"Kamu tahu kehidupan kami, nak Darka?"
Darka mengangguk.
"Tia sudah sejak dulu hidup sederhana. Bersanding dengan orang hebat seperti kamu, ibu cukup khawatir. Perbedaan kalian sangat jauh."
Darka menggenggam tangan Desi. "Saya nggak peduli apa kata orang, Bu. Saya hanya menginginkan Tia yang menjadi milik saya, bukan yang lain."
Deana dan Arta saling pandang sambil tersenyum. Adik mereka sudah dewasa rupanya.
Desi menghela napas lalu menggeleng.
"Ibu nggak bisa ambil kesimpulan sendiri. Semuanya ada ditangan Tia. Ibu nggak mungkin menghalangi cinta kalian."
Darka tersenyum dan mencium punggung tangan Desi berulang kali.
"Makasih, Bu."
"Heh, Tia belum tentu mau ya, dek."
Cecil mencoba untuk menjadi kompor. Darka mencebikkan bibir sambil menetap Cecil yang kini tersenyum geli bersama Tia.
"Tapi rumah ibu harap maklum aja ya. Kecil dan pengap."
