"Tentu saja!"
Aku benar-benar marah. Aku merampas dompet ditangannya dan ia langsung melepaskannya padaku.
Aku meliriknya dengan sinis.
Lalu Ia menatapku cukup lama sebelum akhirnya ia kembali tersenyum.
"Aku akan pergi. Lain kali aku akan datang menemuimu lagi."
"Pintu keluar ada di sebelah kanan dan jangan repot-repot untuk menemuiku lagi!" Aku berkata dengan acuh tak acuh.
Bei Mingyan berhenti melangkah. Ia tiba-tiba mencondongkan tubuhnya ke arahku dan menarik daguku.
Kurasakan nafas dingin menyapu wajahku. Aku gemetar ketakutan, tetapi aku tetap memberanikan diri menatap matanya.
Aku tahu sekujur tubuhnya mengeluarkan udara dingin. Seharusnya aku juga merasakan itu saat berada dekat dengannya, tetapi aku justru merasakan kehangatan yang tidak bisa dijelaskan.
Sebelum aku memberikan reaksi apapun, tiba-tiba bibirnya yang tipis dan dingin menempel dan mencium bibirku.
Pikiranku terasa kosong seketika. Aku menjaga pandangan untuk tetap menatapnya. Wajahnya yang begitu dekat dapat membuatku tidak dapat melihat apapun selain tekstur kulitnya.
Ciuman pertamaku benar-benar diambil oleh hantu!
Tubuhku seperti kehilangan energi. Aku membiarkan lidahnya yang basah bermain-main di bibirku…...
Cukup lama tubuhku mulai dapat dapat merespon terhadap keadaan. Aku memukul pelan bahunya dan mulai memberontak.
Ia meraih tanganku yang memukulnya dan melepaskanku sambil tersenyum.
Aku menarik tanganku dan bersiap untuk menamparnya. Saat aku melayangkan tamparanku, aku hanya menampar udara kosong dan tubuhku hampir jatuh ke depan.
Bei Mingyan dengan cekatan menangkapku dan memelukku.
"Meskipun aku sudah memberikan sebuah ciuman, tidak perlu terburu-buru untuk memberikan pelukan seperti ini." Ia melihatku sambil tersenyum menggodaku.
Aku sangat marah padanya. Tanpa menunggu lama, aku mendorong tubuhnya dan berteriak, "Siapa yang mau memelukmu!"
Aku merasa heran dengan diriku sendiri. Jelas, aku memiliki keterampilan seni bela diri. Aku bisa saja menggunakannya setiap waktu, tetapi aku tidak bisa melakukannya saat berada di hadapan Bei Mingyan. Ini benar-benar gila!
Ketika ia melihatku sedang dipenuhi rasa amarah, ia menangkupkan tangannya di kepalaku, lalu tersenyum dan berkata, "Oh, aku tidak bermaksud membuatmu marah. Aku benar-benar akan pergi. Jangan merindukanku."
'Aku tidak akan merindukanmu!' Aku melotot ke arahnya.
Ia berjalan perlahan untuk pergi. Saat sudah berada di ambang pintu, ia kembali menatapku. Bibirnya melengkungkan senyum indah dan berkata, "Akan ada waktu seribu tahun untuk kita bersama."
——
Pagi berikutnya, saat aku masih tertidur, tiba-tiba aku dibangunkan oleh suara ribut di luar jendela kamar. Tampaknya ada seorang wanita yang sedang menangis sedih dan seorang pria yang berdebat riuh dengan penduduk setempat entah karena apa.
Setelah bertemu dengan Bei Mingyan tadi malam, aku kehilangan waktu tidur cukup banyak.
Suara ribut itu benar-benar mengganggu mimpi indahku. Aku menarik nafas dan segera berganti pakaian. Aku ingin membuat kegaduhan yang ada di luar berhenti sejenak.
Saat aku mendorong pintu depan dan melihat keluar, rasa kantukku hilang seketika.
Aku melihat Xia Qianyang berdiri dengan wajah frustasi di antara kerumunan orang-orang. Wajahnya terlihat muram dan matanya tampak nanar.
Aku berlari ke arahnya. Saat sampai di sampingnya, aku meremas dan menggoyangkan bahunya. "Apa yang terjadi?"
Xia Qianyang melirikku dengan lemah, lalu menghela nafas. "Tubuh Xiaoling ditemukan di dalam sumur."
Aku terperanjat. Itu tempat di mana aku di dorong oleh hantu perempuan kulit putih itu. Aku yakin, pasti hantu perempuan itu yang sudah membunuhnya.
Ia pasti dibunuh atas namaku.
Pria dan wanita paruh baya yang dikelilingi oleh warga pastilah orang tua Xiaoling. Ada seorang gadis kecil yang berdiri di samping mereka, tampaknya itu adalah saudara perempuan Xiaoling. Gadis kecil itu tampak polos dan diam-diam memperhatikan orang tuanya berdebat dengan penduduk desa.
Aku berdiri di sana dan mencoba mendengarkan bagaimana kronologi kejadiannya.
Orang tua Xiaoling harus membawa jenazah putri mereka kembali ke kota untuk dimakamkan, tetapi kepala desa tidak setuju. Karena aturan adat di desa, setiap orang yang meninggal di desa ini harus dimakamkan di sini dan tidak boleh dibawa keluar dari desa.
Aku rasa desa ini memiliki begitu banyak kebiasaan aneh? Ada juga kebiasaan yang mengatakan kalau ada tamu asing yang sedang berduka, maka harus tinggal di sini selama sepuluh hari. Tempat ini sangat mengerikan. Mereka yang waras tentu tidak ingin berlama-lama tinggal di sini.
Tiba-tiba suara acuh tak acuh terdengar di belakangku.
"Benar-benar jahat."
Aku membalikkan badan dan melihat kedua anak kepada desa berdiri di sana. Mereka tampak pucat dan terisolasi dari kerumunan. Mereka hanya berdiri diam melihat pertengkaran yang ada di depannya.
Detik berikutnya, mereka menyadari aku sedang menatap ke arah mereka. Mereka hanya menatapku sekilas, lalu berbalik dan pergi.
Setelah makan siang, aku dan ayah berbincang mengenai apa yang terjadi pada Xiaoling. Aku mengusulkan sesuatu kepada Ayah, "Ayo kita pulang hari ini. Tidak usah peduli dengan adat istiadat desa hantu ini. Aku merasa tidak nyaman jika harus tinggal berlama-lama di sini."
Liang Qiu mengedarkan pandangan ke sekeliling rumah dan membuka suara, "Ya, benar. Aku juga belum mandi selama beberapa hari, tempat ini sangat kotor. "
Aku kembali menimpali perkataan Liang Qiu, "Ayah, lihatlah. Bahkan bibi Qiu belum menghapus riasan wajahnya selama beberapa hari dan kulitnya sudah tidak selembut sebelumnya. Ayo ayah bawa kami untuk segera kembali."
Liang Qiu memberikan ekspresi datar kepadaku dan aku pura-pura tidak melihatnya. Aku tidak bisa menandingi wanita ini. Sejak ia datang ke rumah, ia tidak pernah baik kepadaku. Bisa dikatakan ia tidak menyukaiku.
Malam harinya, kami menolak untuk mempertahankan antusiasme kepala desa agar kami tetap tinggal. Ayah segera mengambil mobil dan memberikan alasan bahwa ada masalah mendesak di rumah. Akhirnya kami meninggalkan desa yang mengerikan ini.
Mobil perlahan berjalan menjauh dan aku menyaksikan desa pegunungan yang ada di belakangku dari dalam mobil.
Memikirkan pengalaman hantu di desa itu, aku menggelengkan kepala dan tidak pernah ingin mengingat hal-hal buruk itu.
Di dalam mobil, Xia Qianyang asyik bermain game di ponselnya. Aku tidak mengatakan apapun. Sepertinya ia masih bersedih karena Xiaoling.
Menurutku anak ini tidak begitu menyebalkan, setidaknya ia masih memiliki perasaan terhadap gadis itu.
Guntur bergemuruh di luar kaca mobil, menerobos langit berbintang di bawah malam yang gelap. Petir menyambar dan langit terlihat penuh dengan awan gelap.
Dalam sekejap, hujan deras datang. Jendela mobil menjadi kabur dan membuat kami tidak bisa melihat jalan sehingga Ayah harus memperlambat kecepatan.
Tepat pada saat mobil melambat, aku mendengar suara keras yang berasal dari roda mobil.
Kemudian mobil bergoyang tak terkendali. Aku panik. Sepertinya ban mobil meletus karena tertusuk sesuatu.
Aku dan Xia Qianyang duduk di barisan belakang. Kami berdua berpegangan pada pegangan pada sisi mobil. Hanya teriakan Liang Qiu yang terdengar di telingaku.
Perubahan yang begitu tiba-tiba, membuat kami tidak siap.
Ayah berusaha keras mengendalikan setir, tetapi sia-sia.
Aku melihat ketika mobil menabrak pagar pembatas jalan. Karena dorongan yang begitu kuat, tubuh kami terpental dari dalam mobil ke tebing-tebing yang gelap ...
Aku merasa seolah langit dan bumi sedang berputar. Hal terakhir yang kuingat sebelum pingsan adalah bau darah yang begitu menyengat dan rasa sakit di tulang belakangku. Ini adalah rasa sakit paling parah yang aku pernah aku rasakan karena patah tulang.
Entah berapa lama aku hilang kesadaran, akhirnya aku dapat merasakan sesuatu kembali. Hujan tampaknya mulai mengecil tapi belum mereda. Tetesan-tetesan air yang mengenai wajahku terasa sangat dingin.
Perlahan-lahan aku membuka mata dan mendapati diriku berbaring di atas rumput liar. Hanya suara gemerisik hujan yang terdengar telingaku.
Aku masih hidup!
Aku merasa sangat senang. Aku mencoba memutar leherku dan ingin melihat situasi yang ada di sekitar, tetapi aku butuh waktu sejenak untuk menggerakkan tubuhku.
Aku rasa ada banyak tulang yang patah di tubuhku ketika aku jatuh terguling dari atas tebing.
Aku tidak berani terlalu banyak bergerak, aku hanya berusaha melakukan yang aku bisa. Aku hanya dapat mengeluarkan sedikit lengkingan dari tenggorokan untuk memanggil keluargaku dan berharap mendapatkan jawaban.