Aku menunduk untuk melihat ke arah kaki Liu Ruoyi dan aku tidak melihat bayangan tubuhnya. Itu berarti dia sama dengan Kak Yang Qin dan Lu Xi, dia adalah hantu.
Tapi saat dia memanggilku ratu, itu membuatku merasa canggung dan aneh. Lagi pula dia lebih tua daripada aku, aku ingin memanggilnya kakak tapi Liu Ruoyi malah memanggilku ratu.
"Itu.. aku lebih kecil daripada kakak, panggil aku Sixi saja. Lagi pula aku tidak suka di panggil dengan sebutan ratu, terdengar aneh dan canggung."
Setelah aku menyelesaikan perkataanku, aku merasakan sebuah tangan menekan pundakku.
"Kenapa terdengar aneh dan canggung?" tanya Kak Yang Qin dengan suara dingin.
Aku menoleh ke arahnya, terlihat wajahnya yang tidak senang dengan perkataanku. Aku tertawa kecut dan berkata, "Bukan begitu, aku hanya tidak terbiasa mendengarnya."
Wajahnya masih datar dan berkata, "Kamu adalah wanitaku, kamu harus membiasakan diri dan lama-kelamaan kamu akan terbiasa."
"Hm... aku paham."
Aku menyadari wajah Kak Yang Qin seperti membalik halaman buku, perubahannya sangat cepat. Ketika dia mendengar hal yang dia tidak suka maka ekspresi wajahnya akan langsung berubah.
"Ratu, beberapa hari ini saya akan menjaga ratu." terdengar suara Liu Ruoyi berbicara kepadaku.
Aku tertegun kebingungan kemudian Liu Ruoyi menlanjutkan perkataannya: "Raja memiliki banyak urusan sehingga dia tidak bisa selalu mendampingi ratu, mohon pengertian ratu."
"Sebenarnya…"
Saat aku ingin mengatakan bahwa sekarang keadaan di sekitarku sudah membaik karena Xu Zixi sedang tertahan oleh jimat pemberian Shang Yi dan sedang menunggu Shang Yi untuk membantunya reinkarnasi, kak Yang Qin mengatakan: "Kamu tidak boleh menolak apa yang sudah aku atur untuk kamu."
"..."
Dasar seenaknya sendiri! Tapi apa yang Kak Yang Qin lakukan semuanya demi kebaikanku. Sepertinya Kak Yang Qin menugaskan Liu Ruoyi untuk menjagaku karena kejadian sebelumnya dimana aku hampir meninggal karena jatuh dari atap, hal itu membuatnya takut.
Aku tidak memiliki pilihan lain, jadi aku hanya bisa menerima keputusannya.
"Baik kalau begitu. Tapi bisakah kau jangan memanggilku ratu? Panggil aku Sixi saja." aku berusaha membuat Liu Ruoyi mau melakukan permintaanku. Liu Ruoyi melihat ke arah Kak Yang Qin kemudian kembali melihat ke arahku dan bertanya: "Apakah ini perintah?"
"... Iya, ini perintah."
"Liu Ruoyi menaati perintah ratu… maaf, Sixi."
Reaksi Liu Ruoyi termasuk cukup cepat, walaupun aku belum terbiasa dengannya tapi dia adalah orang yang ditugaskan oleh Kak Yang Qin jadi aku merasa cukup tenang dengan keberadaannya.
Dengan keberadaan Liu Ruoyi aku tidak perlu menggunakan penutup mataku karena dia akan ada di sebelahku menjagaku, jadi hantu-hantu itu tidak akan berani melakukan apa-apa.
Aku tidak dapat memungkiri bahwa seluruh hantu yang didatangkan oleh Kak Yang Qin memiliki aura yang kuat.
Aku tidak khawatir lagi malam ini akan bermimpi buruk, aku juga tidak akan diganggu oleh hantu. Setiap malam aku akan bisa tidur dengan nyenyak. Keesokan harinya berjalan dengan biasa, aku mengikuti pelajaran dan hari itu berlalu dengan tenang, tanpa terjadi apa-apa.
Hanya saja seluruh teman kelasku tertarik melihat mata kiriku, sehingga banyak sekali yang berkumpul di sekitarku untuk melihatnya. Ada pula yang menggunakan telepon genggam mereka untuk memotretku, aku sebenarnya tidak khawatir dengan hasil foto mereka karena aku memang cantik jadi mau dipotret dari sisi manapun aku akan terlihat cantik.
Aku tidak bertemu Kak Yang Qin untuk waktu yang lama, aku melewati hari-hariku di sekolah ditemani oleh Liu Ruoyi.
Setelah lulus SMP aku berhasil lulus tes untuk masuk ke salah satu SMA ternama.
Saat aku menerima surat penerimaan tante Ji Li sangat bahagia, tante Ji Li langsung mengajakku pergi ke sebuah toko elektronik dan membelikan aku smartphone.
Kata tante Ji Li: "Anak-anak jaman sekarang banyak yang menggunakan smartphone, kamu sekarang juga bisa menelepon tante kapanpun."
"Terima kasih tante."
Tante Ji Li mengelus kepalaku, setelah 3 tahun berlalu aku baru menyadari bahwa tante Ji Li telah bertambah tua. Terlihat rambut putih tumbuh di sekitar telinganya, walaupun sorot matanya tidak ada yang berubah tapi waktu tidak dapat berbohong.
"Sixi, kamu belajar yang baik ya, lalu kamu bisa masuk ke salah satu universitas ternama dan buat tante bangga."
Aku segera menganggukan kepala mengiyakan perkataan tante Ji Li: "Aku pasti akan rajin belajar."
Sekolah-sekolah di desa sedang libur musim panas, aku dengar si gendut tidak mengikuti ujian untuk masuk SMA karena nilainya yang kurang bagus. Dia memutuskan untuk mengikuti kursus komputer, begitu juga dengan ZIyang. Sedangkan Lin Xiao juga mengikuti ujian masuk SMA yang sama denganku dan mengejutkannya dia mendapat nilai yang bagus. Selain suka ikut-ikutan dengan si gendut melakukan hal-hal yang buruk, dia sebenarnya cukup pintar.
Tapi sayang, nyalinya kecil. Setelah mendengar tante Ji Li bercerita mengenai peristiwa hantu bayi dia yang menempel padanya, ia langsung pergi ke Shang Yi untuk meminta jimat dan membawa jimat itu ke manapun dia pergi.
Pada hari aku harus pergi ke SMA untuk mengurus beberapa hal, aku, tante Ji Li, Linxiao dan ayah Linxiao pergi bersama.
Kami menaiki bis yang ada di depan pintu masuk desa. Sepanjang perjalanan tante Ji Li berbincang-bincang dengan ayah Lin Xiao. Sedangkan Lin Xiao hanya duduk terdiam. Tahun ini dia berumur 16 tahun. Tapi tubuhnya tidak terlalu tinggi, sorot matanya lembut seperti seorang pelajar yang kutu buku.
Bis kami tidak berhenti di dekat SMA, sehingga setelah turun dari bis kami menggunakan taksi untuk meneruskan perjalanan.
Tante Ji Li membantuku untuk membawakan koperku, setelah mengurus administrasi tante Ji Li mengantarkan aku sampai ke asrama.
Tante Ji Li membantuku merapikan tempat tidurku sambil berbicara kepadaku: "Sixi, Shang Yi ada memberikanmu beberapa jimat. Kamu sudah menerimanya kan""
Kami datang sangat pagi sehingga di dalam kamar asrama belum ada siswa lain.
Tapi saat mendengar tante Ji Li mengatakan jimat aku seolah melupakan sesuatu, tapi aku tidak bisa mengingatnya.
Malam itu berbaring di atas kasur kamar asramaku dan aku bisa mendengar para gadis lain juga sedang tidur terlelap. Kemudian aku melihat secercah cahaya bulan yang masuk ke dalam kamar asramaku, di sana aku bisa melihat seseorang yang sedang duduk di sebelah kasurku.
Dia adalah Liu Ruoyi.
Tiga tahun sudah berlalu dan dia tidak terlihat menua sedikitpun, tidak ada yang berubah dengan dirinya. Kami sudah berhubungan cukup lama dan dia sudah tidak canggung seperti saat kami pertama kali bertemu. Sesekali dia mengajak aku bercanda, tapi candaannya jauh lebih dingin daripada ekspresi wajahnya.
Liu Ruoyi menundukkan kepala dan melihat ke arahku dan bertanya, "Mengapa kamu belum tidur?"
"Aku tidak bisa tidur, aku merasa ada hal yang aku lupakan tapi aku tidak bisa mengingatnya. Kak, bantu aku mengingat apa yang sudah aku lupakan."
Liu Ruoyi tidak berbicara apa-apa sepertinya dia juga tidak mengetahui apa yang aku lupakan dan sedang berusaha mengingatnya.
Setelah beberapa saat aku merasa mengantuk.
Liu Ruoyi masih duduk di sebelah kasurku. Dia bisa saja tidak tidur selama 24 jam dan masih tetap berenergi, tapi aku tidak bisa.
Saat aku akan segera menutup mataku dan tertidur aku mendengar Liu Ruoyi berkata, "Jangan-jangan kamu melupakan Xu ZIxi."
Mendengar nama itu membuatku sontak terduduk..
Astaga! Aku benar-benar melupakan Xu Zixi, tidak heran aku merasa ada yang masih mengganjal dalam hatiku.
Aku menggunakan tenaga memukul dadaku sendiri kemudian mengeluarkan telepon genggamku untuk segera menelepon Shang Yi. Tapi saat melihat jam ini sudah pukul setengah tiga pagi, sehingga aku mengurungkan niat untuk meneleponnya.
"Setelah 3 tahun kebencian Xu Zixi pasti memuncak." kata Liu Ruoyi dengan suara pelan.
Aku bukan sedang bermimpi buruk, ini semua karena salahku sudah berjanji dengan Xu Zixi akan membantunya untuk reinkarnasi. Tapi aku malah lupa dan baru teringat 3 tahun kemudian. Semua ini salahku!
Aku membayangkan Xu Zixi seorang diri beridiri di atas atap selama 3 tahun, mengingatnya membuatku tidak tenang.
"Saat memikirkan semua itu aku baru sadar hal yang sangat penting, aku melihat ke arah Liu Ruoyi kemudian seolah dia mengetahui isi pikiranku dan berkata dengan suara datar, "Jimat hanyalah secarik kertas, jika tertiup angin terus menerus menurutmu bisa bertahan berapa lama jimat itu?"