Alif membukakan pintu mobil untuk Rara saat keduanya sudah selesai makan malam. Mereka akan ke supermarket untuk membeli perlengkapan mandi gadis itu.
Rara memperhatikan Alif yang menjadi pendiam sejak insiden baku hantam di dalam restoran beberapa menit yang lalu. Tentu saja Abrar tidak diam dan membalas pukulan Alif. Hal itulah yang memicu keributan sehingga Rara harus menjauhi Alif dari jangkauan sahabat kekasihnya itu.
"Abang marah?" tanya Rara pelan. Tangannya mencoba untuk meraih tangan Alif meski dengan keraguan.
Alif segera menggenggam tangan Rara saat gadis itu berhasil menjangkau tangannya. "Maaf," bisik Alif lalu membawa tangan Rara ke bibirnya untuk ia kecup.
Rara tersenyum. Tidak ada ketakutan apapun saat gadis itu melihat Alif diselimuti amarah sejak tadi. Rara hanya mengkhawatirkan Alif saja. Tidak lebih. Soal perkataan sahabat Alif pun, Rara tidak memikirkannya lagi.
"Pipinya pasti sakit," ujar Rara melihat lebam biru di pipi Alif.