Chereads / Soul Emperor - Pewaris Kaisar Roh / Chapter 20 - Bab 19 - Hubungan Kami

Chapter 20 - Bab 19 - Hubungan Kami

Ya ampun... jika keadaannya seperti ini justru bakal merepotkan diriku nantinya.

Tapi semua sudah terlanjur seperti ini, mau mengeluh seperti apapun juga tak akan mengubah apapun.

Orang-orang di kantor ini benar-benar heboh akan kedatangan ku dengan Gita yang bersamaan keluar dari dalam mobil sedan hitam itu.

Raut wajah mereka terukir dengan beragam ekspresi, seperti ekspresi kaget, kesal, iri, bingung, dsb.

Kemudian aku mencoba mengalihkan pandangan pada Gita yang berdiri disampingku.

Aku melihat dia menunjukkan senyum kecutnya, Gita sepertinya juga mulai sadar akan runyamnya situasi sekarang.

Huft... Kuhembuskan helaan napas setelah selesai melirik Gita.

Perlahan kemudian aku mulai melangkah menuju pintu masuk kantor kami meski aku harus berusaha keras mengabaikan pandangan semua orang.

Gita tersadar kembali dari situasi ini setelah aku mulai melangkah, dia pun mulai berjalan mengikutiku dari belakang.

Kami kemudian masuk melewati pintu masuk utama yang terbuat dari kaca dengan sensor buka tutup otomatis.

Setelah melewati pintu itu maka terlihatlah lobi utama kantor ini yang cukup luas dengan lantai keramik berwarna krem dengan pola garis coklat yang seperti kumpulan serabut, langit-langitnya terdapat lampu gantung dengan ornamen kaca yang indah, ada pula meja Front Office sebagai pusat lobi ini terbuat dari kayu berwarna coklat mengkilap dengan staff resepsionis yang sudah berdiri dibelakangnya.

ketika menyusuri lobi ini, banyak kerumunan pegawai didalamnya yang mana juga segera memfokuskan tatapan mereka pada kedatangan kami berdua.

Diantara mereka ada beberapa yang mulai saling berbisik, topik yang mereka bahas sudah pasti mengenai aku dan Gita.

Gita mempercepat langkahnya hingga dia berjalan tepat disampingku.

Dengan kepala yang sedikit ia tundukkan, Gita mengatakan sesuatu dengan pelan namun cukup untuk didengar oleh diriku.

"M-maaf Arya, sepertinya ajakanku justru membuatmu masuk dalam hal yang merepotkan ini. Mungkin kedepannya jadi ada beberapa rumor tentangmu juga, bahkan bisa saja rumor yang tidak baik. Aku benar-benar lupa akan statusku sebagai putri presiden perusahaan saat aku membuat keputusan tadi."

Aku melirik Gita sepanjang kalimat yang dia utarakan, sesudah dia selesai aku kembali menatap lurus kedepan.

Aku menjawab ucapan Gita dengan wajah yang terkesan tenang dan dingin karena aku masih berusaha mengabaikan tatapan mata orang-orang yang kami lewati.

"Tidak peduli apa yang orang lain katakan tentangku aku tidak begitu peduli. Aku akan lakukan apapun yang kumau selama itu tak merugikan orang lain. Jika ada yang tidak terima maka akan aku ladeni. Lagi pula tidak buruk jika punya rumor bahwa aku memiliki hubungan dengan gadis manis seperti dirimu."

Kalimatku itu aku akhiri dengan melemparkan wajah yang tersenyum ditemani tatapan mata yang lembut pada Gita.

Gita yang menatapku sejak dia mulai mendengarkan jawabanku, terlihat jelas pipinya mulai memerah dan bibirnya yang lembut itu mulai gemetar.

"A-apa yang kamu bicarakan? Menyebut bahwa diriku manis tanpa beban. J-jangan coba usil padaku seperti itu, aku hampir menganggap ucapanmu itu dengan serius."

Dia mengungkapkan itu dengan malu-malu, lalu ia mencubit pinggangku dengan tangan kirinya untuk melampiaskan perasaan malu itu.

Reaksi orang-orang jadi semakin heboh saat itu juga, ketika melihat Gita mencubit pinggangku dengan wajah yang tersipu malu namun juga terlihat begitu manis.

"Ouch... Gita jika seperti ini akan membuat orang lain lebih salah paham lagi."

Gita justru memperkuat cubitannya pada pinggangku ini.

"Uh... Ini salahmu sendiri yang sudah mengucapkan hal memalukan seperti itu."

"B-baiklah Gita, aku mengerti... aku mengerti... Aku tak akan mengulanginya lagi."

Dia akhirnya melepaskan cubitannya namun wajah malu-malunya masih belum menghilang juga.

Dan kamipun berjalan menuju tempat absensi didalam lorong tepat setelah melewati meja resepsionis, kemudian berjalan menuju ruangan kantor kami di lantai 3 dengan menggunakan lift.

Ketika Aku dan Gita masuk kedalam ruangan kami, reaksi rekan-rekan kami tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang berada diluar.

Namun tidak ada yang berani menyinggung hal ini karena Gita adalah putri presiden Sanjaya Corp itu sendiri.

Rutinitas kantor pun kami jalani seperti biasa, meski terkadang ada yang melirik kami berdua dengan penasaran.

***

Akhirnya sampai waktunya istirahat, aku mulai berdiri dari tempat duduk milikku dan mulai melangkah pergi.

Namun Gita menahan lengan bajuku dengan jari-jemari tangannya.

Secara refleks aku jadi menoleh padanya dengan rasa penasaran.

"Uhm... ada apa Gita?"

"Kamu mau pergi kemana sekarang?"

"Ah... Aku ingin pergi ke kantin untuk makan."

"Bukankah ada yang ingin kita perbincangkan berdua mengenai lanjutan pembahasan kemarin. Ikutilah aku ke atap kantor ini sekarang."

Benar juga, kenapa aku sampai melupakan hal ini, sepertinya aku terlalu fokus dengan kejadian tadi pagi.

"Ah... Sepertinya aku hampir lupa dengan hal itu, baiklah aku beli makanan untuk dibungkus dulu kemudian aku susul kamu keatas."

Gita melepaskan pegangan pada lengan bajuku, setelahnya dia membuka tas yang dia bawa lalu mengeluarkan wadah bekal makanan yang ditumpuk 2 tingkat dan dibungkus kain.

"Tidak perlu, aku tadi pagi sudah membuatkan bekal untuk kita berdua. Jadi kamu tak perlu repot-repot ke kantin dahulu. Ayo kita segera pergi keatas, aku sudah ingin kita melanjutkannya sesegera mungkin."

Salah satu rekan kantorku yang tengah minum dari botol namun juga diam-diam menguping pembicaraan aku dengan Gita, langsung menyemburkan air dari mulutnya setelah mendengarnya.

Rekan yang lain kelihatannya juga menguping karena mereka sama-sama kaget dan aktifitas mereka terhenti saat itu juga.

Bahkan teman disamping mejaku yang berambut pirang itu juga bertingkah sama seperti yang lain.

Sementara rekan kerja wanita yang duduk berseberangan denganku justru terduduk lemas seperti kelelahan dan pikirannya seperti terbang kemana-mana.

Teman rekan kerja wanita yang duduk disampingnya segera mengguncangkan sedikit tubuhnya dan mengucapkan sesuatu untuk menyadarkan dirinya kembali.

"Amel... Amel... kamu kenapa? hei... Ameeeeel!!!"

Kugh... situasinya kembali jadi runyam, bagaimana aku akan menjelaskan situasi ini kepada rekan-rekan kerjaku nantinya?

Saat aku sedang memikirkan situasi runyam ini, saat itu juga tanpa peringatan apapun Gita meraih lenganku dan menyeretku keluar dari ruangan ini dengan lengan satunya yang memegang bekal.

"G-Gita... tunggu dulu, mengapa kamu menyeretku seperti ini?"

Dia hanya diam dan terus menyeretku pergi begitu saja.

Kami pergi dari ruangan kantor itu, meninggalkan mereka semua yang berada didalam dengan keadaan diam keheranan.

"Apa yang terjadi dengan mereka berdua dalam semalam ??!!!!"

Teriak salah satu rekan kerjaku didalam ruangan yang terdengar dari agak kejauhan setelah Aku dan Gita meninggalkan ruangan kami.

Aku lalu mempercepat langkahku hingga berjalan berdampingan dengan dirinya, ketika aku melihat wajahnya ternyata dia menahan rasa malu.

Pantas saja dia terburu-buru begini, tentu saja dia jadi begitu malu dengan reaksi orang-orang yang ternyata diam-diam menguping pembicaraan kami.

Setelah selang waktu beberapa menit akhirnya kami sampai diatas atap.

Cahaya matahari jadi sedikit menyilaukan mataku ketika keluar dari balik pintu.

Langit terlihat begitu cerah dengan angin sepoi-sepoi yang begitu sejuk menerpa kami.

Bau harum dari rambut Gita jadi tercium oleh hidungku karena terbawa angin.

Sementara tangan Gita masih dengan erat menggenggam lenganku.

Hal ini jadi mengingatkanku bahwa kemarin malam dia juga melakukan hal yang sama.

Ternyata memang jika dia sudah terbawa oleh emosinya justru membuat dia lupa akan hal yang tengah ia lakukan bisa punya kesan lain.

"Kamu ternyata memang suka menyeret orang lain seperti ini saat ingin pergi dari situasi yang menggangumu, Gita. Seperti yang kamu lakukan kemarin malam."

Gita yang jadi tersadar akan situasi ini langsung bersikap kelabakan dengan wajahnya yang memerah, segera dia melepaskan genggaman tangannya setelahnya.

"I-itu... maafkan aku Arya, ini tidak seperti yang kamu kira. Aku juga tak tahu mengapa, tapi aku hanya pernah melakukan ini saat bersama kamu. Tapi jangan salah paham, aku tak punya maksud lain."

Bagaimanapun melihat sikap grogi bercampur rasa malunya, membuat Gita terlihat cukup manis.

Bau harum dirinya yang begitu semerbak masih terus tercium oleh hidungku.

Ditambah kondisi kami yang hanya berdua saja layaknya sedang berkencan telah membuat diriku semakin sulit menahan diri.

Tanpa sadar kedua tanganku meraih kedua bahunya yang mungil itu, karenanya Gita jadi cukup kaget akan perbuatanku yang begitu tiba-tiba ini.

Dengan hasrat yang terasa mengebu ini aku perlahan aku mendorong Gita menuju dinding terdekat hingga dia tersandar disana, sementara itu Gita dengan wajah kebingungannya mempertanyakan apa yang sedang aku lakukan.

"Aaa...A-Arya apa yang sedang kamu lakukan? ini terlihat sedikit seperti-"

Aku tetap terdiam dan hanya menatap dirinya tanpa mengucapkan satu patah katapun, melihat sikapku membuat wajah Gita mulai memerah kembali.

CUP... Bibirku sudah mencium bibir Gita dalam waktu singkat, Gita bereaksi dengan membuka lebar-lebar tatapan matanya dan juga dia menjatuhkan kotak bekalnya ke lantai.

Karena begitu tiba-tiba Gita sedikit melawan dengan mendorong tubuhku mundur dengan kedua tangannya.

Entah kerasukan apa diriku saat ini karena bisa melakukan tindakan seberani ini, namun yang bisa aku pikirkan sekarang adalah bibirnya yang terasa lembut bersentuhan dengan bibirku.

"Hmmmmphhhh..."

Gita masih berusaha sedikit melawan, namun aku memperkuat dekapan ku padanya.

Akhirnya perlawanan Gita mulai melemah dan dia menerimanya dengan pasrah, dia perlahan memejamkan matanya dan membalas ciumanku dengan menekan bibirku lebih kuat.

Kami terus berada dalam kondisi berciuman dalam selang beberapa waktu sembari mencurahkan seluruh perasaan kami dalam ciuman itu.

Setelah kami selesai, aku melepas dekapanku pada Gita namun cengkraman kedua tangan Gita masih menggenggam erat kain kemejaku pada bagian dada.

Kami bertatapan mata sejenak, tak lama kemudian kedua tangannya meraih pipiku dan menjewernya dengan keras.

"Kamu sudah mulai berani ya menciumku begitu saja meski baru kenal sebentar. Kurasa memang benar ucapan orang-orang jika laki-laki itu buaya. Kamu sungguh beruntung, jika kamu orang lain aku sudah menampar dan menghajarmu tanpa ampun."

Dia mengomeliku dengan raut wajahnya yang begitu kesal, kurasa itu memang wajar jika mengingat kami belum ada hubungan apapun.

"Maaf Gita, aku sudah cukup kurang ajar padamu."

Gita yang mendengar jawabanku memperkuat jewerannya pada diriku.

"Ya, kamu memang kurang ajar sekali. Aku benar-benar ingin menghukum dirimu sekarang, itu ciumanku yang pertama mengerti!!!"

"Aku mengerti, hanya saja jika mengingat lagi tatapan pria lain padamu membuatku sadar bahwa banyak pria yang menginginkan dirimu. Selain itu kita cukup dekat hingga tinggal bersama, kerena itulah jauh dilubuk hatiku ada perasaan tidak rela dirimu menjadi milik orang lain. Kurasa rasa ingin memiliki dirimu untuk diriku sendiri itulah yang membuatku tanpa sadar melakukan hal itu tadi."

Karena penjelasanku yang langsung pada poin utama dan cukup frontal membuat Gita begitu malu dan bingung dalam menyikapi ucapanku.

"K-karena kamu sudah begitu berani berbuat maka kamu harus berani bertanggungjawab, kalau kamu sampai berani mendekati wanita lain maka aku sendiri yang akan menghajarmu dan aku tak akan pernah memaafkan dirimu."

Mendengar jawaban Gita telah membuat hatiku begitu lega, mulai sekarang orang yang ingin aku lindungi sudah bertambah satu orang lagi.

Maka dari itu keteguhan hatiku semakin kuat untuk menjadi seorang Praktisi Roh yang jauh lebih kuat hingga tak ada satupun bahaya yang akan menyentuh orang-orang yang begitu berharga bagiku.

"Aku mengerti Gita, jadi mulai sekarang kamu seutuhnya adalah milikku."

"HEEEEEH... J-jangan mengatakan hal yang memalukan seperti itu begitu saja dengan entengnya."

Melihat sikapnya membuat diriku begitu gemas, tanpa ragu aku mendekap dan menciumnya kembali.

Meski agak kaget, namun dia segera menerimanya dan membalas ciumanku kembali.

Kami berdua menikmati waktu saat ini untuk saling mencurahkan perasaan masing-masing dan memperdalam ikatan kami.