Chereads / Mata Ketiga / Chapter 6 - Hantu Api di Pemakaman 3

Chapter 6 - Hantu Api di Pemakaman 3

Semakin dalam aku memasuki pemakaman ini, aku semakin merasa merinding. Aku dapat merasakan angin dingin berjalan mengenai leherku.

Aku memegang leherku dan berhenti setelah berjalan beberapa langkah. Aku mengayunkan senter untuk melihat sekeliling, tapi aku tidak dapat menemukan apapun. Pemakaman ini dipenuhi oleh kabut putih. Walaupun dapat melihat sekitar namun aku tidak dapat melihat tempat yang jauh.

Aku menelan ludah dan mulai memanggil nama Sha Er beberapa kali dengan suara kecil.

Aku menunggu tapi tidak ada jawaban.

Aku sudah berkeliling mencarinya di dalam pemakaman tapi tidak dapat menemukannya. Sebenarnya dia berlari ke arah mana? Jika bukan karena dia temanku, aku tidak mungkin mau mencari dia sampai masuk ke pemakaman.

Aku menoleh dan melihat ke arah si gendut menunggu, tapi kabutnya terlalu tebal sehingga aku tidak bisa melihat apa-apa.

Dalam hati aku sedikit ragu karena ini seperti berada di dimensi dunia lain. Aku tidak bisa berhenti memikirkan tentang dunia lain dan itu membuat kakiku tidak dapat berhenti gemetar.

"Sha Er, dimana kamu? Jika kamu tidak mau keluar, aku akan meninggalkan kamu di sini…"

Aku berteriak dengan pelan dan memastikan penutup mataku tidak terlepas. Sesaat aku teringat tante Ji Li yang mungkin sedang khawatir, membuatku tidak tenang.

Tante Ji Li tidak mengijinkan aku untuk datang ke tempat seperti ini karena tubuhku dapat menarik perhatian roh-roh jahat.

"Fuuhh…"

Aku merasakan ada sesuatu yang bertiup ke arah leherku. Anginnya terasa sangat dingin.

Sekujur tubuhku menjadi kaku. Aku ingin berlari namun aku tidak dapat menggerakkan kedua kakiku.

"Amitabha, amitabha…"

"Fuuhhh…"

Kali ini ada sesuatu yang meniup telingaku dan aku merasa seperti sedang dikelilingi oleh banyak hantu. Kabut di sekitarku semakin tebal dan udara disekitarku semakin lama semakin dingin. Ketakutan menyelimutiku. Aku merasa bahwa jumlah hantu-hantu yang mengelilingiku ada begitu banyak. Hingga bila aku membuka penutup mata kiriku, aku akan sangat terkejut.

"Sha Er, dimana dirimu? Cepatlah keluar! Jika kamu tidak keluar juga, aku akan benar-benar meninggalkanmu di sini." suaraku terdengar bergetar. Awalnya aku ingin berteriak dengan keras agar merasa sedikit lebih tenang namun ternyata suaraku sangat pelan hingga tidak terdengar sama sekali.

"A…"

Terdengar sebuah suara seolah membalas perkataanku.

Aku ketakutan hingga tubuhku gemetar. Setelah beberapa saat aku baru mengenali bahwa itu adalah suara Sha Er.

Suara itu berasal dari… belakang!

Aku mengumpulkan segala tenaga dan memberanikan diri kemudian berlari menuju ke arah suara itu berasal. Aku merasa bahwa ada sesuatu yang mengejarku. Aku terus berlari hingga tanpa sadar energiku hampir habis.

Aku melemparkan batu yang ada di tanganku, kemudian memegang senter dengan kedua tangan dan berlari lebih lambat.

Aku tidak tahu benda apa yang membuatku tersandung dan terjatuh hingga wajahku menyentuh tanah. Senter yang aku pegang juga terlepas dari genggaman tanganku.

Aku bangkit berdiri dan saat akan mengambil senter, tiba-tiba penutup mata kiriku terbuka.

Jantungku seolah berhenti berdetak.

Sial! Kenapa pada saat seperti ini penutup mataku terlepas.

Aku segera mengambil penutup mataku dan berusaha untuk mengenakannya kembali. Namun pemandangan di depan mataku telah berubah. Aku melihat ada banyak bayangan hitam yang melayang di antara kabut putih.

Bayangan hitam itu semakin lama semakin mendekat. Ada yang bertubuh tinggi dan ada yang pendek. Ada yang berperawakan kurus dan ada yang gendut. Mereka semua mengenakan pakaian putih dengan rok berwarna merah. Ada kakek-kakek dan nenek-nenek. Wajah mereka berwarna pucat dan mereka semua melihat ke arahku.

Aku menelan ludahku dengan susah payah, seolah jantungku telah naik ke tenggorokanku.

Aku belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya dan ini membuatku sangat ketakutan.

Tiba-tiba batu nisan yang gelap menjadi terang karena disetiap batu nisan terdapat api yang menyala. Awalnya api itu berwarna biru kemudian perlahan berubah menjadi merah darah, membuat suasana pemakaman itu menjadi lebih mengerikan.

Jadi ini yang dimaksud dengan hantu api di pemakaman oleh si gendut!

Seketika itu juga aku merasa bahwa aku benar-benar akan celaka.

Aku terduduk di atas tanah, dengan kedua tangan memegangi kepalaku. Saat itu aku telah kehilangan harapan untuk dapat meninggalkan tempat mengerikan ini.

Aku tidak memiliki keberanian untuk menatap mereka. Aku meringkuk, berusaha menyembunyikan kepalaku di antara kedua kakiku.

"Dia memiliki mata hantu. Dia memiliki badan yang pas untuk ku gunakan. Dia milikku!"

"Dia milikku!"

"Dia adalah milikku, siapapun tidak boleh mengambilnya."

…...

Aku memeluk tubuhku dengan erat mendengar para hantu itu sedang bertengkar merebutkan siapa yang akan mengambil alih tubuhku.