"Da-darah..."
Kini Deana bergetar dan menangis. "Abang luka," ujarnya lagi dengan napas putus-putus.
"Abang...."
"Dek!"
Pino dengan sigap menahan tubuh Deana yang hampir jatuh. Gadis itu merasa lemas seketika saat tangannya dipenuhi darah.
Pino menggendong Deana dan membaringkannya di atas ranjang. Pria itu berlalu tergesa ke kamar mandi dan membasahi handuk kecil kemudian mengelap tangan Deana yang terkena darah.
Meski punggungnya terasa nyeri dan ngilu jika digerakkan, tapi Pino sama sekali tidak meringis. Pino tidak ingin Deana khawatir lebih dalam lagi.
"Ke rumah sakit," ujar Deana menatap sayu Pino.
"Mana yang sakit, dek?" tanya Pino dengan wajah khawatir.
Deana menggeleng lemah, "Bukan aku. Tapi abang."
Pino mengecup kening Deana dan melempar asal handuk ke dalam kamar mandi. Lalu tangannya meraih ponsel Deana yang berada di atas ranjang.
"Abang telpon Rifki aja ya. Suruh dia ke sini."