Sebelum aku berlari kerahanya, Bei Mingyan melayangkan cahaya perak, dan langsung menyeretku ke dalam pelukannya.
Lengannya yang begitu familiar, dingin, dan tulangnya yang dalam, mampu membuatku merasakan kenyamanan yang tiada tara.
Kali ini, aku benar-benar merindukannya. Terperangkap di tempat gelap ini, setiap hari, setiap saat, aku selalu menantikan kehadirannya.
"Aku terlambat." Dengan lembut ia menghapus air mataku.
Aku buru-buru menggelengkan kepalaku, "Ini belum terlambat. Kamu tepat waktu."
Setelah hening beberapa saat, aku menoleh ke arah Ajie dan bertanya, "Apakah kamu yang membawanya?"
Bei Mingyan mengangguk dan kemudian berkata kepada Ajie dengan suara dingin, "Manusia dan hantu memiliki dunia yang berbeda, jangan tinggal lebih lama."
"Baik, terima kasih, Yang Mulia." Ajie sedikit menundukkan kepalanya, lalu berjalan menuju ayahnya.