Aku terbangun. Seolah-olah ada sesuatu yang sedang bergerak di dalam kamarku.
Mataku terbuka lebar-lebar. Aku segera duduk dengan tegak dan mataku mulai menjelajahi seisi ruangan.
Aku tidak tahu aku telah tidur berapa lama. Dalam gelapnya ruangan, aku dapat melihat sebuah bayangan yang sedang berdiri di depan ranjangku. Aku dapat merasakan bahwa sosok bayangan tersebut sedang melihat ke arahku. Seolah jantungku berhenti berdetak saat itu juga.
Bayangan hitam itu hanya berdiri diam dan tidak bergerak sedikitpun. Aku pun tidak berani untuk bergerak. Sekujur tubuhku kaku tidak dapat bergerak. Keringat dingin terus mengalir keluar. Aku bahkan tidak dapat merasakan air yang mengalir di wajahku adalah keringat atau air mata.
Aku merasa seperti sedang berbaring di dalam lemari es. Aku dapat merasakan angin dingin terus berhembus dari segala arah.
"Mata yang indah!"
Terdengar suara dari arah bayangan hitam tersebut, suara yang rendah dan sedikit serak.
Apakah kamu manusia atau hantu?
"Pff…"
Perlahan terlihat api kecil berwarna biru menyala.
Aku membuka mata lebar-lebar untuk melihatnya dengan seksama. Benar saja, tangan bayangan hitam itu mengeluarkan api berwarna biru.
Tak lama kemudian terlihat secercah cahaya mengelilingi bayangan hitam tersebut. Tampaklah seorang laki-laki mengenakan pakaian hitam. Kulitnya putih, wajahnya tampan, dan matanya sedingin es.
Laki-laki itu terus melihat ke arahku.
Aku menelan ludahku sambil terus melihat ke arah tangan laki-laki itu yang dapat memunculkan api. Dia tidak mungkin manusia.
"Kamu adalah pengantiku… Ji Sixi?" tanya laki-laki tersebut.
Aku hanya bisa mematung terdiam mendengar pertanyaannya. Aku menatapnya dengan ketakutan dan mendengarnya menghela nafas. Laki-laki di depanku adalah kak Yang Qin, pengantinku?
Kak Yang Qin sepertinya sudah berdiri cukup lama sebelum aku terbangun. Kami terdiam dalam keheningan selama beberapa saat. Perasaanku mengatakan bahwa dia tidak akan melukaiku dan aku pun merasa lega. Akhirnya dengan hati-hati aku bertanya, "Jadi kakak adalah Yang Qin, pengantinku?"
Saat itu aku dapat merasakan suaraku bergetar.
Kak Yang Qin justru tertawa dan berkata, "Kakak pengantin?" Dia merasa hal ini sangat lucu dan tertawa terbahak-bahak. Suaranya yang keras membuatku takut. Aku bergerak ke pojok ranjang, seolah berlindung darinya.
Kak Yang Qin kemudian menahan tawanya lalu duduk di atas ranjang dan memandangku untuk beberapa saat.
Akhirnya dia memanggilku dengan suara pelan, "Kemarilah."
Suaranya terdengar dingin dan terasa bahwa dia bukanlah orang yang mudah untuk diajak berdiskusi.
Saat itu aku merasa takut sekaligus hormat kepadanya. Aku hanya dapat mematuhi perkataannya dan perlahan mendekat ke arahnya.
Dari tangan kanannya, ia mengeluarkan sebuah cincin berwarna perak, kak Yang Qin menatapku dengan matanya yang sipit dan berkata, "Ulurkan tanganmu."
Segera aku mengulurkan tangan kananku. Ia tertawa menatapku dan berkata, "Tangan yang satunya."
Mematuhi perkataan kak Yang Qin, aku pun mengulurkan tangan kiriku. Aku telah mengulurkan kedua tanganku seperti permintaannya, akan tetapi kak Yang Qin mentertawakanku. Saat itu aku tidak mengetahui apa yang membuat dia tertawa. Dia mengangkat tangan kiriku dengan lembut dan menyematkan cincin perak itu pada jari manisku.
Tangannya begitu dingin, tidak ada sedikitpun kehangatan yang terasa. Saat menyentuh kulitnya seolah sedang menyentuh sebongkah es yang sangat dingin hingga membuat aku menggigil.
Kak Yang Qin kembali tertawa. Ia mengulurkan tangannya dan menyentuh pipiku sambil memandang ke arahku. Namun berbeda dengan sebelumnya. Kini sorot matanya menunjukkan kehangatan.
"Kamu masih terlalu kecil. Aku akan menjaga batu giok milikmu. Tunggu hingga kamu berumur 18 tahun, kemudian kita akan melaksanakan pesta pernikahan lagi." Kata kak Yang Qin.
Kemudian aku kembali terbaring di atas ranjang. Pada saat itu aku merasa kak Yang Qin lah yang membuatku terbaring. Ia menggerakkan tubuhku dan aku membiarkan dia melakukannya.
Bibirnya yang tipis seolah tersenyum memandangku. Kak Yang Qin mencium keningku dengan lembutnya dan itu membuatku terkejut. Saat kak Yang Qin mendekat, aku menutup mataku dengan rapat karena aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan. Namun, pada saat aku membuka mataku kembali aku tidak dapat melihat kak Yang Qin. Sekeliling kamarku telah menjadi sangat gelap kembali.
Tulisan "Pengantin" di pintu halaman depan pun sudah tidak terlihat lagi.
Aku merasakan nafasku sangat berat. Dan untuk waktu yang cukup lama, aku seolah masih belum terlepas dari rasa takut bercampur kaget yang baru saja kurasakan.
Kemudian aku memegang tangan kiriku dan aku dapat merasakan cincin perak itu ada di jari manisku.
Berarti semua yang baru saja terjadi bukanlah sebuah mimpi!
Aku membuka mataku lebar-lebar. Aku dapat mendengar suara detak jantungku yang berdetak tak beraturan. Aku bahkan tidak berani untuk kembali tertidur, hingga secercah cahaya masuk melalui jendela. Melihat cahaya itu membuatku lebih tenang dan tidak merasakan takut lagi. Perlahan mataku tertutup dan aku pun tertidur.