Begtu memasuki aula, Bei Mingyan menekanku di kursi ukir. Entah dari mana botol anggur itu tiba-tiba sudah tersedia di atas meja.
Kemudian dengan cincin jari-jarinya, cahaya lilin di empat dinding aula langsung terbakar. Seketika, seluruh ruangan seterang saat siang hari.
Ia memulai membuka botol anggur di depannya dan saat itu juga aroma anggur yang ringan melayang ke hidung.
Aku tak bisa mengelak untuk mengaguminya, "Benar-benar harum.'
Ia mendongak dengan sepasang mata elang yang tampak membujukku, menunjukkan senyum yang tampan.
Mungkin karena cahaya api dari dinding bagian dalam terpantul di wajahnya, membuat wajahnya yang semula tajam dan tegas terlihat lebih mudah didekati dan lembut.
"Karena itu harum, ayo minum lebih banyak denganku."
Ia mendorong segelas anggur di depanku. Setelah mengatakannya ia meminum anggur dari botolnya sendiri.