Arya bersikap tegang, sampai tiap ruas-ruas jarinya bersimpah keringat hingga dia tanpa sadar mengusapkan tangan ke kain celana.
Kini dihadapan Arya ada ayahnya Dwina. Kelihatan dari tatapan mata yang sendu layaknya wibawa seorang pemimpin keluarga. Beliau tersenyum ramah ke Arya, tidak ada tanda-tanda intimidasi.
"Gimana kabar orang tua kamu? Kata Dwina beberapa hari lalu kamu balik ke Bandung?" ayahnya Dwina mengawali pembicaraan. Suasana ruang tengah makin bertambah tegang.
"Syukur, kabar orang tua saya baik dan mereka sehat." Punggung Arya sampai ke pinggang mendadak kaku. Dia sulit mengikuti alur santai terpancar dari keluarga Dwina.
"Kalau kabar kamu sendiri?" Menurut Arya itu pertanyaan menjabak.
"Kabar saya juga, dan agak sibuk di kantor."
"Kurang lebih saya paham, profesi nak Arya dan saya kan sama. Kita kontraktor." Ayah tertawa ringan. "Ayo silahkan diminum tehnya."