Di belakangku terdengar suara bocah itu yang terengah-engah. Sepertinya ia berlari mengejarku.
"Kakak, apa kamu gila? Ibuku telah kehilangan kesabaran!"
Lalu ia meraih tangan kecilku dan menarikku ke dalam ruangan.
Mau tak mau aku menatap rumah itu.
Tidak ada batu bata dan ubin, hanya bangunan yang terbuat dari tanah dan jerami. Halamannya juga sederhana dan bersih.
Aku ditarik ke dalam ruangan oleh anak laki-laki dan duduk di meja makan. Itu adalah meja kayu kecil yang rusak. Tampaknya meja itu telah bertahun-tahun digunakan yang membuatnya menjadi kotor.
Ada sepiring roti jagung rebus di atas meja dan beberapa piring kecil dengan sedikit air dan sup bening. Itu benar-benar tidak menggugah selera makan.
Tetapi saat ini perutku menggumamkan protes.
Bocah itu menyeringai padaku, "Kamu lapar. Cepat makanlah."