"OK..."
Penglihatan Hidayat amat tajam ketika Arvita baru saja membuka pintu. Suaranya yang nyaring sudah menyambut dirinya yang masih menatap kearah ruang kerja Armand,
Mata Hidayat berbinar-binar seakan-akan Arvita adalah undian lotre yang baru saja ia temukan.
"Baiklah.. kita mulai dari mana ya?" Kembali Hidayat melirik jam tangannya, merasa masih memiliki waktu yang cukup untuk bisa menjelaskan kepada Arvita.
Arvita masih berdiam diri, tangannya sudah siap dengan buku kecil dan pulpen yang sudah ia siap torehkan. Hidayat menuju meja kerja Armand, memberikan kode dengan jentikan jarinya agar Arvita bisa mendekat padanya.
"Kemari.." Ucap Hidayat,
Arvita langsung saja berjalan menghampiri pria tersebut, mulai memperhatikan apa yang berada diatas meja tersebut.
Hidayat membetulkan posisi laptop dan sebuah map biru, membuat kedua benda tersebut tampak sejajar. "OK Arvita, pastikan kedua benda ini harus sudah berada di atas meja pada saat Armand tiba."
"Ya...pak." Jawab Arvita, langsung saja mencantatnya. "Lap..top..dan map... tunggu pak? Map ini isinya apa ya pak?" Tanya Arvita.
"Hmmm... Arvita tugas kamu hanya mencatat dan mendengarkan penjelasan saya. Sesi tanya jawab selalu ada di akhir. JADI... tunggu penjelasan saya dulu, OK. "
"Kamu PAHAM?"
Arvita mengangguk-angguk, Hidayat tidak suka dengan Arvita yang mulai bertanya-tanya.
"Seperti yang tadi saya jelaskan, kedua benda ini harus sudah berada diatas meja pak Armand. DAN SEKALI LAGI... Pastikan sebelum kedatangannya, kalau tidak..." Hidayat menggorok leher dengan tangannya sendiri, membuat ungkapan yang langsung dipahami olehnya.
Arvita kembali mengangguk, sambil menelan ludahnya sendiri. Masih belum berani mengajukan pertanyaan,
"Laptop harus dalam keadaan menyala, aktifkan email pak Armand. Dan ingat ini adalah email resmi yang dibuat oleh kantor, jadi ini bukan email pribadi pak Armand. Hanya pak Armand, saya dan kamu nantinya yang akan tau passwordnya."
Hidayat mengambil buku dan pulpen Arvita, mulai menuliskan suatu kalimat. "Dan itu paswordnya, hafalkan, lalu kamu harus membuang kertas ini."
Hidayat mengangkat map biru, membuka halaman demi halaman. "Hhh..." Keluh Armand kesal. "Bagian accounting belum mengirimkan laporan mingguannya. Untuk hari ini aku yang akan memintanya, selanjutnya menjadi tugasmu." Tunjuk Hidayat, dan Arvita kembali mencatat.
"Setiap pagi, laporan yang harus diberikan kepada Pak Armand adalah mengenai laporan accounting, purcahasing, bagian maintenance, dan tugasmu juga harus mendata jumlah pengunjung dari Hotel EG Group."
"Seperti yang kamu tau Arvita, EG Group mengelola apartement mewah dengan Hotel bintang lima level internantional."
"Pastikan kamu bekerja sama dengan pihak manager disana, untuk memberikan laporan pengunjung SETIAP HARI." Hidayat menekankan.
"Dan ini.." Hidayat mengeluarkan beberapa kertas dari laci kerja. Setidaknya ada lima lembar kertas yang terapit pada clipboard.
"Ini adalah jadwal Pak Armand selama tiga bulan kedepan. Nantinya kalau tiga bulan jadwal ini selesai, kau harus membantunya membuat jadwal baru kembali setelah kau memasukkan beberapa kegiatan di bulan-bulan berikutnya."
"Biasanya Pak Armand akan menyesuaikan jadwalnya dengan jadwal kerjanya."
Arvita memegangi lembaran-lembaran kertas tersebut, kepalanya sudah penuh dengan penjelasan Hidayat yang masih saja belum selesai.
"Mengenai makan siang, Pak Armand memiliki ahli gizi sendiri. Pastikan tidak ada kacang yang ia makan, karena ia sanngat alergi dengan kacang."
"Arvita coba kemari." Ucap Hidayat menunjuk kearah lukisan besar yang terpajang rapi pada dinding kayu yang besar.
"Perhatikan dan lihat." Ucap Hidayat menekan sebuah tombol yang berada di pinggir lukisan. Seketika lukisan itu langsung terbelah, dan sebuah ruangan yang cukup luas muncul secara tiba-tiba.
Sebuah tempat tidur, dengan televisi besar. Ditambah sebuah minibar dan lemari pakaian yang berada disudut ruangan.
"Ini adalah ruang istirahat pribadi milik pak Armand, Jangan pernah kamu masuk ke dalam ruangan ini tanpa ijin." Hidayat terlihat seram saat menjelaskannya.
"Kalau saya tidak boleh masuk, untuk apa anda memberitahu saya mengenai ini?" Tanya Arvita sudah tidak tahan berucap.
"Ahh.... lagi-lagi kau bertanya sebelum saya menjelaskan. Hmm... saya hanya ingin memberitahu saja. Keren bukan." Hidayat menyeringai dengan bangga. Sedangkan Arvita hanya bisa menatap aneh.
"OK, berikutnya." Hidayat kembali memencet tombol tersebut, dan seketika dinding itu menjadi rapat bahkan tidak terlihat ada celah sedikitpun.
"Armand tidak akan menemui orang yang belum membuat janji padanya, pastikan itu!! Kalau kau ingin bertahan lama."
Hidayat mendekati Arvita, hidungnya mengendus cukup dekat dengannya. Arvita langsung saja menjaga jarak, bingung dengan Hidayat yang berubah seperti seekor anjing pelacak.
"Ada apa pak? Apa saya bau?"
"Hmmm... tidak.. kau tidak bau untungnya. Armand tidak suka wangi yang terlalu menyengat, tapi tidak suka dengan wanita yang terlalu bau juga. Itu akan mengganggu konsentrasinya."
"Jangan menggaruk hidung didepannya, jangan bersin didepannya, dan pastikan saat kau berbicara dengannya air liurmu tidak ikut terlontar."
Arvita semakin merapatkan mulutnya, mulai berpikir apakah selama ini dia bertindak seperti itu.
"Oh ya, jika ada pertemuan tiba-tiba. Kau bisa menghubungi manager hotel untuk mengantarkan setelan jas, tapi ingat Pak Armand tidak akan memilih bagaimana pakaian yang akan dikenakannya, tapi jika pilihanmu salah. Hati-hati dengan amarahnya dan karirmu disini bisa berhenti seketika."
"Menjadi sekertaris Pak Armand, harus memiliki kejujuran yang tinggi. Jangan pernah berani untuk terlihat menggodanya. Hh.... aku sudah mengatakan ini pada lima orang sebelummu."
"Apa?? Lima..?" Tanya Arvita bingung dan menghitung jarinya sendiri, berarti dia adalah orang keenam.
"Ya... benar, tapi tetap saja mereka tergoda dengan ketampanannya. Dan bos kita langsung memecatnya hanya dalam hitungan tiga detik."
"Keluar, kau dipecat." Ucap Hidayat berusaha menirukan suara dan gaya bicara Armand.
"Tiga detik bukan, apa kau menghitungnya Vita... Ahhh kau tidak menghitungnya ya." Hidayat sedikit kecewa, sedangkan Arvita masih terlihat mencoba mencerna penjelasannya.
"Setiap hari senin, kau harus berada di lobi utama untuk menyapanya. Dan memberikan laporan singkat, sebelum rapat mingguannya."
"Dan semisal Pak Armand menghubungimu, maka kamu harus segera, wajib, untuk DATANG... " Ucap Hidayat lagi, dan melihat Arvita sedikit mengernyitkan dahinya.
"Tapi tenang saja... Pak Armand akan membayar setip jam lemburmu. Catat saja, buat laporannya, minta tandatangannya. Dan kau akan dibayar."
"Apa kau tingal disekitar sini?" Tanya Hidayat lagi.
"Mmm.. tidak pak. Kebetulan saya tinggal bersama orang tua saya..."
"berapa umurmu? Dan berapa lama jarak perjalanan dari rumahmu hingga tempat kerja?" Potong Hidayat dan kembali bertanya.
"Satu jam paling cepat, jika ada kendala bisa satu setengah jam." Jawab Arvita.
"Mm... kau memang datang sangat pagi untuk hari pertama kerjamu. Tapi kusarankan kau bisa mencari rumah sewa atau kos-kosan disekitar sini. Karena bekerja dengan Armand, akan benar-benar menyita waktu dan energimu Vita."
"Lagi pula usiamu sudah duapuluh enam tahun, sudah waktunya kamu bisa lepas dari orangtua bukan?"
Arvita hanya terdiam seraya memikirkan semua nasihat Hidayat, tanpa ia sadari bukunya sudah penuh dengan catatan yang ia buat.
Arvita menghela nafasnya dengan panjang, Hidayat langsung tersenyum lebar padanya. Wajahnya sudah kemnali menjadi normal, tampak ramah dan bersahabat.
"Tenanglah Vita, saya yakin kamu pasti akan betah bekerja dengan Pak Armand. Jika ada sesuatu yang belum kamu paham, kamu bisa tanyakan padaku OK."
"Baik pak, terimakasih." Arvita tersenyum dan dalam hatinya ia terus menyemangati dirinya sendiri.