Arta berjalan gontai melewati koridor rumah sakit. Pino sudah berangkat dua jam yang lalu. Sejak sahabatnya berangkat, Arta menjadi lebih pendiam. Saat di Bandara tadi Arta juga tidak langsung pulang. Laki-laki itu memilih duduk di kursi yang tadi ia duduki bersama Pino. Sejak berada di Bandara hingga kini remaja itu ada di rumah sakit, memori Arta hanya berputar tentang kenangannya bersama Pino sedari kecil.
Pino sahabat yang menyenangkan bagi Arta. Bahkan laki-laki itu tampak tegar meski Arta tahu banyak luka yang berusaha Pino sembunyikan. Salah satunya adalah tentang keberadaan orangtuanya.
Anak mana yang tidak ingin diperhatikan? Anak mana yang ingin ditinggal pergi jauh setiap waktu? Anak mana yang akan baik-baik saja saat semua teman-teman seusianya menikmati akhir pekan dan liburan dengan keluarga? Arta tidak baik-baik saja. Pino tahu itu. Tapi selama ini sahabatnya pintar menutupi lukanya.
"Bang!"