyakan ucapan Kevan.