Darka terbangun karena merasakan gerakan gelisah dari tubuh yang dipeluknya. Membuka mata pelan, Darka bisa melihat Tia yang kini mencoba melepaskan diri dari belitan lengan Darka.
"Kenapa?" tanya Darka serak.
"Abang panas. Demam kayaknya. Aku mau turun dulu tapi nggak bisa lepas ini."
Darka mengurai pelukannya dan Tia segera turun dari ranjang pasien. Darka melirik jam di dinding kamar inap Tia. Pukul enam pagi.
"Astaga. Ada kerjaan lagi."
Darka mengusap wajahnya yang memang terasa panas. Matanya pun juga terasa perih. Dan yang lebih parahnya, kepala Darka mendadak pusing.
"Abang!"
Tia memekik tertahan kala melihat Darka yang kini berlari memasuki kamar mandi sambil membekap mulutnya.
"Bang?"
Tia mengusap punggung Darka dan sesekali menepuknya. Darka memuntahkan seluruh isi perutnya. Dan kini mulut lelaki itu terasa sangat pahit.
"Kenapa? Kamu makan apa tadi malam, bang?"