"Mom kemana saja, sih?! Kok lama!"
"Sorry, Sayang, mom tidak bisa jemput kamu hari ini, ada tugas negara dadakan yang memaksa mom harus mengadakan konferensi meja bundar."
"Alah, Mom! Bilang saja masih sibuk di kantor!"
"Iya, Sayang, biar kedengaran lebih elegan saja bilangnya tugas negara." Ibu terdengar tertawa ditelpon.
"Sudah dulu, ya, Sayang, kamu pulang jalan kaki saja, rumah kita tidak begitu jauh juga dari kampus. Paling tiga jam saja kamu sudah sampai ke rumah kalau jalan kaki. Byebye, Sayaaaang. Klik"
Belum sempat aku menjawab, ibu langsung saja mematikan telpon. Aku menggeleng-geleng kepala. "Dasar! Jalan kaki tiga jam dibilang dekat. Besok pasti berurat betisku ini!" Aku menggerutu kesal.
Aku akhirnya terpaksa harus pulang jalan kaki, ini sudah keempat kalinya aku pulang jalan kaki dari kampus, sudah pasti aku sampai dirumah larut malam dengan penampilan kusut.
Sebenarnya, aku bisa saja pulang naik taxi, tapi ibu selalu melarangku melakukannya, tau sendirilah! Dia kan perfeksionis! Dia takut jika aku naik taxi, aku akan terkena debu kotoran atau kuman yang ditinggalkan penumpang sebelumnya sehingga akan membuatku terserang penyakit. Padahal aku lebih banyak terkena debu jalanan kalau pulangnya jalan kaki!
Tapi ibu bukan orang jahat! Dia memang aneh, tapi walaupun begitu, aku mengetahui kalau dia sangat menyayangiku. Membuatku rela mendengarnya dan memilih untuk pulang dengan jalan kaki.
Belum lama aku berjalan, aku bertemu dengan William. "Ra? Kok jalan kaki pulangnya? Kakakmu tidak jemput ya hari ini?" tanya William sambil menjalankan motornya dengan pelan. William tidak tahu jika yang dia panggil kakak itu adalah ibuku karena aku tidak pernah memberitahunya.
"Ohh, kakak lembur hari ini. Jadi terpaksa deh pulang jalan kaki." senyumku sambil menggaruk-garuk kepala.
"Yasudah, sini aku antar pulang. Daripada jalan kaki, rumahmu jauh lagi."
"Ah, tidak perlu, aku tidak mau merepotkan."
"Santai saja. Kan satu arah juga, jadi sekalian. Tidak dipungut biaya kok, tenang saja."
"Oke deh," ucapku tanpa berpikir panjang, lagipula ibu tidak pernah bilang kalau aku tidak boleh pulang naik motor. Aku lalu naik ke motornya, kemudian dia mengantarku pulang sampai ke rumah.
Hari-hari terus berlalu, tanpa sadar aku semakin akrab dengan William, membuat teman-temanku di kampus berpikir kalau kami pacaran.
Sejak kejadian itu, Brian terlihat lebih pendiam, dia tak pernah menggombal atau menyapaku lagi. Aku mungkin salah telah berkata kasar kepadanya, tapi baguslah! Karena itu juga dia tak pernah mengusik kehidupanku lagi.
"Eh, Ra.. Malam ini kau sibuk?" tanya William.
"Em … Sepertinya tidak. Memang kenapa, Wil?"
"Nonton, yuk? Kebetulan ada film bagus malam ini."
"Emang film apaan?"
"Itu loh, film terbaru yang lagi ngehits, ISTRIKU TERNYATA SEORANG PRIA." ucap William dengan antusias.
"Wow! Sepertinya seru! Nanti malam jemput, ya." senyumku tipis.
Malamnya, William menjemputku lebih awal 45 menit dari jam yang ditentukan, aku memintanya menunggu diruang tamu karena belum selesai bersiap-siap.
"Duh. Jadi tidak enak nih sama William. Kalau langsung keluar nonton sekarang, pasti ibu bakal marah habis-habisan karena belum terlihat sempurna dimatanya." Aku gelisah sambil mondar-mandir di dalam kamar.
Krieeeet!
Mom membuka pintu kamarku. "Sayang, kok belum keluar? Kasian tuh pacarmu sudah tungguin daritadi."
"Belum kelihatan sempurna, Mom, masih lama ini sepertinya. Membiarkannya menunggu seperti ini juga tidak enak rasanya," ucapku tanpa menghiraukan kata PACAR yang keluar dari mulut ibu.