Ini bukan wilayah gue, La, tapi gue janji bakalan ngelindungin lo semampu gue_Dastan.
.
.
.
.
.
Sebuah motor besar berhenti di halaman depan rumah minimalis. Pengendara motor itu melepas helmnya tanpa berniat untuk turun. Menimbang-nimbang apakah dia menyapa gadis itu atau tidak.
Seorang wanita paruh baya keluar dari dalam rumah, ia hendak masuk ke dalam mobil saat melihat sosok pengendara motor tersebut. Wanita itu kemudian berjalan ke arah gerbang, membukanya lantas menghampiri si pengendara motor.
"Nak Dastan!" panggil wanita tersebut ramah.
Lelaki bernama Dastan itu turun dari motor lantas meraih tangan wanita itu dan kemudian menciumnya. "Pagi, Tante," sapanya tersenyum ramah.
"Pagi," sapa balik wanita itu.
"Udah berangkat sekolah ya, Tan?" tanya Dastan melirik ke dalam rumah.
"Iya, tadi di antar Pak Udin."
Dastan hanya mengangguk mengiyakan. "Ehm, kalau gitu saya pamit dulu, Tan," ujarnya lalu mencium punggung tangan Ratu.
"Hati-hati di jalan, Nak Dastan. Jangan ngebut-ngebut," nasehat Ratu saat lelaki bernama Dastan itu mencapai motor besarnya.
"Iya, Tan," sahut Dastan tersenyum.
Lelaki itu kemudian memacu motor besarnya menuju sekolah Deandles. Hanya sebatas melihat gerbang sekolah itu dari jauh. Dia tidak ingin kedatangannya membawa masalah baru untuk Skala.
Beberapa menit dia masih duduk diam di atas motor besarnya, mengamati sekolah Deandlea di balik helm full face-nya yang berwarna hitam. Mata tajamnya mengamati sekolah itu dengan mulut yang tak bersuara.
"Ini bukan wilayah gue, La, tapi gue janji bakalan ngelindungin lo semampu gue," gumam Dastan sebelum membawa motornya menjauh. Lelaki itu memacu motor besarnya menuju sekolahnya sendiri, SMA Roma.
*****
SMA Deandles. Salah satu sekolah swasta yang ada di Jakarta. Skala tak perlu bertanya kepada siapapun untuk mengetahui tentang sekolah ini, semuanya sudah tertuang dalam sebaris kata di internet.
Skala melintasi lorong panjang menuju ruang kelasnya, bersama dengan guru yang menjabat sebagai wali kelasnya. Gadis itu berjalan pelan di belakang sang guru, melihat ke sekeliling mencoba mengenali sekolah barunya.
Sebuah lapangan basket terlihat kosong tanpa penghuni, terletak di tengah-tengah dengan di kelilingi gedung kelas. Ada beberapa taman yang di hiasi bunga di sekitar pinggir lapangan, tepatnya di depan kelas-kelas yang berjajar rapi.
Ruang kelas XI-IPA 4
Skala menyebut salah satu kelas yang di lalui ya, kelas itu cukup berisik padahal jam pelajaran sudah di mulai. Pria berkumis tebal beridiri di depan kelas dengan garangnya.
"Ziko! Kembali ke tempat duduk kamu!" perintah pria itu.
Kelas perlahan mulai hening, Skala dapat melihat penghuni kelas itu menunduk diam.
"Sekolah ini sangat berduka karena kehilangan kebanggaan kelas ini, kalian seharusnya malu dan bukannya bersikap layaknya anak TK!"
Skala hanya melihat itu semua dalam diam. Sampai akhirnya tepukan ringan mendarat di pundaknya.
"Kenapa Skala?" tanya Bu Ambar, wali kelasnya tadi.
"Enggak apa-apa, Bu," jawab Skala gugup.
"Ya sudah, ayo jalan lagi. Kelas kamu ada di ujung lorong."
"Iya, Bu."
*****
Skala memasuki ruang kelas barunya setelah sebelumnya disuruh masuk oleh Bu Ambar, selaku wali kelas XI IPA 1. Gadis itu mengamati wajah teman-teman barunya. Saat melihat ke seluruh ruangan, Skala bersyukur tidak sekelas dengan laki-laki yang tadi pagi mencegatnya di depan gerbang.
"Skala, perkenalkan diri kamu pada teman-teman barumu," perintah Bu Ambar.
"Baik, Bu," jawab Skala berdiri di depan kelas. "Perkenalkan semuanya, nama saya Skala Lembayung Putri. Saya murid baru pindahan dari SMA Roma. Salam kenal, semoga kedepannya kita bisa menjadi teman baik." Skala mengakhiri perkenalannya dengan senyum tulus.
Skala melihat semua teman-teman barunya saling berbisik dengan teman sebangkunya. Wajah-wajah mereka terlihat penasaran dan juga... Skala tidak tahu kenapa, tapi ada yang aneh dengan tatapan mereka semua.
"Baiklah, Skala, silahkan kamu duduk di bangku paling belakang itu," ujar Bu Ambar menunjuk bangku yang dekat dengan jendela.
"Baik, Bu." Skala berjalan menuju bangku yang ditunjukan oleh Bu Ambar tadi.
Menaruh tasnya di samping kursi, Skala duduk tenang di kursinya. Siap memulai aktivitasnya di sekolah barunya ini.
"Hai, kenalin nama gue Sava," ujar seorang gadis yang duduk tepat di sebelah bangku Skala. Gadis itu mengulurkan tangannya ke arah Skala, kemudian tersenyum bersahabat.
Skala balas tersenyum, kemudian menjabat tangan yang terulur kepadanya itu. "Skala," bisiknya pelan karena pelajaran sudah dimulai oleh Bu Ambar.