Chereads / Introvert Boss & Mad Secretaries / Chapter 18 - Status - Pacar

Chapter 18 - Status - Pacar

Lidia dan Rosa, memandangi punggung Arvita yang bejalan didepan mereka. Mereka sedang berbisik-bisik, tapi Arvita tahu kalau kedua temannya sedang membicarakannya.

"Dia kenapa sih?" Tanya Rosa, kepalanya menggeleng-geleng melihat Arvita yang sedari tadi hanya berwajah senyum.

"Kerja sama Armand, kayanya udah bikin otaknya jadi rusak deh." Jawab Lidia.

"Dia baru kerja satu bulan kan, astaga.. gajinya pasti gak akan cukup untuk biaya pengobatan otaknya." Lanjut Lidia.

Tiba-tiba saja Arvita membalikkan tubuhnya, alih-alih menunjukkan wajah kesal. Arvita malah tersenyum lebar kepada kedua temannya.

"Kalian tahu gak kenapa?" Ucap Arvita dengan sikap aneh.

"Apa sih?" Protes Rosa.

Mereka bertiga sudah berhenti di lorong yang akan memecah langkah mereka bertiga. Arvita yang akan lurus, dan kembali bekerja dengan atasannya Armand.

Lidia yang akan berbelok ke arah kiri, menuju bagian – departemen marketing, dan Rosa yang akan berbelok kanan untuk menuju departemen accounting.

"Jadi ada apa, Vit? Jangan bilang, karena laki-laki yang bernama Samudra tadi ?!" Tebak Rosa, mengingat ada seorang laki-laki yang datang saat jam makan siang mereka sedang berlangsung.

"Ohh... laki-laki yang lumayan ganteng itu... Ada apa memangnya?" Lidia menimpali ucapan Rosa, mereka bertiga tidak peduli dengan masih terhenti di tengah-tengah pertigaan lorong kantor.

"Namanya Samudra, dia biasa dipanggil Sam. Kebetulan aku dan Sam sudah lumayan kenalan, orangtua kami memang berniat untuk menjodohkan kami berdua" Arvita semakin sumringah dengan perkataannya.

"Aduhhhh VITA!!! Bisa langsung ke-point-nya aja!!!" Rosa bertolak pinggang dengan kesal.

"Lo jadian ya?" Tebak Lidia.

Mata Arvita melebar dengan senang, karena tebakan Lidia benar. Arvita pun langsung saja melompat-lompat dengan senang. Rosa dan Lidia saling memandang dengan bingung,

"Kayanya ini pertama kalinya dia pacaran ya?" Bisik Rosa dengan amat yakin.

***

Beberapa jam sebelumnya.

Arvita duduk dengan gelisah, setelah menerima panggilan masuk dari seseorang. Mata Arvita tidak hentinya memperhatikan kondisi sekitar area restoran. Makan siang itu dia dan kedua temannya memutuskan untuk keluar dari area perkantoran. Sebuah restoran cepat saji, yang menyajikan menu ayam goreng menjadi pilihan mereka bertiga saat itu.

Seorang pria dengan tampak rupawan mengenakan kacamata datang menghampiri meja mereka bertiga, "Vita.. Maaf kamu jadi nunggu lama kesini. Tadi di jalan lumayan padat, dan sedikit macet." Jelas Samudra yang baru saja tiba.

Samudra tampak rapi dengan setelan jasnya yang berwarna biru, rambutnya yang sedikit panjang dan tetap rapi membuat pria itu tampak seperti seorang anak muda. Ia pun menyapa dengan menunduk dan tersenyum kepada Lidia dan rosa.

"Aku tinggal sebentar ya..." Ucap Arvita dan beranjak dari duduknya.

Lidia dan Rosa pun hanya bisa saling memandang dengan kebingungan, sudah satu bulan ini Arvita menjadi bagian dari persahabatan mereka. Tapi baru kali ini mereka tahu kalau Arvita memiliki teman laki-laki, yang membuat wanita itu sangat gelisah sedari tadi.

"Ada apa ya?" Tanya Rosa penasaran, dan Lidia hanya mengangkat bahunya seraya menyeruput minuman cola-nya yang mulai habis. Dan terdengar suara seruput yang sangat jelas, ketika Lidia semakin menyedot minumannya yang sudah habis melalui sedotannya.

"Jadi Kak, ehh mas ..." Arvita tampak bingung harus memanggil dengan apa, pria yang membuat jantungnya berdegup kencang.

"Panggil aku Sam saja, teman-temanku biasa memanggil nama depanku saja." Jawab Samudra tersenyum manis. Sepertinya hati Arvita saat itu terbuat dari es, baru saja Samudra tersenyum dan ia merasa perasaannya meleleh seketika.

"Arvita, mungkin perkenalan kita terlalu cepat. Tapi aku merasa sepertinya kita cocok satu sama lain. Kamu ingat kan ibu kamu.. Mmm.. maksudku tante Rohimah dan mamaku ingin menjodohkan kita."

Arvita menegakkan wajahnya dengan penuh semangat dan ketertarikan yang sangat terlihat pada wajahnya, "Ohh... mengenai itu. Bukannya kamu bilang kalau kita lebih baik saling mengenal dulu."

"Setelah aku pikir, apa kita tidak memulai dengan kita berpacaran dulu." Samudra sangat tegang saat menjelaskannya, wajahnya bahkan menunduk malu dan tangannya mengepal dengan jari jemarinya yang ia mainkan dengan gelisah.

"Maksud kamu Sam?" Tanya Arvita, padahal dia tahu persis kemana arah pembicaraan pria tersebut.

"Mmm.. Apa kamu mau menjadi pacar aku Vita...Ah... bodoh sekali, aku pasti akan ditolak sama gadis semanis kamu." Samudra semakin menora malu dengan ucapanya sendiri.

"Aku mau... Aku mau jadi pacar kamu." Jawab Arvita dengan spontan, bahkan matanya beseri-seri saat memberikan jawaban.

***

Present

Arvita masih saja melompat kegirangan, ia tidak peduli dengan reaksi kedua temannya yang sudah berubah. Rosa bahkan menunjukkan kepanikan, dan Lida melotot dengan matanya mendelik seperti ingin mengatakan sesuatu kepada Arvita.

Seorang pria dengan setelan jas mahal dan elegan berwarna hitam, sudah berada dibelakang Arvita. Pria itu memandangi Arvita dengan sorot mata yang tajam dan keji. Ia tidak suka dengan sedikit keributan yang dibuat oleh sekertarisnya.

"Vit... belakang lo..." Ucap Rosa pelan, tapi ia menunduk hormat dan tersenyum pada Armand yang sudah melipat kedua tangannya dengan amat rapat.

Arvita pun membalikkan tubuhnya, dan ia pun lebih terkejut dengan apa yang sedang berdiri dibelakangnya. Arvita sudah berhenti dengan aksi melompatnya, ia langsung tersenyum lebar dan merapikan bajunya yang sedikit berantakan.

"Siang pak Armand..." Ucap Rosa dan Lidia bersamaan.

"Kalian sudah selesai makan siang-nya? Bisa kembali bekerja bukan, daripada membuat keributan di tengah-tengah lorong ini." Sindir Armand.

"Siap pak." Rosa dan Lidia menjawab kompak dan mereka pun langsung mengambil langkah. Sayangnya Lidia dan Rosa salah mengambil langkah, mereka berdua membalikkan badan mereka dengan cepat.

"Maaf pak, saya sebelah sana.." Ucap Lidia yang tadi melangkah kearah kanan, dan seharusnya mengambil kerah kiri.

"Saya juga pak, hehe... salah, seharusnya kesana." Tunjuk Rosa kearah kirinya.

"Siang pak Armand." Sapa Arvita menjadi canggung, dia sedikit melirik ke arah jam tangannya dan melihat setidaknya ia masih memiliki waktu sepuluh menit untuk menikmati sisa jam istirahatnya saat itu.

"Kamu keruangan saya sekarang juga! Ada yang saya mau bicarakan, dan cepat!" Perintah Armand, tanpa menunggu jawaban dari sekertarisnya. Armand sudah meninggalkan Arvita yang menatap dengan wajah cemas.

"Ihh... kenapa sih pria itu. Setiap hari selalu saja.. wajahnya masam, kalau gak cemberut, marah-marah, judes lagi... Ihh... sabar-sabar Arvita. Kamu pasti bisa menghadapi orang seperti itu." Arvita menyemangati dirinya sendiri, dan ia langsung menuju meja kerjanya.

Arvita tidak tahu apa yang ingin dibicarakan oleh Armand, ia hanya mengambil pulpen dan buku catatannya. Insting-nya mengatakan bahwa atasannya akan memberikan tugas kepadanya saat itu, dan bisa saja itu sangat penting.

Arvita menarik napasnya dengan amat panjang, ia sudah berada dibalik pintu kerja Armand. Arvita sedikit merapikan rambutnya, dan berdeham dengan suaranya.

"Ehemm...ehemmm... test...test... satu...dua... tiga..." Ucap Arvita dengan aneh, ia hanya ingin mendengar intonasi suaranya sendiri.

"Ok..." Ucap Arvita dengan percaya diri, dan mengetuk pintu dengan perlahan. Setelahnya ia membuka pintu tersebut dan masuk kedalam ruangan kerja Armand, tiba-tiba suasana menjadi hening dan sunyi.

"Siang pak Armand." Sapa Arvita kembali,

Armand sedang berdiri memandangi kaca jendela yang lebar, sebuah pemandangan gedung-gedung tinggi menjadi latar belakang ruang kerja Armand.

"Pak...?" Panggil Arvita kembali, dan tidak lama Armand membalikkan tubuhnya.

Kedua tangan Armand berada dalam saku celananya, seperti biasa tatapan Arman yang dingin tidak berubah sedikitpun. "Ada yang bisa saya bantu pak?" Tanya Arvita dengan sangat ramah.

"Arvita, saya ingin kamu mencarikan bunga, dan itu dalam waktu tigapuluh menit dari sekarang." Ucap Armand dengan wajah seriusnya.

"APA!!?? Bunga?! Tiga puluh menit?"Arvita membelalak tidak percaya dengan permintaan bosnya.