Kenyataan ini hampir tidak dapat diterima oleh Yan Siyi. Anak, baginya ini adalah semacam kepanikan yang terasa dari hati hingga sumsum tulang. Kata-kata menyakitkan sang dokter juga melintas di kepala kecilnya yang kacau lagi dan lagi.
'Nona, usiamu… masih di bawah 19 tahun? Ah… anak-anak zaman sekarang…'
'Kamu ingin aborsi tanpa rasa sakit, kan? Nona, biarkan aku mengingatkanmu, kamu ini masih muda dan kalau anak ini harus dibuang, itu bisa menyebabkan kamu tidak akan memiliki anak lagi di masa depan, jadi kamu harus berhati-hati. Pikirkan dengan jernih'.
'Aborsi tanpa rasa sakit', empat kata yang sangat dingin. Yan Siyi tanpa sadar menggigil. Ada sebuah nyawa baru di perutnya, nyawa yang diciptakan olehnya dan pria itu bersama. Air mata jatuh di pipinya yang pucat. Hatinya bergetar dan terasa sakit. Dia tidak rela membuang anak ini. Dia membenamkan kepalanya di lengannya dan menangis. Dia merasa sangat bingung saat ini.