"Okey. Fix mulai sekarang lo gak boleh ketemu mereka lagi!" ucap Nuna tegas.
"Tapika—"
"Tapi tapi tapi!" Nuna menatapku dengan raut marah. "Lo bilang gua terlalu baik? Lo bilang gua terlalu bodoh untuk dibodohin? Tapi semuanya itu ada di diri lo YUN! Diri LO!" ucapnya sedikit teriak. Nuna meninggalkanku, ia berjalan menuju dapur membawa piring makannya yang kotor.
"Gua mau kerja dulu," ucapnya memberi tahu. "Kalo lo mau jalan-jalan. Lo bisa pakai mobil gua satu lagi aja. Kuncinya didekat TV," teriak Nuna.
"Yaa," jawabku pelan merasa bersalah dan kembali menikmati nasi goreng buatan Nuna.
Nuna menghampiriku setelah mencuci piringnya. "Terus kenapa lo bisa diusir?" Ia tampak masih penasaran walaupun tidak menutupi kekesalannya.
"Bukan diusir sih. Zahra nyuruh gua pergi dari sana. Dia beliin gua tiket. Dia bilang gua gak boleh balik sampai gua nemuin kebahagiaan yang gua cari."
"Kebahagiaan?" tanya Nuna.