(DI SEBUAH NASKAH TEATER)
Terkisah, seorang mantan berandal terpesona oleh cahaya yang memancar dari betis yang tersingkap; kain diterpa angin. Betis bercahaya itu milik seorang perempuan mulia di Kedaton Tumapel, wilayah bawahan kerajaan Kediri.
Perlambang yang diyakini, dari rahim perempuan inilah akan lahir penguasa-penguasa di tanah Jawa. Oleh sebab itu, apapun caranya, memakai teknik bagaimanapun, perempuan itu harus didapatkan. Jika ia telah diperistri orang, harus direbut paksa.
*
"Kok mendadak begini, sih?" gerutu Ayu, ketika sang sutradara yang juga suaminya itu menyodorkan naskah kepadanya.
"Nggak apa-apa, kamu kan sudah berulangkali memainkan lakon Ken Dedes, nggak jauh beda kok" timpal sang sutradara sambil terus mengedarkan naskah ke beberapa pemain lain.
"Tapi waktu empat hari mana cukup untuk menghafal dan latihan?lagipula beberapa pemain sedang ada acara di luar kota" kata Ayu.
"Makanya naskah ini dibuat lebih sederhana. Sudah disesuaikan dengan jumlah pemain yang tersisa. Konsepnya nanti minimalis saja"
Sang sutradara kemudian mulai memberikan arahan kepada para pemain serta kru yang lain. Ia pun turut ambil bagian dalam pementasan itu, sebagai Tunggul Ametung, suami Ken Dedes.
"OK, satu hari untuk menghafal, dua hari untuk latihan. Awas, jangan sampai telat saat latihan!" kata sutradara menutup pertemuan sore itu.