"Nasi gorengnya."
Tia berdecak dan menyendokkan nasi goreng untuk disuapi ke dalam mulut Darka.
"Kamu nggak boleh ke kantor sampai nikahan kita selesai."
"Tapi, Sayang...."
Tia menggeleng tegas. "Nurut atau kamu nggak dapat jatah sebulan?"
Oh, sialan!
Jelas nurutlah!
"Ancemannya horor banget sih."
Tia tidak menghiraukan Darka dan tetap telaten menyuapi suaminya itu. Sekarang Darka benar-benar seperti pasien yang sebenarnya. Bukan Tia lagi yang pasien.
"Mom, ini kapan bisa pulang?" tanya Darka merasa risih kalau lama-lama berada di rumah sakit.
Kalau bukan dia yang pasien sih nggak masalah. Tapi ini dia sebagai pasien. Sepertinya Darka memang sudah berlangganan sama ranjang rumah sakit.
"Nanti. Habisin satu infus dulu."
Oh, astaga. Darka melirik jengkel infus yang tertancap di pergelangan tangannya. Bahkan dia tidak sakit sama sekali. Hanya panas sedikit dan kadang mual.