Setelah memuntahkan darah hitam itu, pusing berat yang kurasakan seketika menghilang dan tubuhku seperti pulih kembali. Bahkan rasa sakit yang serasa membelah kepalaku mulai melemah dan penglihatanku menjadi lebih jelas.
Hanya saja, melalui pantulan air di baskom, aku melihat wajahku yang masih pucat.
Bei Mingyan menepuk punggungku dan bertanya dengan gugup, "Bagaimana?"
Perlahan aku menegakkan tubuhku, menyeka darah hitam dari sudut bibirku, dan melambai padanya, "Tidak apa-apa. Aku merasa jauh lebih baik, dan aku tampaknya sekarang aku sudah memiliki kekuatan."
Dengan cepat Bei Mingyan membantuku duduk sembari mengarahkan kepalaku untuk bersandar di bahunya.
Di satu sisi, Pendeta Xu masih menampilkan wajah yang sedikit tegang. Dengan hati-hati ia menatap darah hitam yang aku ludahkan di tanah, membelai janggutnya, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Aku dan Bei Mingyan memandangnya dalam diam dan tidak berani mengganggu meditasinya.