Pendeta itu kini berdiri di mimbar, mengambil Alkitab, lalu bertanya kepada Bo Jing, "Tuan, bersediakah kamu menikahi wanita ini? Bersediakah kamu mencintainya dan setia kepadanya, baik miskin atau kaya, sehat atau sakit, hingga maut memisahkan?"
Begitu kata-kata ini terlontar, Josh menatap Bo Jing dengan jantung berdegup seperti drum yang dipukul dengan keras.
Tidak ada yang tahu ketika ia telah sampai di titik ini, semua pikiran dan hatinya dipenuhi dengan apa yang dikatakan ibu Bo Jing sebelumnya.
Sekarang, untuk pertama kalinya, setelah sekian lama, akhirnya ia seperti memiliki keberanian untuk menatap mata Bo Jing.
Dan kata-kata pendeta yang dilontarkan sebelumnya telah berlalu.
Kini, digantikan dengan suara Bo Jing yang terdengar begitu tegas dan juga sorot matanya yang dalam menatap ke arahnya, "Aku bersedia."
Dua kata itu keluar dari mulutnya tanpa ada keraguan sedikit pun.