Setelah mengatakan itu, ia bangkit dan pergi, meninggalkanku sendiri.
Setelah memikirkannya, aku berbisik pelan, "Ngomong-ngomong, terima kasih."
Ye Lingcang yang hendak melangkahkan kaki dengan lesu, hanya menoleh sekilas sembari menatapku dengan dingin, "Kamu benar-benar munafik. Tidak perlu mengucapkan terima kasih."
Aku benar-benar dibuat tercengang dengan kata-katanya.
Menggelengkan kepala samar, aku hanya merasa ini semua tidak bisa dijelaskan. Aku tidak bisa menerima barang pemberiannya dan itu wajar. Lalu apa yang membuatnya begitu kecewa?
Tak berselang lama, makan malam akhirnya resmi dimulai.
Semua tamu duduk dan Bei Mingyan akhirnya datang dari luar aula lalu duduk di atas takhta di samping raja neraka.
Malam ini, ia mengenakan jubah Cina hitam. Pakaian ketatnya membungkus tubuhnya yang tinggi dan tegap. Aku hanya bisa menelan ludahku dari balik cadar.